Rabu, 09 Mei 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SYARI'AH MASA KHULAFA URRASYIDDIN "ABU BAKAR"

Pembinaan yang dilakukan Nabi terhadap para sahabat telah menghasilkan kader-kader militan yang siap menjadi mujahid kapan dan di mana pun. Era empat sahabat pada khalifah ini amat menentukan bagi penegasan entitas dan identitas politik islam serta perluasan dakwah islam di berbagai belahan dunia di luar Jazirah Arab. Era ini merupakan embrio terwujudnya kekuasaan islam yang meraksasa, yang di masa berikutnya kelak menjadi sebuah imperium.
Sepeninggalan Nabi, muncul problem tentang siapa yang pantas menggantikan Nabi. Hal ini mengingat Nabi tidak meninggalkan wasiat mengenai pergantian kepemimpinan atau suksesi. Kelompok Muhajirin dan Anshar masing-masing mengklaim bahwa diri merekalah yang paling berhak menggantikan posisi Nabi. Pembicaraan soal penggantian Nabi berlangsung di Saqifah Bani Saidah, yakni pada saat Jenazah Nabi masih diurus. Dari kalangan Anshar, perbicara Sa'id bin Ubadah yang sekalius dicalonkan sebagai pengganti Nabi.
Ketika peristiwa itu berlangsung, Umar Bin Khattab mengusulkan Abu Bakar sebagai orang yang paling pantas menggantikan kedudukan Nabi karena faktor kedekatan dan senioritasnya. Lalu Umar pun membaiat Abu Bakar yang kemudian diikuti oleh lainnya. Dengan demikian, proses pemilihan Abu Bakar dilakukan secara aklamasi oleh perorangan, yaitu Umar bin Khattab lalu disetujui oleh kaum Muslimin. Pembaiatan Abu Bakar pun dilakukan sekali lagi di Masjid Nabawi. Peristiwa ini kemudian disebut al-bai'ah al-'ammah (baiat umum).
ABU BAKAR DAN SITUASI SULIT YANG DIHADAPI
Riwayat hidup Abu Bakar sendiri amat jelas tercatat dalam catatan sejarah. Nama sebenarnya adalah Abdullah bin Quhafah at-Tamimi. Ia merupakan keturunan Tamim bin Murrah bin Ka'b bin Luay bin Ghalib bin Fihr al-Quraisyi. Ibunya bernama Ummu Khair Salma Binti Sakhr Bin Amir, keturunan Taib bin Murrah bin Ka'b. Silsilah kedua orang tuanya bertemu dengan garis nenek moyang Nabi Muhammad Saw pada Murrah bin Ka'b.
Abu bakar dilahirkan pada tahun kedua setelah peristiwa penyerangan pasukan Abrahah ke Ka'bah. Dengan demikian, usianya lebih muda dari usia Nabi Saw. Ia biasa dipanggil Abdul Ka'bah. Kemudian setelah masuk islam, Nabi menggantinya dengan sebutan Abdullah. Sebutan "Abu Bakar" merupakan nama panggilan (kunyah).
Alasannya menurut syalabi, karena ia adalah orang yang paling pertama ( istilah lain "pagi-pagi" atau "paling dini") masuk islam sebelum yang lain. Ada juga yang mengatakan, nama itu dikaitkan dengan anak perempuannya yang masih gadis, yaitu Aisyah, istri nabi yang satu-satunya yang bukan janda ( nama asinya Abu Bikr, artinya 'ayah si gadis'). Ia digelari as-Shiddiq, artinya yang selalu membenarkan. Pasalnya, ia selalu membenarkan apa yang disampaikan oleh Nabi, terutama pada peristiwa Isra Mi'raj Nabi Saw.
Abu Bakar digelari khalifatu Rasulillah, artinya pengganti Rasulallah. Dapat diduga, istilah khalifah dan khilafah, yang kemudian menjadi sebutan bagi sistem pemerintahan islam waktu itu, berasal dari gelar tadi.
Setelah Abu Bakar menjadi khalifah, banyak yang keluar islam karena mereka merasa perjanjian setia hanya berlangsung ketika Nabi masih Hidup. Alhasil, ketika Nabi wafat, perjanjian itu pun batal. Di antara mereka juga bahkan ada yang mengaku nabi seperti Aswad Ansi, Musailamah al-Kazzab, Tulaihah al-Asadi, dan Sajah. Abu Bakar memerangi kaum Murtad tersebut dalam perang Rid'dah yang banyak menelan korban.
