Senin, 21 Mei 2018

IJTIHAD DAN KONDISI HUKUM ISLAM MASA RASULALLAH SAW

Kedatangan Nabi Muhammad Saw dalam masyarakat Arab menyebabkan kristalisasi atau perbaikan dalam konsep ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Arab, termasuk pada saat itu.
Nabi berhasil memenangkan hati bangsa Arab dan sangat dipercaya disebabkan karena kemampuannya dalam memodifikasi/memperbaharui jalan hidup orang-orang Arab. Sebagian nilai dan budaya Arab pra-islam diubah dan dikembangkan ke dalam bentuk tatanan moral Islam. Tentu saja pedoman yang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan Al-Qur'an. Atas dasar wahyu yang diturunkan itulah, Nabi menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat pada saat itu. Akan tetapi, ada  kalanya timbul persoalan yang cara penyelesaiannya belum disebut oleh wahyu yang sudah diterima oleh Nabi. Dalam hal ini, barulah Nabi melakukan yang namanya Ijtihad.
Apabila ijtihad yang dijalankan Nabi benar, ketentuan atau hukum yang dikeluarkan itu tidak mendapat teguran dengan turunnya ayat Al-Qur'an. Akan tetapi, jika ijtihad itu tidak benar, ayat Al-Qur'an segera turun untuk memperbaiki dan menjelaskan hukum yang sebenarnya. Contohnya: Ijtihad Nabi mengenai hukuman bagi tawanan perang Badar. Menurut ijtihadnya, hukuman bagi mereka adalah dengan membayar tebusan. Ternyata, pendapat tersebut tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, Allah langsung memperbaiki pendapat tersebut dengan firman-Nya. "Tidak pantas bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan allah menghendaki (pahala) di akhirat (untukmu)." Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah. Niscaya kamu ditimpa siksaan yang berat karena tebusan yang kamu ambil. Qs. Al-Anfal (68-68).
Atas kasus ini, dapat disimpulkan bahwa ijtihad yang dilakukan Nabi bisa saja tidak tepat sasaran. Bila hal itu terjadi, wahyu segera turun untuk menginformasikan bahwa ijtihad yang dilakukannya perlu diperbaiki.
Dalam kasus-kasus tertentu, Nabi berijtihad meskipun makna ijtihad pada masa Nabi berbeda. Apa perbedaannya? Menurut Jalaludin Rakhmat, kata 'ijtihad' pada zaman Rasulallah hanya bermakna lughawi, sungguh-sungguh. Intinya adalah ijtihad Nabi tidak seperti ijtihad para ulama di saat sekarang ini. Ijtihad Nabi hanya sebatas wahyu tidak turun, dan ketika turun maka wahyu tersebut menggantikan ijtihad Nabi. Tentu Rasulallah tidak mempunyai pilihan lain kecuali berbuat berdasarkan pendapatnya (ijtihad). Sebagaimana dijelaskan dalam H.R. Abu Dawud : "sesungguhnya aku menetapkan suatu hukum diantara kamu berdasarkan pendapatku, selama wahyu belum turun kepadaku tentang masalah itu.
Oleh karena itu, ijtihad Nabi mendapat lindungan dari Tuhan dan jauh dari kesalahan. Meskipun sulit untuk melihat apakah itu bentuk kesalahan atau tidak, secara historis, Rasulallah telah terbukti melakukan ijtihad dalam berbagai masalah yang tidak ada ketentuannya secara pasti dalam Al-Qur'an yang diwahyukan. Ijtihad yang dilakukan Nabi tersebut kemudian diwariskan kepada para generasi selanjutnya melalui sunnah Nabi yang terkandung dalam hadis secara verbal (ucapan, ungkapan).
Selanjutnya terjadilah ijtihad di kalangan para sahabat yang mana beliau tidak mencegah ataupun menyanggah mereka. Artinya, diamnya Nabi merupakan ijtihad untuk tidak melarang sahabat-sahabatnya untuk berijtihad. Adapun jenis kasusnya ialah, seperti:
1. Seorang sahabat pernah junub (hadas besar) dalam keadaan tidak ada air, sementara dia tidak tahu bagaimana cara bertayamum. Lalu dia celupkan dirinya dalam debu. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi Saw, beliau bersabda : "sesungguhnya sudah cukup bagimu bertayamum dengan cara begini."
