Kamis, 21 Juni 2018

Daulah Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah??? Diantara kekuasaan islam yang telah berlalu, masing-masing memang memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Baik dalam hal cara memimpin, prestasi yang diperoleh, maupun letak kekuasaan yang tidak sama. Namun, terlepas dari itu semua, perlu kita ketahui bahwa pada masa Daulah Abbasiyah inilah tercapai masa keemasan islam. Ingat, bukan lagi masa keemasan Daulah Abbasiyah namun lebih luas lagi yakni masa keemasan islam. Era keemasan ini menurut para penulis sejarah ialah, telah dicapai oleh seorang pemimpin yang sangat taat dalam menganut agamanya (islam) yakni Harun ar-Rasyid.
Awal munculnya Daulah Abbasiyah pada tahun 132 H setelah berhasil mengalahkan Dinasti Umayyah di Damaskus pada masa pemerintahan Marwan II.
Pada awalnya, seorang kakek dari Ali bin Abdullah bin al-Abbas yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad diberi tempat tinggal oleh pemerintah  Bani Umayyah di Hamimah dekat Damaskus. Nama pemimpin yang memberikan tempat tersebut kepada kakek al-Abbas ialah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, maksut diberikannya tempat tersebut karena kekek al-Abbas sangat loyal kepada Bani Umayyah.
Ayah dari al-Abbas mulai terlihat ingin mengambil alih kekuasaan Dinasti Umayyah yang bisa dilihat dari tindakannya yang mulai meletakkan dasar-dasar kekuasaan dengan cara propaganda yang ia lakukan di Kufah dan Khurasan.
Tindakan pengambil alihan kekuasaan Bani Umayyah diduga didasari dari pandangannya yang menganggap bahwa kepemimpinan tidak boleh dipegang oleh keluarga yang tidak memiliki hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad, ada juga yang menganggap bahwa motif sebenarnya ialah faktor persaingan untuk memperebutkan kekuasaan yang dimana dari dulu Bani Hasyim merupakan golongan yang paling terpinggirkan.
Ayah al-Abbas terus melakukan propaganda sampai akhirnya ia berhasil ditangkap oleh tentara Bani Umayyah dan dipenjara di kota Harran sampai akhirnya ia menjemput ajalnya di dalam penjara. Namun, perjuangannya tidak terhenti sampai disana melainkan dilanjutkan kembali oleh putranya yakni al-Abbas sendiri dan bersikeras untuk meruntuhkan Dinasti Umayyah. Kelompok Abu al-abbas berkolaborasi dengan para pemuka Syiah. Kolaborasi ini terbentuk disebabkan karena kesamaan kepentingan antara kedua kelompok tersebut yakni menumbangkan kekuasaan Bani Umayyah. Setelah kekuasaan Bani Umayyah benar-benar runtuh, kelompok Syiah justru dimusuhi.
Keberhasilan menumbangkan Bani umayyah salah satunya disebaban karena gencarnya propaganda yang dilakukan oleh al-Abbas kepada setiap penduduk yang tidak puas dan tidak suka dengan pemerintahan Bani Umayyah.
Kemenangan al-Abbas tidak bisa terlepas dari banyaknya korban yang berjatuhan baik dari Kelompoknya sendiri maupun dari Klompok Bani Umayyah. Kebecian para penyerbu dilampiaskan dengan membunuh para pendukung Bani Umayyah dan bahkan dendam mereka sampai pada membongkar kuburan para khalifah Bani Umayyah untuk disiksa dan dibakar dengan alasan supaya tidak ada lagi bibit-bibit yang muncul ke permukaan dikemudian hari.
Akhirnya Daulah Abbasiyah mulai berkuasa dan langkah awal yang ditempuh ialah dengan membuat peraturan dan tatanan pemerintahan seperti:
1. Mengangkat dan membaiat Abu al-Abbas as-Saffah sebagai khalifah pertama.
2. Memusatkan pemerintahan sementara di istana Hasyimiah, Kuffah.
3. Membasmi pemberontak yang anti Abbasiyah, termasuk mereka yang dianggap pesaing politik yang dapat membahayakan kewibawaan pemerintah.
4. Mengangkat penasihat dan wazir atau perdana mentri sebagai kepala pemerintahan yang dipercayakan kepada keluarga Barmak.