Fakta bahwa terdapat orang-orang yang murtad dari islam dapat dijelaskan dari segi kedangkalan dan motifasi dalam beragama. Sebagian dari mereka memeluk islam tanpa keimanan yang kokoh. Mereka tidak sempat mempelajari islam secara mendalam sehingga ajaran islam belum meresap ke dalam hati sanubari mereka. Selain itu, ada juga yang memeluk islam guna menghindari peperangan melawan kaum muslimin, karena faktor ekonomi lantaran ingin mendapat barang rampasan perang, atau ada juga yang ingin mendapat nama dan kedudukan.
Yang pertama-tama menjadi perhatian Abu Bakar adalah melaksanakan keinginan Nabi yang hampir tidak bisa terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi pasukan di bawah pimpinan Usamah ke perbatasan Syam untuk membalas pembunuhan ayah Usamah, yaitu Zaid, dan kerugian yang diderita umat islam di dalam perang Mu'tah.
Ketika ia tengah mempersiapkan ekspedisi ini, para nabi palsu itu melancarkan serangan ke kota Madinah. Abu Bakar berada di tengah bahaya, baik dari dalam maupun dari luar. Keputusannya adalah mengirim ekspedisi ke Syam sekaligus mempersiapkan pasukan untuk membasmi pemberontakan kaum Murtad.
Banyaknya suku Arab yang melepaskan diri dari islam dan tidak mau mengakui kekhalifahan Abu Bakar dapat diakibatkan oleh tidak cukupnya waktu bagi mereka untuk dapat beradaptasi dengan islam. Pasalnya, mereka adalah orang-orang yang baru memasuki islam.
Belum cukup waktu bagi Nabi dan para Sahabat untuk mengajari mereka ihwal prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam. Memang, suku-suku Arabia dari padang pasir yang jauh itu telah datang kepada Nabi dan mendapat kesan mendalam tentang islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di tengah samudra. Di dalam waktu beberapa bulan tidaklah mungkin bagi Nabi dapat melakukan pembinaan atau pendidikan yang efektif untuk masyarakat yang terpencar di wilayah-wilayah yang amat luas dengan sarana komunikasi yang sangat minim saat itu.
Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat diantaranya karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan. Selain itu, penyerahan pun ke perbendaharaan pusat di Madinah atau sama saja artinya dengan 'penurunan kekuasaan', suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen. Alasan lainnya adalah disebabkan kesalahan memahami ayat Al-Qur'an yang menerangkan mekanisme pemungutan zakat (surat at-taubah {9}:301). Mereka menduga bahwa hanya Nabi saja yang berhak memungut pajak, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Ketika Abu Bakar merencanakan untuk memerangi, mereka mengajukan alasan bahwa perang tidak sah terhadap mereka yang mengucapkan syahadat. Abu Bakar menjawab bahwa zakat adalah esensi islam yang tidak dapat diabaikan tanpa mengabaikan agama itu sendiri.
Pengembangan wilayah pada masa Abu Bakar meliputi wilayah yang cukup luas. Selain Jazirah Arab yang dapat disatukan kembali setelah munculnya gerakan pembangkang, beberapa daerah di luarnya dapat pula ditaklukan dan dimasukkan ke dalam kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang berhasil ditaklukan adalah Ubullah (Teluk Persia), Lembah Mesopotamia, Hirah, Dumat al-Jandal, sebagian daerah yang berbatasan dengan Palestina, perbatasan Syam, dan sekitarnya. Untuk memudahkan pengelolaan pemerintahan di luar Madinah, Abu Bakar membagi wilayahnya ke dalam beberapa provinsi. Untuk memimpin wilayah provinsi diangkat seorang amir atau wali, di mana wilayah Mekkah dipercayakan kepada Itab bin Asid, Thaif (Usman bin Abi al-Ash), San'a (Al-Muhajir bin Abi Umayah), Hadramaut (ziyad bin Labid), Khaulan (Ya'la bin Umayah), Zubaid dan Rima (Abu Musa al-Asy'ari), Janad (Muaz bin Jabal), Najran (Jarir bin Abdullah), Bahrain (al-Ula bin al-Hadrami), dan wilayah Irak dan Syam dipercayakan kepada para pemimpin militer sebagai wulat al-amr.
Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat pembatasan dengan Persia dan Byzantium, yang pada gilirannya kemudian menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran tersebut.
Tentara Islam di bawah komando Mutsanna dan Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan menaklukkan Hirah, sebuah kerajaan setengah Arab yang menyatakan kesetiaannya kepada kisra Persia, yang secara strategis sangat penting bagi umat islam dalam meneruskan penyebaran agama ke wilayah-wilayah belahan utara dan timur. Sedangkan ke Syam, suatu negeri di utara Arab yang dikuasai Romawi Timur (Byzantium), Abu Bakar mengutus empat panglima, yaitu : Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin 'Ash, dan Syurahbil bin Hasan.
Ekspedisi ke wilayah ini memang sangat besar artinya dalam perkembangan politik islam. Pasalnya, daerah protektorat (negara dibawah perlindungan negara lain) tersebut merupakan front terdepan wilayah kekuasaan islam dengan Romawi Timur. Di samping itu, Syam dianggap sebagai integral dari Jazirah Arab karena para penduduknya bergaul dengan menggunakan bahasa Arab. Secara emosional, hal ini memperkuat ikatan psikologis dengan bangsa Arab.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Abu Bakar untuk menyempurnakan islam adalah:
1. Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat, seperti pada suku Badui.
2. Abu Bakar terkenal dengan keakuratan dan ketelitian dalam mengolah dan menghitung zakat. Yang ditunjukkan dengan mengangkat amil zakat yaitu Anas. Instruksi Abu Bakar: "kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat di gabungkan dan sebaliknya kekayaan yang sudah digabungkan tidak dapat dipisahkan, karena takutnya akan terjadi kelebihan atau kekurangan dalam penerimaan dan pembayaran zakat".
3. Mengembangkan Baitul Mal dan mengangkat penanggung jawab Baitul Mal (sebuah rumah dibangun untuk Baitul Mal).
4. Menerapkan konsep balence Budget Policy pada Baitul Mal.
5. Secara individu, Abu Bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan. Ketika menjelang wafatnya, kebijakan beliau mengembalikan kekayaan kepada negara karena melihat kondisi ekonomi negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Beliau menjual tanah yang dimilikinya dan memberikan hasil penjualan seluruhnya kepada negara.
Abu Bakar hanya memerintah selama 2 tahun 3 bulan. Ia wafat dalam usia 62 tahun. Menjelang wafat, Abu Bakar mengangkat Umar bin Khattab sebagai penggantinya yang lalu disetujui oleh kaum Muslimin. Hal itu dimungkinkan agar tidak menimbulkan kericuhan di kalangan umat dalam menentukan pengganti Abu Bakar.
Kepergian Abu Bakar telah mencatat prestasi tersendiri yang tidak kecil artinya. Dalam masa pemerintahannya yang singkat itu ia telah berhasil memadamkan pemberontakan kaum murtad yang demikian luas dan massal. Ia berhasil memulihkan kembali ketertiban dan keamanan di Jazirah Arab. Selanjutnya, ia pun berhasil membebaskan Lembah Mesopotamia yang di diami suku-suku Arab itu dari kekuasaan imperium Persia, yang sudah sekian abad lamanya berkuasa. Pada saat meninggalnya, pasukan islam telah bersiap-siap membebaskan wilayah Syam (Palestina dan Syam) yang di diami suku-suku Arab itu dari dominasi imperium Romawi, yang juga sudah ratusaan tahun berkuasa.
Masa transisi sepeninggalan Nabi berhasil dilalui oleh Abu Bakar. Abu Bakar berhasil memobilisasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan keamanan negara Madinah, menggalang persatuan umat islam, mewujudkan keutuhan dan keberlansungan negara Madinah dan Islam, serta menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an yang masih berserakan menjadi satu mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya kedisiplinan, kepercayaan, dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritas kepribadian dan kepemimpinannya.
Untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, Abu Bakar mengelola zakat, infak, dan sadakah yang berasal dari kaum Muslimin, Ghanimah harta rampasan perang, dan jizyah dari warga negara non Muslim sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan rakyat yang berhak menerimanya. Abu Bakar sendiri untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya tetap berdagang. Ia tidak mengambil bagian dari baitul mal.




Referensi
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989).
Jamil, Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1984).
Mufrodi, Mas'udi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997).
Nasr, SH, Sains dan Peradaban di dalam Islam, terj. J Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1986).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar