Senin, 20 Agustus 2018

HUKUM ISLAM PADA MASA KESEMPURNAAN FIQIH (101-350 H / 720-961 M)

A. Awal Kesempurnaan Fiqih
Awal kesempurnaan fiqih berlangsung sampai 250 tahun pada pertengahan abad ke 4 H bersamaan dengan kemajuan islam. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqi yang menyebut fase kesempurnaan ini yang dimana terjadi pada masa Bani Abbas kepemimpinan Harun Ar-Rasyid. Harun ar-Rasyid memanggil imam Maliki untuk mengajarkan putranya yaitu Al-Amin dan Al-Ma'mun tentang kitab Muwattha. Harun ar-Rasyid juga meminta Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur tentang administrasi, keuangan, dan masalah-masalah ketatanegaraan sesuai ajaran islam sehingga lahirlah buku Al-Kharaj karya Abu Yusuf. Orang-orang dikirim ke kerajaan eropa untuk mencari dan mendapatkan naskah tulisan yang berbahasa yunani kemudian diterjemahkan dulu ke dalam bahasa siriac-bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia ketika itu-kemudian barulah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Ilmuan yang bertugas menerjemahkan buku-buku filsafat kedalam bahasa Arab yang diakui terkenal, diantaranya:
1. Hunain ibn Ishaq, penganut agama kristen. Pandai berbahasa arab dan yunani. Berhasil menerjemahkan 20 buku Galen ke dalam bahasa siria dan 14 buku ke dalam bahasa arab.
2. Ishaq ibn Hunain ibn Ishaq, putra Hunain ibn Ishaq.
3. Tsabit ibn Qurra, penyembah bintang.
4. Qusta ibn Luqa, penganut agama kristen.
5. Abu Bishr Motta ibn Yunus, penganut agama kristen.
Umat islam pada periode ini ingin agar segala bentuk aktivitas kehidupannya sesuai dengan ajaran islam. Hal itu memunculkan para mujtahid dari kalangan bawah maupun para penguasa. Mujtahid menjadi tempat bertanya semua umat islam sehingga berkembanglah hasil ijtihad mereka dan terbentuklah beberapa metode pengambilan hukum yang berbeda. Metode ini yang kemudian berkembang menjadi madzhab-madzhab dalam fiqih.
Pada periode ini, pembukuan berlangsung dari pembukuan tafsir Al-Qur'an, sunnah Nabi, fatwa-fatwa sahabat, tabi'in dan tabi'in al-tabi'in, fiqih para imam mujtahid, dan ilmu ushul fiqih. Pada masa ini tidak ada batasan dalam berfikir dan mengelola fikirannya sehingga sampai-sampai muncullah  pemikiran akan masalah-masalah yang akan terjadi atau bisa dikatakan pengandaian.
B. Kelahiran Mazhab-Mazhab Fiqih
Terdapat berbagai mazhab baik dari kalangan sunni maupun syiah, diantaranya terdapat 18 mazhab namun ada yang sudah tidak berpengikut lagi dan ada juga yang semakin berkembang hingga saat ini, seperti:
1. Mazhab Hanafi
2. Mazhab Maliki
3. Mazhab Asy-Syafi'i
4. Mazhab Hambali
5. Mazhab Syi'ah
6. Mazhab Zaidiyah
7. Mazhab Syiah Imamiyah
8. Mazhab Ibadhi
Adapun mazhab yang tidak berpengikut lagi, yakni:
1. Mazhab Zhahiry
2. Mazhab Hasan Al-Bashri
3. Mazhab Amir Asy-Sya'by
4. Mazhab Auza'i Laitsi
5. Mazhab Sufyan Ats-Tsauri
6. Mazhab Ath-Thabary
Sumber tasyri yang digunakan selain Al-Qur'an dan Al-Sunnah ada juga Ijma dan Qiyas. Sedangkan metode yang dipergunakan ialah, istidlal, isthsan, istishab, fatwa sahabat, urf, mashalih almursalah, sad'du adz-dzariah, dan syariat sebelum islam.
Proses bermazhab dalam perkembangannya tidak lagi mempersoalkan daerah, kota, atau tempat tinggal, tetapi lebih menekankan pada aspek personal (nama seseorang). Oleh sebab itu, secara alamiah, madzhab fiqih identik dengan nama seseorang. Selain itu perlu diketahui oleh kita semua bahwa mazhab-mazhab yang sudah tidak digunakan lagi atau tidak ada pengikut lagi dikarenakan tidak lolos pada uji coba seperti verifikasi ilmiah, dan operasional dalam suatu ruang dan waktu yang panjang sekitar enam ratus tahun. Jadi, mazhab tersebut tidak melemah ataupun hilang dengan sendirinya. Perkembangan mazhab juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dan dukungan kekuasaan politik yang senantiasa mengiringi.
Konflik antara madrasah al-hadis dan madrasah ar-ra'yu semakin menipis dikarenakan mereka tersadar bahwa masing-masing kelompok mempelajari kitab fiqih dari kelompok lain yang berbeda-beda. Proses pengkodifikasian mencakup kodifikasi fiqih serta kaidah-kaidahnya (ushul fiqh dan sumber-sumbernya); penulisan sunnah, metode penulisan fiqih, ushul fiqh, dan tafsir Al-Qur'an.