5. Membenahi pasukan tentara untuk memperkuat kedudukan khalifah dari serangan para pemberontak.
Daulah Abbasiyah diawal pemerintahannya tidak menempati Damaskus sebagai pusat pemerintahan disebabkan khalifah tidak ingin mengambil resiko yang lebih besar lagi karena, sebagaimana yang kita ketahui dalam sejarahnya bahwa Dinasti Bani Umayyah sudah cukup lama menguasai dan memengaruhi masyarakat Damaskus. Sebelum Daulah Abbasiyah yang kebanyakan komposisi masyarakatnya berasal dari Persia, dulu kelompok tersebut berada di golongan ke-2 dibawah kelompok Arab yang mana berasal dari Dinasti Umayyah. Jadi, bisa dikatakan bahwa "apabila Dinasti Abbasiyah menempatkan pusat kekuasaannya di Damaskus, maka akan terjadi peperangan lagi."
Setelah khalifah pertama digantikan oleh Abu Ja'far al-Mansur, pusat pemerintahan dipindah ke Bagdad karena alasan politik dan juga Bagdad sudah banyak dikenal sebagai pusat perdagangan karena letaknya yang sangat strategis.
Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari:
1. Lembaga al-wizakar yang dipimpin oleh seorang wazir. Tugasnya ialah mewakili khalifah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan mengangkat para pejabat negara atas persetujuan khalifah. Wazir juga berkedudukan debagai kepala pemerintahan eksekutif dan pemimpin pasukan militer.
2. Lembaga al-kitabat yang dipimpin oleh al-hajib. Tugasnya ialah sebagai kepala rumah tangga istana dan pengawal pemerintah yang berperan mengatur siapa saja yang ingin bertamu dengan khalifah. Di zaman Abbasiyah ini, hanya rakyat atau pejabat yang benar-benar punya urusan amat penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah. Adapun bagian-bagian dari al-kitabat yakni, seperti; katib ar-Rasali, katib al-Kharaj, katib al-Jund, katib asy-syurthat, dan katib al-qadhi.
3. Lembaga an-Nizham al-mazhalim. Tugasnya yaitu memberi penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan ketertiban hukum baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat, dan memutuskan perkara.
Lembaga an-Nizham al-Mazhalim mempunyai 3 macam hakim beserta spesifikasi tugas masing-masing yakni:
a. Al-Qadhi bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum, menyelesaikan perkara sengketa, perselisihan, dan masalah wakaf. Terdapat hakim di setiap wilayah kekuasaan Abbasiyah. Dan dulu itu perkara peradilan diselesaikan atau diselenggarakan berdasarkan mazhab yang dianut oleh masing-masing pribadi.
b. Al-Muhtasib berfungsi mengawasi hukum, mengatur ketertiban umum dan menyelesaikan masalah-masalah kriminal yang perlu penegakan segera. Al-Muhtasib juga berfungsi menegakkan amar makrub dan nahyi munkar, mengawasi ketertiban pasar, mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak tetangga dan menghukum orang yang mempermainkan hukum syariat.
c. Qadhi al-Mazhalim bertugas menyelesaikan perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi dan muhtasib, meninjau kembali keputusan-keputusan yang dibuat oleh dua hakim tersebut atau menyelesaikan perkara banding.
Untuk memperlancar roda pemerintahan, dibentuklah diwan-diwan atau departemen yakni:
1. Departemen urusan pendapatan negara.
2. Departemen urusan denda.
3. Departemen urusan keuangan.
4. Departemen urusan kemiliteran.
5. Departemen urusan mawali dan pemuda.
6. Departemen urusan bantuan.
7. Departemen urusan pelayanan pos.
8. Departemen urusan pengendalian belanja negara.
9. Departemen urusan surat-surat negara.
10. Departemen urusan perbekalan.
11. Departemen urusan umum untuk membangun sarana-sarana umum.
Sidang para hakim dilakukan di Masjid dan dihadiri oleh lima unsur sebagai anggota dalam sidang. Adapun anggota tersebut ialah:
a. Para pembela dan pembantu sebagai juri yang berusaha sekuat tenaga meluruskan penyimpangan-penyimpangan hukum.
b. Para hakim yang mempertahankan wibawa hukum dan mengembalikan hak kepada yang berhak.
c. Para fuqaha sebagai tempat rujukan bila menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang sulit dari segi hukum syariat.
d. Para katib, yang mencatat pernyataan-pernyataan dan keputusan-keputusan sidang.
e. Para saksi, yang memberi kesaksian terhadap masalah yang diperkarakan dan menyaksikan bahwa keputusan yang diambil hakim adalah benar dan adil.