2. Ketika Nabi bersama para sahabat dalam perjalanan pulang dari perang Ahzab, beliau menginstruksikan kepada mereka agar shalat ashar dilaksanakan di Bani Quraizhah. Sebagian diantara mereka tetap melaksanakan shalat ashar di perjalanan dan sebagian mengikuti instruksi beliau. Ketika peristiwa itu disampaikan kepada Nabi Saw, beliau tidak menyalahkan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa konsep Ijtihad pada masa Nabi secara umum lebih mirip dengan tasyri'. Jika hal ini dikaitkan dengan diri Nabi Saw, paling tidak ada dua hal yang perlu dikemukakan yaitu:
1. Beiau menetapkan hukum bagi suatu peristiwa berdasarkan petunjuk wahyu yang diturunkan secara bertahap sesuai kebutuhan yang ada atau wahyu tersebut berkenaan dengan masalah yang dihadapi Nabi Saw.
2. Beliau menerapkan suatu hukum peristiwa yang muncul berdasarkan petunjuk umum syariat yang difahami dari Al-Qur'an ketika wahyu tidak diturunkan atau tidak secara langsung berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi, sedangkan para sahabat berusaha memahami atau menerapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan petunjuk sunnah Nabi yang didasarkan pada Al-Qur'an.
Pada masa Nabi Muhammad Saw pertumbuhan fiqih mulai berkembang dan membentuk dirinya menjelma ke dalam perwujudan. Karena persoalan yang muncul dikembalikan kepada Nabi untuk diselesaikan, Nabi menjadi satu-satunya sumber hukum. Dalam artian, secara langsung pembuat hukum adalah Nabi sedangkan Tuhan membuat hukum secara tidak langsung. Hal ini karena tugas nabi dimana ia adalah penyampai dan pelaksana hukum yang ditetapkan Allah Swt.
Masa Nabi terbagi menjadi dua periode yakni:
A. Periode Makkah yang berlangsung selama 12 tahun dan beberapa bulan semenjak wahyu pertama hingga Nabi berhijrah ke Madinah. Dalam periode ini Nabi telah memfokuskan perhatiannya pada perbaikan kepercayaan masyarakat Arab dengan menanamkan aqidah (tauhid) ke dalam jiwa mereka serta memalingkannya dan memperhamba diri kepada Allah Swt. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan di Makkah sebelum hijrah berisi larangan untuk tidak menyekutukan Allah, menyeru mereka dengan menerangkan nabi terdahulu dan sejarah dari umat-umat yang lalu, serta mengajarkan mereka untuk meninggalkan tradisi-tradisi buruk yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, dan mengajarkan mereka untuk bersikap baik terhadap sesamanya. Muhammad Hadlori, periode Makkah dapat dilihat dari ayat-ayatnya:
1. Ayat-ayat makiyah tidak menjelaskan secara rinci tentang aspek hukum, tetapi terfokus pada tujuan agama.
2. Penegakan dalil-dalil keberadaan Tuhan.
3. Peringatan akan azab-azab Allah dan sifat-sifat hari kiamat.
4. Mengajak pada akhlak mulia.
5. Berkenaan dengan umat terdahulu yang ditimpa musibah karena tidak taat kepada para nabi sebelumnya
B. Periode Madinah, berlangsung selama 10 tahun, sejak Nabi hijrah sampai beliau wafat pada tahun 11 hijriah. Pada periode ini umat islam berkembang dengan sangat pesat.  Kemudian dibuat peraturan-peraturan yang mengatur segala keperluan mereka, baik yang berhubungan dengan pribadi maupun yang berhubungan dengan masyarakat. Hukum yang disyariatkan pada fase Madinah ialah:
1. Muamalat
2. Jihad
3. Jinayat
4. Mawaris
5. Wasiat
6. Thalaq
7. Sumpah
8. Peradilan
Analisis G.E. Von Grunebaum, menjelaskan bahwa di akhir tahun masa Nabi, beberapa hukum keluarga, baik dalam periode Makkah maupun Madinah yakni:
1. Pembatasan poligami dalam struktur keluarga jalur bapak.
2. Pengaturan kewarisan yang difokuskan pada hak individu.
3. Pembentukan adat yang religius dan pada saat yang sama diperkenalkan pelarangan tradisi penyembahan berhala dan minuman keras. Dan larangan memakan babi.