FIQIH SYIAH, KHAWARIJ DAN JUMHUR

Aliran syiah dan khawarij pada mulanya merupakan aliran politik karena sumber ikhtilaf mereka adalah tentang kepemimpinan umat islam. Dalam perjalanannya, khawarij berubah menjadi aliran kalam, sedangkan syiah memperkuat eksistensinya dalam aliran politik dengan membangun berbagai dokterin dan ajarannya, dan jumhur tetap serta mendukung pemerintahan yang Quraisy.
Konflik politik Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik, yaitu Abu Musa al-As'yari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan mengutus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam   berpolitik, yaitu Amr Ibn Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali ibn Abi Thalib dirugikan oleh Muawiyah ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa al-As'yari. Setelah peristiwa tahkim itu, paling tidak pendukung Ali terpecah menjadi dua, yakni:
1. Mereka yang terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia pada Ali ibn Abi Thalib.
2. Kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali yang pada akhirnya mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali yang selanjutnya melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam peristiwa tahkim.
Kelompok khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang yang kafir. Disamping ada penentang, Ali ibn Abi Thalib juga memiliki pendukung fanatik yang senantiasa setia kepadanya, kesetiaan mereka terhadap Ali semakin bertambah, ditambah lagi setelah peristiwa terbunuhnya Ali oleh kalangan khawarij. Mereka yang fanatik terhadap Ali ibn Abi Thalib dikenal dengan kelompok syiah.
Meskipun berbeda kepentingan, dua kelompok ini sepakan menentang kekuasaan Dinasti Umayyah. Dari kalangan khawarij, ia menganggap Bani Umayyah telah menyeleweng dari ajaran islam sedangkan dari kalangan syiah menganggap bahwa Bani Umayyah telah merampas kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dan keturunannya. Dalam suasana pertentangan tersebut, muncul ulama yang berusaha netral. Menurut kelompok tersebut, sahabat yang bertikai karena kepentingan politik tidak keluar dari islam. Kelompok ini yang kemudian dikenal dengan kelompok jumhur atau Mur'jiah.
Beberapa hasil pemikiran khawarij tentang hukum islam, diantaranya:
1. Umat islam tergolong jumhur (sunni) percaya bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh Quraysy. Berbeda dengan hal itu, khawarij berpendapat bahwa pemimpin umat islam tidak mesti keturunan Quraysy, karena setiap umat islam berhak menjadi pemimpin.
2. Dalam al-Qur'an terdapat sanksi bagi pelaku zina, yaitu dijilid sebanyak 100× Qs. An-Nur 24:2. Disamping itu, dalam sunnah ditentukan sanksi bagi pelaku zina adalah rajam jika pelakunya sudah menikah. Khawarij tidak menerima tambahan sanksi bagi pelaku zina sesuai hadis. Mereka berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah 100× jilid, tidak ditambah rajam; sebab sanksi jilid ditentukan dalam al-Qur'an, sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah (Asy-Syaharastani, t.t.:121)
3. Dalam al-Qur'an terdapat perempuan yang haram dinikahi. Diantara yang haram dinikahi adalah anak perempuan (banatukum). Qs-An-Nisa :23-24. Menurut jumhur ulama, kata banat tidak terbatas pada anak, akan tetapi mencakup cucu dan terus dalam garis keturunan ke bawah. Namun khawarij (sekte almaimuniyyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh, sebab yang diharamkan adalah anak. (Asy-Syahrastani:129)
4. Khawarij pada umumnya berpendapat: menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij tidak sah (karena mereka termasuk kafir). Namun orang yang tidak sekelompok dengannya (tidak masuk dalam sekte khawarij)  jika menikah dengan golongan tersebut, itu berarti tidak apa-apa atau diperbolehkan.
5. Harta ghanimah dari perang melawan orang islam yang bukan dari kelompok khawarij hanya berupa senjata dan kuda.
Secara umum, sumber hukum syiah ada 2 macam, yaitu:
1. Al-Qur'an
Beberapa pendapat syiah tentang hukum islam:
a. Nikah mut'ah, seorang laki-laki menikah dengan perempuan dalam kurun waktu tertentu dan diberi sejumlah upah. Berdasr pada Q.S. An-Nisa (4) ayat 24.
b. Laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan perempuan ahli kita. Sebab Q.S. Al-Maidah (5) ayat 5 batal dengan  Q.S. Al-Mumtahanah (60) ayat 10.
c. Syiah menolak pembagian harta pusaka dengan menggunakan konsep aul', yaitu kelebihan dalam saham para ahli waris dan besarnya asal masalah dan adanya penyusutan kadar saham mereka ( Fatchur Rahman, 1987:409).
d. Syiah berpendapat: Nabi Saw dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
e. Mengenai azan, ulama syiah berpendapat setelah kalimat "Hayya 'ala al-falah" adalah "Hayya'ala khair al-'amal".
f. Pengganti Nabi Muhammad Saw telah ditentukan dengan cara wasiat yakni kepada Ali ibn Abi Thalib.
2. As-Sunnah yang bermakna lahir dan batin.
Sunnah dapat diedakan menjadi 4 dalam pandangan syiah, yaitu:
a. Hadis sahih (tradisi yang otentik) yakni hadis yang kebenarannya dapat diusut sampai kepada imam yang diceritakan oleh seorang imam yang adil atau bisa dipercaya yang dimana kejujurannya ini disepakati oleh para imam ahli hadis.
b. Hadis hasan (tradisi yang baik) yakni, sama halnya dengan hadis sahih namun pada hadis hasan ini diceritakan hanya oleh orang yang terhormat.
c. Hadis musaq (kuat) yakni, hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dikenal tsiqah, adil, benah, dan jujur oleh ahli sejarah, sekalipun bukan dari pengikut Ali.
d. Hadis dha'if (lemah) yaitu, hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis musaq.
Perlu diketahui oleh kita semua bahwa:
1. Syiah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam syiah dan ulama syiah.
2. Dalam pengambilan tafsir menggunakan tafsir syiah saja.
3. Dalam mengambil hadis menggunakan hadis syiah saja. (Ahmad Amin {III t.t.: 254}).
Berikut ini adalah beberapa pemikiran jumhur ulama:
1. Nikah mut'ah haram dilakukan.
2. Jumhur menggunakan konsep 'aul dalam pembagian harta pusaka.
3. Nabi tidak dapat mewariskan harta karena ada hadis yang menyatakan hal demikian.
4. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah empat orang, itupun merupakan pembentukan hukum islam secara berangsur-angsur.
Untuk diketahui bahwa, Jumhur dan Jumhur Ulama itu berbeda. Letak perbedaannya yaitu : jumhur digunakan untuk menyebutkan nama lain dari aliran mur'jiah, sedangkan jumhur ulama digunakan bagi kumpulan ulama-ulama islam yang musyawarah guna memutuskan suatu perkara.