Selasa, 19 Juni 2018

DAULAH BANI UMAYYAH

Dalam sejarah islam, menurut Abdul A'la al-Maududi kekuasaan Bani Umayyah tidak memperoleh persetujuan dari kaum Muslimin dan tidak dipilih oleh rakyat dengan pemilihan yang bebas, melainkan atas dasar kekejamannya.
Namun, sekalipun diawal kekuasaannya memperoleh banyak kontroversi yang sangat dahsyat di kalangan umat, prestasi demi prestasi dikumpulkan pada masa ini dan menyumbangkan kekuasaan imperium yang luar biasa luasnya. Oleh sebab itu, di bidang politik, militer, dan pengaruh islam telah mencapai prestasinya yang mengagetkan dunia yang berkembang hingga keluar jazirah Arab.
Di masa kekuasaan Muawiyyah ini, islam menjadi pusat kekuatan yang paling menentukan karena banyak kecakapan yang dimiliki seperti dalam mengatur sistem administrasi negara dan  yang paling utama adalah naluri menaklukkan lawan di medan perang menjadi satu karakter yang menonjol yang dimiliki oleh para penguasa Dinasti Umayyah saat itu.
Pusat Dinasti Umayyah terletak di Damaskus.
Setelah  Ali bin Abi Thalib terbunuh, terjadi gejolak yang sangat besar dan banyak umat yang memisahkan diri sampai pada akhirnya Muawiyah (khalifah bani umayyah) berhasil mengembalikan stabilitas umat islam dengan mempersatukannya dibawah naungan kekuasaannya.
Dulu, sebelum bani umayyah memeluk islam. Mereka merupakan golongan musuh-musuh islam yang paling keras. Namun ketika Nabi Saw melakukan dakwah dan mereka masuk islam, tepatnya pada saat Futuh Makkah. Bani umayyah merupakan golongan yang terakhir kali masuk islam, sekalipun begitu kelompok ini seolah-olah ingin membalas keterlambatannya masuk islam dengan memperlihatkan semangat kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Golongan muawiyyah memiliki banyak keahlian, namun akan disebutkan beberapa saja, yakni:
1. Memiliki kemampuan siasat yang bagus.
2. Pandai mengatur urusan-urusan dunia.
3. Cerdas.
4. Bijaksana, fasih, balig.
5. Ia sangat dermawan dan rela mengorbankan harta. Dimana ia harus bersikap dermawan dan dimana ia harus bersikap keras. Kedermawanannya melebihi orang-orang bangsawan di kalangannya.
6. Amat suka memegang pimpinan.
7. Muawiyyah adalah orang yang religius dan muslim yang taat menjalankan perintah Allah.
Khalifah bani umayyah berkuasa dari tahun 41-132 H/661-750M dengan 14 orang khalifah. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa dalam berbagai bidang dan ada pula pemimpin yang lemah.
Muawiyah adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dengan khalifaur Rasyiddin. Bahkan kesalahannya mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara dapat dilupakan oleh rakyat karena begitu banyaknya jasa-jasa dan kebijakan politiknya yang mengagumkan.
Adapun alasan keberhasilan Muawiyah dalam membangun Dinasti Umayyah diantaranya yakni:
1. Memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat Syria dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Berupa dukungan moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Penduduk Syria yang sudah sejak lama diperintah oleh Muawiyyah mempunyai tentara yang kuat dan sangat terlatih juga disiplin yang tinggi berada di garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
2. Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan yang penting. Yang dimana muawiyah disana berperan sebagai administrator.
3. Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan hingga mencapai tingkat hilm. Hilm ialah seorang manusia yang dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan meskipun banyak tekanan dan intimidasi. Sikap ini dulunya banyak dimiliki oleh para pembesar Makkah dulu.