4. Tradisi sunatan diizinkan dan selanjutnya menjadi ajaran penting dalam islam.
5. Perubahan kalender tahunan dari tradisi ke kalender komariah dan tahun berdasarkan perputaran matahari.
6. Praktik shalat dan penyempurnaan haji.

Ada tiga aspek yang bisa disimpulkan dari proses pengembangan syariat pada periode Nabi Muhammad Saw, yakni:
1. Metode dalam penerapan hukum. Ketika Nabi shalat para sahabat melihat nabi dan menirukannya tanpa menanyakan lebih dalam tata cara shalat.
2. Sebagian disyariatkan, sebagian tidak. Yang disyariatkan, Seperti: Tauhid, ibadah, dan berbagai larangan lainnya.
3. Turunnya syariat secara bertahap, seperti: shalat disyariatkan pada malam isra'Mi'raj, azan pada tahun pertama hijriah, puasa, shalat led, kurban, dan zakat pada tahun kedua, hukum wariz pada tahun ketiga, dan seterusnya.




Referensi
Al-Qardlawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syariat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Dedi Supriyadi, M.Ag. 2002. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

PERBAIKAN HUKUM SETELAH ISLAM DATANG

A. Kondisi Sosial Bangsa Arab Sebelum Islam
Dahulu, sebelum islam masuk dan berkembang pesat di Negara Arab, kondisi sosial dan budaya mereka sangat memprihatinkan. Dimana, setiap orang bebas melakukan apa saja yang ia inginkan. Aturan hanya berlaku pada kelompok-kelompok suku tertentu saja. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya tindak kriminal yang terjadi di kalangan bangsa Arab.
Pada saat islam belum sampai di Arab, bangsa Arab dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Orang-orang kota atau madani (ahl al-hadaraah/town people) adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian. Mereka juga berpegang teguh pada aturan qabilah atau suku.
2. Orang-orang padang pasir atau penduduk Arab kuno (ahl al-badiyah/the desert dwellers) adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil. Mereka senang berperang, membunuh, dan kehidupannya bergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan. Mereka juga berpegang pada aturan qabilah atau suku dalam kehidupan sosial.
Beberapa sifat bangsa Arab sebelum islam datang:
1. Karakteristik orang arab adalah bangga dan sensitif. Bangga karena bangsa Arab memiliki sastra yang terkenal, kejayaan sejarah Arab, dan mahkota bumi pada masa klasik dan bahasa Arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia.
2. Secara fisik, mereka lebih sempurna dibandingkan orang-orang Eropa di berbagai organ tubuh.
3. Kurang bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi.
4. Faktor keturunan, kearifan, dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh.
5. Mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku (clan).
6. Tidak memiliki hukum yang reguler, kekuatan pribadi, dan pendapat suku lebih kuat dan diperhatikan.
7. Posisi wanita tidak lebih baik daripada binatang. Wanita dianggap barang dan hewan ternak, tidak mempunyai hak. Setelah menikah, suami menjadi raja dan penguasa.
Mushthafa Sa'id Al-Khinn sebagaimana dikutip oleh Jaih Mubarok menyebutkan bahwa bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuk.
Mereka mengenal beberapa macam perkawinan, yaitu:
1. Istibdha, yaitu seorang suami meminta kepada istrinya untuk berjimak dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan tertentu, seperti keberanian dan kecerdasan. Hal ini bertujuan supaya istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh laki-laki yang menyetubuhinya, yang tidak dimiliki oleh suaminya.
2. Poliandri, yaitu beberapa laki-laki berjimak dengan seorang perempuan. Setelah hamil dan melahirkan anak, perempuan tersebut memanggil semua laki-laki yang pernah menyetubuhinya untuk dipilih menjadi bapak dari anak yang dilahirkannya. Laki-laki yang ditunjuk tidak boleh menolak.