HUKUM ISLAM MASA SIGHAR SAHABAT DAN TABI'IN 41-100H / 661-750 M

1). Periode Awal Sighar Sahabat dan Tabi'in
Periode Sighar (yunior) sahabat atau periode ketiga dari perkembangan fiqih ini bermula dari pemerintahan umat islam yang diambil alih oleh Muawiyah bin Abi Sufyan (41H). Pada saat itu tengah terjadi pertarungan politik yang panjang dan berujung pada terbunuhnya Ali dan penyerahan pemerintahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah.
Perkembangan hukum islam diawali dari para sighar setelah wafatnya para sahabat yang bergelar Khulafa Ar-Rasyidin. Ibnu Qayyim mencatat bahwa fiqih periode sighar sahabat dan tabi'in disebabkan oleh empat ahli hukum islam (fuqaha) terkemuka, yaitu:
1. Abdullah bin Mas'ud di Irak
2. Zaid bin Sabit di Madinah
3. Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) di Madinah
4. Ibnu Abbas di Mekkah
Pada awalnya, para mufti (pemberi fatwa) kebanyakan bertempat tinggal di Madinah. Setelah kekuasaan islam bertambah luas, mereka tinggal berpencar di berbagai kota dan tempat. Oleh sebab itu, pembentukan hukum pada masa ini melalui ijma, kemudian melakukan ijtihad perorangan.
Para sahabat sighar ini kemudian berhasil membina kader masing-masing yang dikenal dengan tabi'in.
Nama-nama tabi'in yang terkenal ialah:
1. Sa'id bin Musayyab 15H-94H Madinah
2. Atha bin Abi Rabah 27H-114H Mekkah
3. Ibrahim Annakha'i 76H Kufah
4. Al-Hasan al-Basri 21H-110H / 642M-728 M Basrah
5. Makhul di Syam Suriah
6. Tawus Yaman
Mereka kemudian menjadi guru-guru terkenal di daerah masing-masing dan menjadi panutan untuk masyarakat. Persoalan yang mereka hadapi di daerah masing-masing berbeda sehingga muncullah hasil ijtihad yang berbeda pula. Dari banyaknya metode yang digunakan para sahabat ini, muncul dalam fiqih islam dua macam aliran, yakni:
1. Madrasah al-Hadis atau Madrasah al-Hijaz atau Madrasah al-Madinah
2. Madrasah ar-Ra'yu atau Madrasah al-Iraq atau Madrasah al-Kufah
Madrasah Madinah menurut Umar Sulaiman al-'Asyqar (1991:86), merupakan rujukan utama aliran Maliki yang didirikan oleh Imam Maliki. Madrasah Ra'y atau Madrasah al-Kufah adalah sekelompok ulama yang tinggal di Kufah yang lebih banyak menggunakan Ra'y dibanding dengan Madrasah Madinah. Sejak bebas untuk keluar dari Madinah, banyak sahabat yang tinggal di Kufah.
Secara umum, masing-masing madzhab memiliki ciri khas tersendiri karena para pembinanya berbeda pendapat dalam menggunakan metode penggalian hukum. Namun, perbedaan itu hanya terbatas pada masalah-masalah furu', bukan masalah-masalah prinsip ataupun syariat. Mereka sependapat bahwa sumber syariat adalah al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw. Semua hukum yang berlawanan dengan kedua sumber tersebut wajib ditolak dan tidak diamalkan. Mereka juga saling menghormati satu sama lain, selama yang bersangkutan berpendapat sesuai dengan garis-garis yang ditentukan oleh syariat islam.
Penjelasan menarik tentang hal tersebut diatas diberikan oleh Syayekh 'Ali Al-Khafif:
.....Hijaz adalah tempat tinggal kenabian. Disitu Rasulallah menetap, meyampaikan seruannya, kemudian para sahabat beliau menyambut, mendengarkan, memelihara sabda-sabda beliau, dan menerapkannya. Dan (Hijaz) tetap menjadi tempat tinggal banyak dari mereka (para sahabat) yang datang kemudian, sampai beliau wafat. Selanjutnya, mereka mewariskan apa saja yang mereka ketahui kepada penduduk (berikut)nya, yaitu kaum tabi'in yang bersemangat untuk tinggal disana.....
Adapun irak telah mempunyai peradaban sendiri, sistem pemerintahannya, kompleksitas kehidupannya, dan tidak mendapatkan bagian dari sunnah, kecuali melalui para sahabat dan tabi'in yang pindah kesana. Dan yang dibawa pindah oleh mereka itupun masih lebih sedikit daripada yang ada di hijaz; begitu pula kebudayaan penduduknya dan terlatihnya mereka pada penalaran adalah lebih luas dan lebih banyak. Oleh karena itulah, penalaran mereka lebih kuat terasa, dan penggunaannya juga lebih banyak, penyandaran diri padanya juga tampak lebih jelas, mengingat sedikitnya sunnah pada mereka itu tidak memadai untuk semua tuntutan mereka. Ini masih ditambah dengan kecenderungan mereka untuk banyak membuat asumsi-asumsi dan perincian karena keinginan mendapatkan tambahan pengetahuan, penalaran mendalam, dan pelaksanaan yang banyak.
Sumber tasyri pada masa ini, selain al-Qur'an dan as-Sunnah adalah Ijma' dan Qiyas. Selain itu, muncul pula beberapa metode dalam istinbath hukum yaitu istidlal, isthsan, istishab, fatwa sahabat, urf,, mashlahah almursalah, saddu adz-dzari'ah, dan syariat sebelum islam. Pada periode ini pula telah terlaksana pembukuan hadis dan fatwa atau fiqih para imam madzhab. Menurut Adz-Dzahabi (1274M-1384M) dalam Duwal al-Islam,pada masa ini dibukukan pendapat-pendapat hukum seperti, Abu Hanifah, Al-Jami' dari Sufyan Ats-Tsauri dan masih banyak lagi. Pada zaman ini pula muncul kitab hadis yang enam yakni, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah An-Nasa'i.

DINASTI AL-MURABITUN JATUH OLEH AL-MUWAHHIDUN

Ahli sejarah mengungkapkan bahwa al-Murabitun berasal dari kabilah Lumtunah Barbariah Sonhajiah. Mereka hidup berpindah-pindah dari mulai Yaman menuju ke Syam dan ke pantai Afrika yang akhirnya tiba di Samudra Atlantik. Ini terjadi pada masa kekuasaan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Musa bin Nusair.
Seiring dengan berjalannya waktu, rombongan Ukubah bin Nusair ini semakin bertambah banyak. Munculnya Dinasti al-Murabitun ditunjang oleh jauhnya wilayah yang ditaklukan oleh Bani Abbas sehingga menyulitkannya dalam memelihara dan memerintah daerah tersebut. Ini memberi peluang yang bagus bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan untuk memisahkan diri.
Disebut al-Murabitun karena para anggota di kelompok tersebut menetap di ribah, artinya kombinasi sebuah rumah peristirahatan dan perbentengan, yang di dalamnya mereka mempelajari ilmu agama dari seorang guru yang bernama Abdullah bin Yasin.
Nama khalifah-khalifah yang pernah memimpin Dinasti al-Murabitun:
1. Yahya bin Ibrahim
2. Abu Bakar bin Umar 448 H/ 1056 M
3. Yusuf bin Tasyifin 480 H/ 1087 M
4. Ali bin Yusuf 500 H/ 1106 M
5. Tasyifin bin Ali 537 H/ 1143 M
6. Ibrahim bin Tasyifin 541 H/ 1146 M
7. Ishak bin Ali 541 H/ 1147 M

Dinasti al-Murabitun mulai berkembang pada masa Abu Bakar bin Umar yang dimana ia mulai menaklukan wilayah-wilayah seperti Fez pada 663 H dan Tanjah pada tahun 664 H.
Setelah Abu Bakar wafat, ia digantikan oleh pemimpin yang bernama Yusuf bin Tasyifin yang bergelar al-Muslimin. Pada masa ini, wilayah kembali diperluas dari timur (termasuk sebagian Aljazair) hingga ke barat (tepi samudra Atlantik) ke arah selatan (meliputi Senegal) hingga sampai di Andalusia (Spanyol). Ibu kota al-Murabitun terletak di Marajesh. Kekuasaan al-Murabitun dari mulai tahun 448-541 H/ 1056-1147 M.
Suatu ketika pernah kerajaan kristen di utara yang dipimpin oleh raja Alfonso VI mengaku sebagai seorang kaisar. Ia kemudian berusaha keras untuk menghapus orang-orang islam di Spanyol. Namun Yusuf bin Tasyifin pemimpin dinasti al-Murabitun berhasil mengalahkannya. Khalifah tersebut merupakan pemimpin yang paling sukses dalam memerintah.
Perkembangan selanjutnya, setelah berakhirnya kekuasaan Yusuf bin Tasyifin, terjadilah kemunduran yang berangsur-angsur pada Dinasti al-Murabitun. Ini dikarenakan, rakyat al-Murabitun hanya terfokus pada belajar dan mengamalkan ilmu fiqih. Mereka tidak berbakat dan tidak tertarik dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain, seperti filsafat, sains, maupun kebudayaan. Selain itu, penguasa dinasti al-Murabitun juga tidak mahir dalam memerintah. Tidak ada prestasi yang begitu berarti yang bisa mereka peroleh. Hanya sebatas menjalankan kekuasaan sebagaimana pemerintah sebelumnya menjalankan itu semua.
Selanjutnya muncullah Dinasti baru yang bernama Dinasti Al-Muwahhidun. Gerakan ini bertujuan untuk memurnikan ajaran tauhid serta menjalankan amar ma'ruf nahyi munkar. Kekuasaannya meliputi Afrika Utara bagian barat sampai ke Andalusia dan bertahan selama satu abad lebih.
Pada abad ke-5 Hijriah, di Afrika Utara bagian barat berkembang ajaran Antropomorfisme, yakni suatu faham yang berpendapat bahwa Tuhan mempunyai jasad sebagaimana manusia. Kondisi ini memunculkan gerakan yang mengajak kembali kepada kemurnian Tauhid. Muhammad bin Tumart adalah seorang murid al-Ghazali di Bagdad, pada waktu itu Bagdad merupakan pusat ilmu dan kebudayaan islam. Faham yang dipelajari dan dianut ialah Asy'ariyah karena al-Ghazali adalah penyebar faham Asy'ari.
Ilmu Tumart sepulang dari Bagdad, ia mengajarkan pengetahuannya mengenai Tauhid kepada para pengikutnya. Ia merupakan tokoh yang sangat keras menentang semua bentuk penyimpangan ajaran yang murni. Para pengikut Ibnu Tumart disebut kaum Muwahhidun. Sebutan ini juga ditunjukkan kepada kaum Murabitun yang oleh Tumart dituduh sebagai kafir yang menyatakan Tuhan berjasad seperti manusia.
Ibnu Tumart menganggap dirinya sebagai imam Mahdi yang akan memusnahkan kemunkaran dan kebodohan yang terjadi di tengah masyarakat. Gerakan Muwahhidun pernah menyerang kaum Murabitun, namun dengan segera kaum Murabitun meminta bantuan pada Amir Sijilmasa. Berkat bantuan itu, tentara Muwahhidun mengalami kekalahan. Karena terpukul batinnya, Ibnu Tumart jatuh sakit dan seling beberapa waktu, ia meninggal dunia.
Pengganti Ibnu Tumart adalah Abdul Mukmin bin Ali al-Kufi. Pada masanya, tentara al-Murabitun berhasil dikalahkan dan kekuasaannya dapat dihancurkan. Maka pada saat itu tahun 1147, berakhirlah kekuasaan al-Murabitun. Abdul mukmin kemudian menyebrang ke spanyol. Satu persatu daerah berhasil ditaklukannya, yakni hampir seluruh kawasan Spanyol, Aljazair, Tunisia, Libya. Dengan ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah islam daerah-daerah sepanjang Atlantik sampai ke perbatasan Mesir dapat disatukan dengan Andalusia dibawah satu kepemimpinan yang independen.
Kemajuan selalu berakhir dengan kemunduran, atau sebaliknya. Akibat terlalu luasnya kekuasaan, kontrol dari pusat menjadi longgar. Daerah yang ditaklukkan banyak yang lepas dan direbut oleh kristen. Makin lama makin banyak kawasan yang direbut oleh kristen sehingga kekuasaan al-Muwahhidun semakin terdesak. Pemberontakan muncul dimana-mana sehingga kekuasaan al-Muwahhidun ambruk ditelan kekuasaan-kekuasaan baru yang memerintah.

Minggu, 15 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN PERADABAN MASA DAULAH FATIMIYAH

Daulah Fatimiyah
Nama dinasti ini diambil dari nama putri Nabi Muhammad yakni Fatimah az-Zahra. Pediri Dinasti Fatimiyah bernama Ubaidillah al-Mahdi ia mengaku berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan istrinya.
Dinasti Fatimiyah merupakan Dinasti pertama di Mesir yang beraliran Syiah, sangat luar biasa bisa menanamkan ajaran syiah diantara kaum sunni yang dominan di Mesir. Dinasti Fatimiyah muncul pertama kali di Tunisia, Afrika Utara pada tahun 909 M. Tokohnya yakni Abu Abdullah asy-Syi'i. Ia merupakan orang yang mengembangkan faham syiah sampai menjadikannya sebuah Dinasti. Pengikutnya berasal dari kalangan orang-orang Barbar sekte Kitamah.
Pada awalnya, Dinasti Fatimiyah berhasil menumbangkan gubernur Aghlabiyah dan penguasa Idrisiyah di Afrika Utara. Dilanjutkan dengan memasuki Mesir di bawah komando jendral yang bernama Jawhar as-Siqili tahun 969 M. Ia pun berhasil menumbangkan Mesir yang dimana saat itu dipimpin oleh Ikhsyidiyah. Setelah berhasil ditaklukkan, diberilah nama al-Qahirah artinya "kota kemenangan" yang dijadikan sebagai ibu kota Fatimiyah.
 