Para khalifah Bani Umayyah
1. Muawiyah bin Abu Sufyan 41-60 H/661-680 M.
2. Yazid bin Muawiyah 60-64 H/680-683 M.
3. Muawiyah bin Yazid 64-64 H/683-684 M.
4. Marwan bin Hakam 64-65 H/684-685 M.
5. Abdul Malik hbin Marwan 65-86 H/685-705 M.
6. Al-Walid bin hAbdul bMalik 86-96 H/705-715 M.
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/715-717 M.
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-720 M.
9. Yazid bin Abdul Malik 101-105 H/ 720-724 M.
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/724-743 M.
11. Al-Walid bin Yazid 125-126 H/ 743-744 M.
12. Ibrahim bin Al-Walid 126-127 H/ 744-744M.
13. Marwan bin Muhammad 127-132 H/ 744-750 M.
Nama-Nama khalifah yang cakap dalam memimpin dan berhasil dalam kepemimpinannya yaitu:
1. Muawiyah
2. Abdul Malik
3. Al-Walid
4. Umar bin Abdul Aziz
5. Hisyam bin Abdul Malik
Kemunduran sekaligus kehancuran Dinasti Umayyah
1. Perselisihan diantara putra mahkota. Sebagian besar dari khalifah muawiyyah mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Jabatan yang pertama diduduki oleh putra mahkota yang lebih tua kemudian setelah selesai masa pemerintahannya akan digantikan oleh putra mahkota yang kedua yang telah dipilih oleh khalifah dulunya. Namun, pada kenyataannya khalifah yang telah memimpin malah mengangkat anaknya untuk menjadi penerus kekhalifahannya.
2. Permusuhan antar suku yang hidup kembali diantara suku Arab selatan dan suku Arab utara. Fanatisme ini muncul kembali setelah dulu pernah dilenyapkan oleh islam yakni akibat dari kematian Yazid bin Muawiyah. Disitu terjadi perebutan kekuasaan selanjutnya tentang siapa yang akan menduduki tahta mahkota raja.
3. Perlakuan diskriminatif terhadap golongan non Arab atau Mawali. Orang Arab merasa diri mereka sebagai bangsa terbaik dan memandang bahasa Arab sebagai bahasa tertinggi. Fanatisme ini banyak mengundang kebencian kelompok non-muslim dan juga kelompok non-muslim. Pada kekuasaan Dinasti Umayyah, bangsa Arab ditempatkan pada golongan ke-2 dimana dalam hal pembayaran pajak, kelompok Mawali mengeluarkan biaya lebih banyak daripada kelompok muslim Arab. Juga kelompok mawali hanya ditaruh pada posisi bawah dalam angkatan perang bersenjata dan dalam bidang pemerintahan.
4. Pergeseran moral. Banyak khalifah yang tidak tahan dengan godaan duniawi baik itu dalam bentuk harta, takhta, maupun wanita. Kehidupan penguasa banyak dihabiskan dengan berfoya-foya dan menghabiskan uang Negara.
5. Kelemahan para khalifah pengganti. Dimana, khalifah tersebut tidak memiliki kemampuan yang memadai. Ada diantara mereka yang diangkat secara terpaksa padahal yang bersangkutan tidak menghendakinya yang menyebabkan ia tertekan sampai akhir hayatnya. Ada juga karena ambisi yang menggebu-gebu untuk menguasai pemerintahan meskipun ia tidak mempunyai kecakapan dalam memimpin yang mengakibatkan salah urus negara dan khalifah malah tenggelam dalam gemerlapnya dunia.
6. Munculnya para pemberontak yang menggerogoti kekuasaan Bani Umayyah. Yakni kelompok syiah yang sudah sejak lama sudah menyimpan dendam karena terbunuhnya al-Husein secara mengenaskan dan semestinya yang melanjutkan kekuasaan islam ialah keturunan Ali bin Abi Thalib. Selain itu juga ada kelompok faksi pimpinan al-Mukhtar. Ada dari keluarga Abbas yang melakukan aliansi dengan kubu Abu Muslim al-Khurasani dari Khurasan, Persia.
7. Kelompok Khawarij yang sudah sejak lama amat sangat gigih menentang Bani Umayyah dan selalu memanfaatkan waktu tertentu untuk melakukan pemberontakan. Ini diawali sejak selesainya perundingan Shiffin yang menghasilkan kesepakatan namun merugikan pihak Ali, sehingga kaum Khawarij mulai membuat kubu di Kuffah.