3. Maqthu, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya meninggal dunia. Jika seorang anak ingin mengawini ibu tirinya, ia melemparkan kain kepada ibu tirinya sebagai tanda bahwa ia menginginkannya, sementara ibu tirinya tidak mempunyai kewenangan untuk menolak.
4. Badal, yaitu tukar menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan memuaskan hubungan seks dan terhindar dari rasa bosan.
5. Sighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Abdur Rahim dalam buku Kasf Al-Gumma, menjelaskan beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum datangnya islam, yaitu:
1. Bentuk perkawinan yang diberi sanksi oleh islam, yakni seorang meminta kepada orang lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip kawin kontrak).
2. Prostitusi sudah dikenal. Dilakukan kepada para tamu. Jika wanitanya hamil, ia akan memilih di antara laki-laki yang mengencaninya sebagai bapak dari anaknya yang dikandung.
3. Mut'ah adalah praktik yang umum dilakukan oleh bangsa Arab sebelum islam.
Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa kondisi sosial Arab sebelum islam cenderung primitif. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang-orang arab merupakan golongan orang jahiliyah yakni orang yang menyembah berhala, memakan mayat binatang, melakukan amoral, meninggalkan keluarga, dan melanggar perjanjian perkawinan dengan sistem mencari keuntungan yang dilakukan kepada orang yang lemah.
B. Implementasi Adat Bangsa Arab Sebagai Sumber Hukum
Definisi adat di sini berbeda dengan definisi adat yang diakui oleh islam. Dimana, sistem kekuasaan didasarkan pada pendapat-pendapat anggota suku atau marga dalam komunitas tertentu. Pendapat atau perilaku komunitas tersebut, pada akhirnya menjadi tradisi yang baku pada setiap suku atau ras, yang kemudian diberlakukan kembali kepada anggota atau suku tersebut.
Hal itu terbukti, dalam analisis dari berbagai pola dan sistem, seperti perkawinan, ekonomi, sosial digunakan dalam menjalankan sistem kekuasaan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa, sejak masa awal pembentukan hukum islam, kriteria adat lokal justru cukup kuat untuk mengalahkan praktik hukum yang dikabarkan berasal dari Nabi sendiri. Misalnya, dalam hukum pidana, hukuman qisas dan pembayaran diat di adopsi dari praktik masyarakat Arab pra-islam. Al-Qur'an maupun  praktek Nabi boleh jadi telah memperkenalkan beberapa modifikasi atau perubahan terhadap praktek hukuman ini, tetapi ide utama dan prinsip yang mendasarinya tidak bersifat baru dan telah lama dipraktikkan jauh sebelum islam muncul.
Pembahasan adat terus berkelanjutan sejak awal sejarah islam apakah ia dapat dipertimbangkan menjadi salah satu sumber penetapan hukum dalam islam. Menurut Joseph Schacht, secara teoritis adat tidak diakui sebagai salah satu sumber dalam Jurisprudensi islam. Akan tetapi, dalam praktiknya, adat memainkan peranan yang sangat penting dalam proses kreasi hukum islam dalam berbagai aspek hukum yang muncul di negara-negara islam. Peran aktual adat dalam penciptaan hukum senantiasa terbukti lebih penting daripada sekedar teori semata.
Atas dasar-dasar itulah, para ahli hukum islam pada perjalanan waktu berikutnya memformulasikan kaidah hukum, yaitu adat yang dapat menjadi sumber penetapan hukum islam (al-adat Muhakkamat). Para fukaha berikutnya kemudian membatasi peran adat dengan berbagai persyaratan agar falid menjadi bagian dari hukum islam, yakni:
1. Adat harus secara umum dipraktikkan oleh anggota masyarakat jika dikenal secara umum oleh semua lapisan masyarakat, atau dipraktikkan oleh sebagian kelompok tertentu.
2. Adat harus berupa suatu kebiasaan yang sedang berjalan dalam masyarakat pada waktu akan dijadikan sebagai hukum.
3. Adat harus dipandang tidak sah jika bertentangan dengan ketentuan yang jelas dari Al-Qur'an dan Hadits.
4. Dalam hal perselisihan, adat hanya akan dipakai ketika tidak ada penolakan yang jelas dan tegas untuk menggunakan adat dari salah satu pihak yang terlibat.