Nama Khalifah yang Pernah Berkuasa
1. Khalifah al-Muizz 365 H/975 M
Khalifah al-Muizz berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan memperbaiki sistem perpajakan, meningkatkan keamanan, memajukan pertanian, perdagangan dan kerajinan, menegakkan keadilan, namun tetap memberi toleransi kepada seluruh anggota masyarakatnya. Contohnya seperti dalam menjalankan pemerintahan, ada beberapa orang yang terpilih menjadi anggota pemerintahan sekalipun memiliki agama yang berbeda dengan agama islam.
Al-Muizz juga memfokuskan kekuasaannya di Hijaz dan Syiria karena seperti yang diketahui bahwa, tempat tersebut yang masih ingin dikuasai kembali oleh Romawi Byzantium dan dikhawatirkan Bani Abbas ingin merebut kembali daerah yang pernah dikuasainya tersebut.
Khalifah al-Muizz tidak lupa pula untuk mengenalkan ajaran syiahnya kepada masyarakat di sela-sela perjuangannya membangun kesejahteraan rakyat. Hari-hari yang biasa menjadi hari perayaan Maulid yang dilakukan masyarakat Mesir yakni, berkenaan dengan kelahiran Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah binti Muhammad, Hasan, Husein dan pastinya khalifah yang sedang berkuasa.
2. Khalifah al-Aziz 365 H/975 M
Khalifah al-Aziz membangun perpustakaan besar di dalam istana yang memiliki 1.000.000 buku dalam berbagai jenis ilmu pengetahuan. Ialah yang membangun Jami' yang dulu dibangunnya menjadi sebuah universitas yang bernama al-Azhar, Kairo Mesir.
Istana al-Aziz bisa menampung sekitar 30.000 tamu, Masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, keamanan terjamin. Perekonomian sektor perdagangan, industri dan pertanian dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi saat itu. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah saat itu bukan hanya saingan dari Abbasiyah, namun lebih unggul dan menjadi satu-satunya kekuasaan islam yang mempunyai angkatan laut di Laut Tengah sebelah Timur.
Adapun daerah kekuasaan al-Aziz ialah dari Samudra Atlantik di sebelah barat sampai Laut Merah, Yaman, Hijaz, Damaskus, dan Mosul di sebelah Timur.
3. Al-Hakim 386 H/996 M
Al-Hakim ini anak dari al-Aziz. Setelah al-Aziz meninggal, ia memberikan kekuasaannya pada al-Hakam yang masih berumur 11 tahun. Al-Hakim masih belum mengerti tentang kerajaan dan diserahkan kepercayaan kepada seorang Barjuan yang memberi gelar pada dirinya sendiri Amin ad-Dawlah (kepercayaan kerajaan). Ketika Barjun diberi otoritas untuk memerintah, ia malah menguasai sepenuhnya kerajaan Fatimiyah tanpa memerdulikan al-Hakim. Namun setelah al-Hakim beranjak dewasa, ia membunuh Barjun tersebut yang dimana Barjun tersebut yang dimana dulunya merupakan gurunya sendiri.
Pada masa pemerintahannya yang awal, ia bergaul dengan rakyat di jalan-jalan dan di pasar-pasar, untuk mendengarkan keluh-kesah mereka supaya dicarikan solusi yang tepat oleh al-Hakim. Namun setelah beberapa tahun memerintah, ia memilih untuk berzuhud. Segala macam peraturan yang hampir kebanyakan tidak masuk akal, dibuat oleh khalifah ini, dan ia pun telah banyak membunuh pejabat kerajaan seperti panglima angkatan perangnya, hakimnya, kepala polisinya, dan hakimnya para hakim.
Khalifah al-Hakim dikatakan oleh para ilmuan serta orang Barat dan Timur sebagai orang yang aneh dan tidak labil. Bagaimana tidak, ia pun ketika meninggalnya berada diatas himarnya dimana bajunya berlumuran darah dan tidak diketahui siapa yang membunuhnya.
4. Adz-Dzahir tahun 411 H.
Ia menggantikan ayahnya pada usia yang masih sangat muda sehingga ialah satu-satunya penguasa dalam dunia islam yang memiliki jabatan terlama 60 Tahun. Pada masa Adz-Dzahir ini semuanya diperbaiki. Segala peraturan yang dibuat oleh ayahnya diperbaharui dan ada pula yang dihapuskan. Akhirnya, pemerintahan berjalan stabil kembali. Khalifah lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang pertanian dan pada waktu itu pernah mengalami masa-masa sulit yang disebabkan oleh surutnya air sungai Nil sehingga sedikit mendapatkan pasokan air.
5. Khalifah Al-Mustansir
Khalifah ini juga mengalami masa-masa sulit, bahkan lebih sulit dari khalifah sebelumnya. Itu semua ditandai dengan terjadinya kelaparan akibat hancurnya pertanian. Ketika keadaan mulai membaik, pemerintahan malah dikuasai oleh para mentri dan khalifah hanya sebagai lambang. Semua itu berlangsung cukup lama. Setelah peristiwa tersebut terjadi, ada 6 khalifah yang kembali berkuasa namun itu tidak bertahan lama dan tidak terlalu memperoleh hasil dalam pemerintahannya. Mereka tidak begitu berjasa dalam membangun kembali Dinasti Fatimiyah.

Minggu, 08 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL

Spanyol atau Lebih Dikenal Dengan Andalusia Dalam Dunia Islam.
Penaklukan Spanyol merupakan sebuah kontribusi yang paling berharga bagi pencerahan peradaban masyarakat Eropa, bagaimana tidak, sebelum islam masuk ke wilayah Barat, kehidupan disana sangatlah berantakan dan tidak karuan dimana masyarakat disana sangat terbelakang dan kehidupan yang sangat primitif. Jika boleh diperbandingkan dengan kaum muslimin diTimur maka perbandingannya adalah Muslim berada di langit dan buminya adalah masyarakat Barat.
Sebelum islam masuk Spanyol, ia lebih dulu dikuasai oleh Romawi Timur sekitaran tahun 133 M. Pada masa ini Andalusia banyak didatangi oleh bermacam-macam bangsa dan agama seperti; bangsa vandal, bangsa visigoth dari jerman. Antara orang-orang Masehi dan Yahudi juga saling bermusuhan sehingga kelompok Yahudi menjadi tersingkirkan. Pada saat itu juga, para penguasa sering berkonflik akibat perebutan kekuasaan. Akibatnya, kondisi sosial Andalusia menjadi sangat terpuruk dan korban dari semua itu tidak lain adalah rakyat. Karena tidak diurus oleh penguasa akibat konflik yang terus-menerus tersebut akibatnya rakyat menjadi melarat, terjadi penindasan oleh kalangan bangsawan terhadap rakyat kelas bawah, dan perlakuan yang tidak adil.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintah terakhir jerman (Visigoth) Roderick, yang makin memperburuk situasi baik itu dalam kondisi sosial, ekonomi, bahkan semua agama yang di Spanyol. Puncaknya ketika penguasa Toledo yang bernama Witiza diberhentikan tanpa alasan apapun. Kemudian Roderick memindahkan kekuasaannya yang semula di Sevilla kemudian ke Toledo.
Raja Roderick juga berkonflik dengan Gubernur pada kekaysaran Bayzantium yang bernama Julian. Julian menuntut Roderick dan bertengkar dengannya karena anak dari Julian yang bernama Florenda dilecehkah di istana. Kenapa bisa demikian, biasanya anak keturunan bangsawan selalu dititipkan di Istana Kerajaan untuk diberi pendidikan dan tata krama kebangsawanan.
Karena rasa sakit hati yang mendalam terhadap Roderick maka Julian meminta bantuan kepada Gubernur Afrika Utara yang bernama Musa bin Nusayr untuk mengalahkan sekaligus menundukkan Roderick di hadapannya. Namun, Musa bin Nusayr belum bisa menyetujui permintaan Julian tersebut takutnya nanti Julian hanya berkedok demikian dan memiliki tujuan lain. Maka, Musa bin Nusayr mengutus Thariq bin Malik bersama 500 pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki untuk melakukan survei ke wilayah Spanyol. Pulanglah Tharik bin Malik dari Spanyol dan melapirkan kepada Musa bin Nusyr bahwa wilayah spanyol layak untuk dimasuki. Sambli Thariq membawa harta yang sangat banyak sambil dia mendatangi Musa dengan segera. Musa lalu memerintahkan Thariq untuk berperang dan Thariq sendiri yang menjadi panglima perang tersebut.
Pada tahun 711 M, Thariq bersama 7.000 tentara menyebrangi selat dengan kapal-kapal yang telah disediakan oleh Julian. Thariq mendarat di sebuah gunung batu dimana ia menuliskan namanya di gunung batu tersebut sebagai bukti bahwa ia pernah ada disana dan akhirnya gunung batu itu dikukuhkan dengan nama Jabal Tariq atau dalam bahasa spanyol "Gibraltar."
Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5.000 orang dari pihak Julian sehingga jumlah pasukan perangnya terkumpul menjadi 12.000 orang. Sedangkan Raja Roderick telah menyediakan 100.000 pasukan perangnya. Menurut logika memang pasukan Thariq tidak akan mencapai kemenangan, namun apa yang terjadi? Kekuatan pasukan Roderick hanya sebatas jumlahnya yang banyak namun semangat di jiwa mereka tidak sebanyak jumlahnya dan tidak juga sekuat lawannya.
Sebelum berperang, Thariq menyampaikan kepada pasukannya "Saudara-saudara sekalian, kita sekarang berada diantara dua pilihan, menang atau mati. Di belakang kita terbentang sebuah lautan, sedangkan di hadapan kita lawan sudah menghunus pedang. Tiada lagi jalan mundur. Barangsiapa lapar, ambillah makanan yang tersedia di tangan lawan, dan barangsiapa membutuhkan senjata, ambillah dari tangan lawan."
Dengan pasukan yang kompak, bersatu padu, dan penuh percaya diri, pasukan islam di bawah komando Thariq memberikan pukulan hebat kepada musuhnya sehingga lawannya tercerai-berai dan pasukan Thariq pun memperoleh kemenangan yang gemilang. Akan halnya dengan Raja Roderick, ia pada akhirnya dapat dibunuh oleh pedang Thariq.

Adapun indikator kemenangan Thariq dalam peperangan tersebut ialah, sebagai berikut:
1. Penduduk Spanyol sudah bosan menghadapi raja-rajanya yang dimana bagi rakyat kelas bawah diberlakukan biaya pajak yang sangat mahal sedangkan bagi para bangsawan malah diistimewakan dengan dibebaskan mereka dari membayar pajak. Itulah yang menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin menjadi melarat.
2. Terjadi perpecahan diantara para penguasa yang akhirnya menimbulkan peperangan dan ada beberapa anggota kerajaan yang beralih memihak dan bekerja sama dengan kaum muslimin untuk menghancurkan lawannya.
3. Terjadi pertentangan antara pemimpin agama, yakni antara Gereja Katolik dan Gereja Aria yang dimana penganut Katolik pribumi beranggapan bahwa amalan-amalan yang dikerjakan Aria banyak yang bertentangan dengan amalan-amalan Katolik.
4. Pada tahun 612 M, penguasa Gothik mengeluarkan dekrit kerajaan yang memerintahkan penduduk Yahudi untuk dibaptis dan memeluk agama Kristen. Jika tidak, maka kaum Yahudi akan disita hartanya bahkan penduduk Yahudi akan  dibuang dari sana.
5. Sekalipun pasukan spanyol berjumlah 100.000 orang namun smangat perjuangannya sangatlah rendah, ini disebabkan karena pemerintah menarik anggota perang dengan sembarangan tanpa ada penilaian.
6. Tentara islam disusun atas orang-orang Barbar yang terkenal dengan fisiknya yang kuat dan terlatih. Juga kaum muslimin yang ikut berperang selalu menaati prosedur berperang yang ada.
Setelah Thariq memenangkan peperangan di spanyol, Musa mengirimkan 18.000 pasukan pada tahun 712 M. Setelah merampas Carmona, kota terkuat di Spanyol, Musa melanjutkan ke Sevilla. Toledo blum bisa dikalahkan, namun 3 bulan kedepan akhirnya jatuh ke tangan kaum muslimin. Musa melanjutkan perjalanannya ke Barcelona di sebelah Timur, Nabronne di Alcarve, Cadis di sebelah tenggara, dan Sisillia di sebelah Barat laut. Musa kemudian bergabung dengan pasukan Thariq di Talavera yang dimana Thariq juga menundukkan kota-kota di Spanyol dan juga Kordoba.
Di tempat Thariq dan Musa bergabung, yakni di Talavera, Musa memecat dan sekaligus memenjarakan Thariq  dengan alasan bahwa Thariq tidak mematuhi instruksi-instruksi yang ia berikan.
Selanjutnya, musa meneruskan perjalanan ke Prancis. Setelah tiba di Konstantinopel, ia dipanggil oleh khalifah di Damaskus (al-Walid) karena mendengar bahwa Thariq bertengkar dengan Musa. Tidak lama kemudian, al-Walid meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sulaiman. Sulaiman lalu memecat Musa, harta ghonimahnya dirampas kemudian dipenjarakan, persis sama seperti apa yang ia pernah lakukan kepada Thariq. Musa dibuang ke Hijaz dan di masa tuanya ia hidup miskin menjadi pengemis sampai akhir hayatnya.
Ketika spanyol dikuasai oleh kaum muslimin maka digantilah namanya menjadi Andalusia. Khalifah yang memimpin bernama Abdul Aziz, anak dari Musa. Abdul Aziz menikah dengan janda dari Roderick yang bernama Achelon yang kemudian diganti namanya menjadi Ummu Ashim. Inilah kali pertama terjadi pernikahan campuran dalam dunia islam. Tidak lama memerintah, Abdul Aziz ditemukan mati terbunuh yang penyebabnya masih tidak jelas. Ia kemudian digantikan oleh Muhammad bin Yazid sebagai penguasa di Afrika Utara dan Spanyol. Pada masa pemerintahannya, kehidupan rakyat menjadi aman tentram damai dan sejahtera karena setiap orang dibebaskan untuk menganut agamanya masing-masing dan beribadah sesuai keyakinan dan bahkan mereka diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Namun gejolak mulai terjadi ketika kekuasaan Umayyah di Damaskus diserang oleh kelompok Bani Abbas yang membangkitkan revolusi. Revolusi berdarah tersebut berhasil melenyapkan kekuasaan bani Umayyah dan pada saat itu (750 M) terjadi pembersihan etnis, tidak ada yang dibiarkan hidup, semuanya dibunuh bahkan sampai khalifah umayyah yang sudah meninggal pun dibongkar makamnya untuk disiksa dngan maksut supaya tidak ada lagi bibit Umayyah yang akan bermunculan di masa selanjutnya. Namun peristiwa dramatis terjadi. Ada seorang keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari peristiwa tersebut, yakni Abdurrahman. Ia berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi dan akhirnya berkelana ke berbagai daerah dan sampai di Andalusia. Di Andalusia ia disambut oleh para pendukungnya dan menjadi pemimpin yang biasa disebut dengan amir pada masanya.
Dua tahun sebelum wafat, Abdurrahman membangun Masjid agung Kordoba, yang kemudian diselesaikan dan diperbesar oleh para penggantinya. Dengan pilar-pilar yang banyak dan megah serta halamannya yang luas, bangunan yang monumental ini masih berdiri dengan nama "La Mezquita" (Masjid). Pada tahun 1236 M, bangunan ini diubah menjadi katedral oleh Raja Ferdinand III. Ia juga yang membuat jembatan di atas Sungai Guadalquivir. Untuk lebih mengnambah wawasan anda yanģ membaca blog ini, bisa kalian tonton MUSLIM_TRAVELER_2018_ Madrid. Spanyol.
Adapun penguasa setelah Abdurrahman ad-Dakhil  yakni Hisyam I, al-Hakam I, Abdurrahman II, Muhammad I, al-Munzir, Abdullah, dan Abdurrahman III.
Penguasa Bani Umayyah terbesar adalah Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir. Ia memerintah selama 49 tahun. Pada masanya, ia mengganti gelar amir menjadi gelar khalifah. Keputusan an-Nashir mengganti gelar tersebut karena Dinasti Abbasiyah sudah mulai terpukul mundur dan mulai diambil alih kekuasaannya oleh Dinasti Buwaih.
Di ujung pemerintahan Dinasti Umayyah mulai bermunculan hampir 30 Kekuasaan kecil di spanyol, ini mempengaruhi persatuan islam yang menjadi kendor. Wilayah islam mulai direbut, Muslim tunduk pada kaum Kristen melalui penaklukan dan perjanjian tepatnya yakni pada abad ke-13M. Pada babak terakhir, spanyol hanya tinggal dua kerajaan yakni Aragon dan Castille. Perkawinan antara Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Castille pada 1469 M telah mempersatukan kerajaan ini untuk selamanya. Penyatuan ini menjadi pemusnahan bagi Muslim di spanyol. Raja dan Ratu tersebut dikenal sangat kejam, umat Muslim dipaksa untuk masuk Kristen dan jika mereka hendak menolak maka mereka dibunuh. Tidak ada toleransi apalagi keringanan bagi muslim. Maka muslim yang masih tersisa, dengan segera meninggalkan spanyol.