Referensi
Al-Hashari, Ahmad. t.t. Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. Beirut: Maktabah Al-Kuliah Al-Wujriyah.
Dedi Supriyadi, M.Ag. 2002. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Jumat, 11 Mei 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM MASA USMAN BIN AFFAN

Siapa yang tidak mengenal khalifah Usman bin Affan, yang dalam pemerintahannya, ia merupakan pemimpin yang terkenal paling lemah. Khalifah Usman dianggap satu-satunya khalifah yang hanya mementingkan keluarganya. Dilihat dari anggota keluarganya yang hampir semuanya memiliki atau memperoleh jabatan di dalam pemerintahan Usman tersebut. Para pembaca sejarah, seperti kita-kita ini mungkin menganggap bahwa sebenarnya Usman tidaklah layak dijadikan Khalifah karena sikapnya yang seperti itu.
Namun, perlu kita ketahui bahwa, keluarga usman merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga mereka dijadikan pejabat negara dan juga mereka sangat ahli dalam bidang pemerintahan. Jadi, tidaklah salah apabila keluarga Usman dijadikan anggota pengurus dalam menjalankan roda pemerintahan. Perlu untuk kita ketahui juga bahwa pada saat Usman memerintah, ada seorang aktor intelektual yang bernama Abdullah bin Saba yang selalu menciptakan provokasi. Banyak wilayah yang pernah ia tempati namun sering kali diusir dan bahkan diasingkan disebabkan karena sikapnya yang selalu menjadi pengacau. Nah, ketika ia diasingkan ke wilayah Mesir, dimana pada saat itu Usman memerintah. Di sana pula ia melanjutkan propagandanya, dialah biang penyebab rakyat mulai membenci cara Usman memerintah karena hanya keluarganya saja yang terjun dalam ranah pemerintahan. Usman difitnah macam-macam. Baiklah, untuk lebih mendalami cerita perjalanan hidup Usman, mari simak penjelasan selengkapnya.
Usman bin Affan atau Usman bin Affan bin Abi Al-'As bin Umayyah bin Umawy Al-Qurasy, di panggil Abu Abdullah, dan bergelar Zu Al-Nurain (pemilik dua cahaya), karena mengawini dua putri Rasulallah Saw ; Ummu Kalsum dan saudaranya. Usman bin Affan lahir di Mekkah. Usman termasuk dalam keluarga besar Umayyah dari suku Quraisy dan silsilah pertaliannya dengan Rasulallah Saw ialah pada generasi kelima. Dalam peranan politiknya, Bani umayyah berada di bawah Bani Hasyim dan mereka pernah dipercayai menjaga bendera Nasional Quraisy sebelum datangnya islam.
Usman bin Affan menggantikan Umar melalui pemilihan oleh sebuah tim yang beranggotakan enam orang, yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf. Penentuan siapa yang menjadi pengganti Umar berjalan lambat. Namun, setelah bermusyawarah yang lumayan menghabiskan banyak waktu untuk berunding maka mengerucutlah dua nama yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Akhirnya tim tersebut menyetujui bahwa Usman yang menjadi khalifah.
Praktik pemilihan seperti ini tergolong baru dan berbeda dengan cara penetapan khalifah terdahulu. Dari segi praktik politik modern, model seperti ini bisa dikategorikan sebagai pemilihan yang Demokratis.
Pada saat Usman menjadi khalifah, ia sudah mencapai usia 70 tahun. Perpindahan jabatan khalifah dari Umar ke Usman merupakan suatu bentuk perubahan sikap kepemimpinan yang awalnya penuh dengan ketegasan, keradikalan, dan tanpa kompromi menjadi pemerintahan yang penuh dengan kelembutan, kelunakan, dan ketidak tegasan. Usman sendiri adalah seorang saudagar yang kaya raya. Ia merupakan pemimpin yang shaleh, pemurah, dan tawadhu. Namun kekayaannya habis diinfakkan di jalan Allah (fi sabilillah).