Kamis, 05 Juli 2018

PRESTASI PARA KHALIFAH BESAR ABBASIYAH

Khalifah besar yang termasuk memiliki prestasi tinggi dan bagus di pemerintahan Abbasiyah hanya segelintir saja. Adapun khalifah yang tidak masuk dalam golongan khalifah besar itu disebabkan karena terlalu singkat mereka memerintah yang menyebabkan tidak sempatnya mengatur dan mengorganisasikan pemerintahan.
Yang termasuk dalam Khalifah besar yakni:
1. Abu al-Abbas as-Saffah
2. Abu Ja'far al-Mansur
3. Al-Mahdi
4. Harun ar-Rasyid
5. Al-Ma'mun
Khalifah pertama Dinasti Abasiyah adalah Abu al-Abbas as-Saffah. Menurut Suyuthi, ia adalah seseorang yang bermoral tinggi, memiliki loyalitas, disegani, berfikir luas, pemalu, dan bertingkah laku baik. Ia terbilang sopan dan menepati waktu sesuai  janjinya.
Namun, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di awal kekuasaannya, dapat disebutkan bahwa khalifah pertama ini terbilang berwatak sangat keras, terutama pada siapa saja orang yang dirasa tidak sepaham dengan dirinya.
Gelar as-Saffah artinya si haus darah. Sifat keras abu al-Abbas karena rasa dendam yang teramat dalam terhadap kezaliman Dinasti Bani Umayyah yang selalu menumpas setiap penentangnya. Ia juga diketahui hidup di kalangan orang-orang yang memang membenci Umayyah dan ingin memberontak. Itulah mengapa abu al-Abbas sangan membenci Dinasti itu.
Pada masa pemerintahannya, Abu al-Abbas lebih terfokus pada mempertahankan pemerintahannya karena kekuasaannya baru muncul dan sangat rentan akan perdebatan, perselisihan, dan bahkan bisa mencapai pemberontakan. Jadi, ia belum sempat memikirkan bagaimana perkembangan Dinasti Abbasiyah selanjutnya. Ia hanya langsung menunjuk Abu Jafar al-Mansyur sebagai khalifah penggantinya kelak di kemudian hari, setelah ia cukup tua atau setelah ia meninggal dunia.
Abu Jafar al-Mansur menjadi khalifah kedua pengganti Abu al-Abbas yang merupakan saudaranya sendiri. Al-Mansur terkenal dengan kehebatannya, pemberani, tegas, berfikir cerdas, dan gagah perkasa. Baru pada masa pemerintahannya ini, sistem pemerintahan dikelola dan diatur dengan baik. Mulai dibentuk peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan pengenalan akan hal-hal yang baru.
Tata tertib dalam pemerintahan diatur sedemikian rupa sehingga tertata rapi dan juga mulai dibentuk pasukan militer menjadi lebih bagus lagi. Tidak kalah dari hal-hal di atas, Al-Mansur juga menumpas setiap pemberontak yang mulai banyak bermunculan ke permukaan sehingga mereka yang memberontak bisa dibunuh ataupun dipenjarakan. Bisa dibilang bahwa, para pemberontak tidak mengetahui bahwa sekalipun Al-Mansur terbilang orang yang baik dan ramah namun ketika ia telah memakai seragam khalifahnya maka disana lah baru akan terlihat sifat kerasnya tersebut. Al-Mansur tidak jauh berbeda dari Abu al-Abbas yang mana mereka sama-sama memiliki sifat yang keras dan tidak mengenal belas kasihan pada orang yang tidak sepaham dengannya apalagi orang yang berani memberontak.
Namun demikian, Al-Mansur juga adalah manusia biasa yang pasti akan rapuh dan meninggal. Al-Mansur wafat pada 158 H/775 M di pertengahan jalan menuju Mekkah saat ia hendak melaksanakan ibadah Haji.
Khalifah pengganti Al-Mansur tidak lain adalah anaknya sendiri yang bernama Abu Abdullah Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Mahdi. Al-Mahdi merupakan gelar yang diberikan padanya. Al-Mahdi lahir pada tahun 126 H di Idzdad, suatu tempat di antara Khuziztan dan Isfahan.
Masa pemerintahan Al-Mahdi bisa dikatakan adalah masa perpindahan dari watak pribadi pemimpin terdahulu yang keras menjadi watak kepemimpinan yang lemah lembut dan dermawan. Ini terbukti bahwa, ketika Al-Mahdi naik takhta menjadi khalifah Abbasiyah ia sangat baik dan sangat berbelas kasih kepada kaum miskin dan melarat.
Al-Mahdi mengawali pemerintahannya dengan membebaskan para tahanan penjara seluruhnya kecuali memang orang-orang yang melakukan tindak kejahatan yang membahayakan dan mengancam orang banyak, seperti pembunuh. Al-Mahdi memberikan kembali hak-hak istimewa kota-kota suci yang dulunya dicabut oleh pemerintah sebelumnya. Ia juga mengembalikan harta para keturunan Nabi Saw. Masjid Nabi dibangun kembali dan dipindahkan, yang modal pembangunannya berasal dari Al-Mahdi sebesar 30 juta dirham dimana uang itu diberikan sebagai derma bagi rakyat Hijaz.
Masjid-masjid dan sekolah-sekolah di semua kota yang termasuk dalam kategori kota yang penting mulai diperbesar. Tidak lupa pula Al-Mahdi memberikan tunjangan pada orang-orang yang menderita penyakit kusta dan orang-orang miskin. Ia juga membuat penginapan dan sumur-sumur di setiap jalan yang dilalui oleh jamaah haji, dan kepada mereka serta wisatawan disediakan para pengawal untuk menjaga dan melindungi.
Al-Mahdi sama sekali tidak menggunakan kekerasan dalam memerintah. Semua itu terbukti dengan kejadian yakni ketika Marwan berusaha untuk memberontak di Syria namun berhasil ditumpas dengan dipenjarakan  untuk sementara waktu kemudian dibebaskan dan memperoleh tunjangan yang besar. Janda Marwan juga diperlakukan dengan sangat baik.
Sekalipun Al-Mahdi baiknya luar biasa namun ia tidak memberi peluang untuk timbulnya praktik-praktik bid'ah. Ia membasmi setiap orang yang melenceng dari ketentuan syariat.
Setelah Al-Mahdi meninggal dunia selanjutnya ia digantikan oleh anaknya yang tertua yaitu Al-Hadi yang mana ia hanya memerintah selama 1 tahun 1 bulan dan 20 hari. Dalam Dinasti Abbasiyah dialah khalifah yang memerintah paling singkat diantara khalifah yang lain. Al-Mahdi merupakan saudara tiri dari Harun ar-Rasyid. Al-Mahdi tidak menginginkan kekuasaannya digantikan oleh saudara tirinya sehingga ia melakukan tindakan seperti; memenjarakan orang-orang yang berada di sekitar Harun ar-Rasyid yang dirasa mempunyai peran penting dalam kehidupan dan pemikiran Harun ar-Rasyid. Al-Hadi khawatir jika Harun ar-Rasyid menjadi khalifah disebabkan karena keegoisan dan kerakusan Al-Hadi dalam hal kekuasaan. Tindakan yang ia lakukan ialah dengan memberikan takhtanya kepada anaknya yakni Jafar.
Akhirnya, Harun ar-Rasyid meninggalkan ibu kota Bagdad untuk menyelamatkan diri karena khawatir khalifah Al-Hahdi makin sewenang-wenang dalam memerintah sehingga dapat membahayakan Harun ar-Rasyid. Namun, ketika disiarkan bahwa Al-Hadi telah meninggal dunia maka Harun al-Rasyid kembali ke Bagdad untuk naik takhta menjadi khalifah.
Pada masa Harun ar-Rasyid inilah segala bidang pemerintahan berkembang pesat secara bersamaan yakni di bidang politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan sampai pada peradaban islam.
Harun ar-Rasyid dikenal di segala penjuru dunia dan diceritakan secara detail dan panjang tentang dirinya diantara khalifah yang lain. Di antara yang membahas tentang Harun ar-Rasyid ialah Encylopedia Americana dan Historian's History of The World (vol VIII). Kedua media itu menceritakan tentang sifat, sikap dan cara khalifah Harun ar-Rasyid memerintah. Diceritakan juga bahwa Harun ar-Rasyid merupakan tokoh legendaris dalam sebagian kisah Seribu Satu Malam, itulah mengapa ia menjadi semakin dikenal orang-orang.
Harun ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang gagah berani, dermawan, dan sangat agung. Ia selalu menolak untuk memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan korupsi dan lain sebagainya. Perhatiannya pada rakyat sangat luar biasa, ini dibuktikan dengan lebih diutamakannya kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan ia pribadi maupun pihak anggota pemerintahan.
Sifat dan sikap yang dimiliki Harun ar-Rasyid bisa dibilang akibat dari pendidikan yang sejak kecil telah dididik dengan sangat baik oleh pihak kerajaan dan dia sendiri merupakan orang yang memiliki keintelektualan yang tinggi dan keaktifannya dalam membaca buku-buku sejarah dan buku-buku keilmuan lainnya.
Pada tahun 791 M, Harun ar-Rasyid membagikan wilayah kekuasaan kepada 3 anaknya atas permintaan istri yang paling ia sayangi yaitu Zubaidah, yang berasal dari Arab yang dimana memiliki anak yang bernama Al-Amin.
Harun ar-Rasyid membagi wilayah kekuasaan kepada 3 orang anaknya dengan tujuan supaya kelak tidak terjadi perebutan kekuasaan dan supaya pemerintahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan saling beriringan mengembangkan kekuasaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya. Apa yang paling ditakutkan oleh Harun ar-Rasyid akhirnya kejadian.
Adapun wilayah kekuasaan masing-masing anak Harun ar-Rasyid ialah:
1. Al-Amin wilayah bagian barat
2. Al-Ma'mun wilayah bagian timur yakni Khurasan hingga Hamadan
3. Al-Qasim wilayah Mesopotamia
Dari ketiga anak yang menggantikannya, hanya Al-Ma'mun yang memang pantas menjadi seorang pemimpin pengganti ayahnya. Al-Amin, ia adalah sosok yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan pikirannya lemah, ia tidak berbakat dalam masalah memimpin ia mahir dalam hal sastra dan hidupnya banyak dihabiskan dengan berfoya-foya. Ia dengan mudahnya memberikan uang yang begitu banyak untuk suatu tindakan dan sesuatu yang dilihatnya tidak enak dipandang. Al-Amin juga pernah membuat lapangan bola di dalam istana. Beda halnya dengan Al-Ma'mun yang menghabiskan waktunya dengan semakin giat belajar baik mengenai bidang pemerintahannya maupun bidang ilmu pengetahuan dan fokus pelajarannya pada bagaimana mempertahankan dan mengembangkan pemerintahannya. Ia sangat tidak suka akan hal-hal yang dirasakannya kurang memiliki manfaat, Al-Ma'mun lebih banyak juga mempelajari tentang keagamaannya.