Kebijakan umum yang diterapkan oleh Usman dalam bidang perekonomian dan ketertiban negara ialah, sebagai berikut:
1. Dalam rangka mengembangkan sumber daya alam, dilakukan pembuatan saluran air, jalan dibangun, pohon-pohon dan buah-buahan ditanam.
2. Membentuk organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
3. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
4. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan masa Umar dari 9 juta dirham menjadi 50 juta dirham.
5. Di Mesir, ketika angkatan laut Byzantium memasuki Mesir, kaum Muslim pada awal pemerintahan Usman, mampu mengerahkan 200 kapal dan berhasil memenangkan peperangan laut yang sangat hebat.
6. Mulai membangun angkatan laut, yang kemudian berhasil menaklukan Pulau Siprus dan Rhodes. Ide Usman membangun angkatan laut dilatar belakangi oleh adanya serangan-serangan angkatan laut Romawi di wilayah Syam dan akhirnya Muawiyah mengirim angkatan laut ke Pulau Siprus dan berhasil mengalahkan Romawi di sana dan memaksa rakyat di pulau itu untuk membayar upeti kepada kekhalifahan.
7. Kaum muslimin membangun supremasi kelautan di wilayah Mediterania, Laodicea, dan wilayah semenanjung Syria, Tripoli dan Barca.
8. Pelabuhan pertama islam terletak di Afrika Utara.
9. Khalifah Usman tidak mengambil upah dari kantornya, bahkan ia menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal ini bermula ketika terjadi kesalahfahaman dengan Abdullah bin Irqam (bendahara baitul mal saat itu).
10. Mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
11. Dalam hal pengelolaan zakat, pemilik harta diberikan kebebasan untuk mengelola hartanya sendiri (dibebaskan zakat terhadap harta terpendam).
12. Dalam hubungannya dengan zakat dalam sambutan Ramadhan biasanya Usman selalu mengingatkan "Lihatlah bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki harta dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki apa yang dia utang dan membayar zakat untuk harta yang masih tersisa."
13. Menaikkan dana pensiun sebesar 100 Dirham dan memberikan ransum/tambahan pada masing-masing pensiunan berupa tambahan pakainan.
14. Memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan ke Masjid untuk fakir miskin dan musafir.
15. Usman berhasil menyusun mushaf al-Qur'an. Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek khalifah sebelumnya, Abu Bakar dan Umar. Kalau pada masa Abu Bakar berhasil dikumpulkan seluruh ayat al-Qur'an dan pada masa Umar seluruh ayat berhasil ditulis ulang, di masa Usman semuanya itu berhasil dibukukan dalam bentuk mushaf.

Usaha-usah pembebasan wilayah (alfutuhat) pada masa Umar yang dilanjutkan kembali oleh Usman ialah:
1. Berhasil membebaskan daerah-daerah seperti: Barqah, Tripoli bagian barat, Nubia (daerah di utara Sudan), dan Tunisia, yang semuanya terletak di Afrika Utara.
2. Dalam perluasan ke arah timur, pasukan islam dapat mendudukan Armenia utara, beberapa bagian dari Tabaristan yang belum ditaklukan sebelumnya, daerah-daerah di sebrang Sungai Jihun, Baktria, Kabul, Ghazna, dan Turkistan, yang semuanya terletak di Asia Tengah.

Akhir hayat Usman diawali ketika pada saat berbagai utusan dari Kuffah, Basrah, dan Mesir, datang menemui Usman agar memecat para gubernurnya yang notabeni adalah kerabat-kerabat sendiri, tetapi Usman menolak. Mereka kemudian mengepung rumah Usman dan menuntut pengunduran diri, Usman juga menolak. Pengepungan terus berjalan sampai beberapa hari.
Sebagian di antara mereka memaksa masuk ke dalam rumah untuk kemudian membunuhnya. Ini terjadi pada Dzulhijjah 36 H/17 juni 656 M, pada saat beliau berumur 82 tahun dan kekhalifahannya berlangsung selama dua belas tahun kurang dua belas hari. Usman dibunuh oleh orang-orang Muslim sendiri dan diatur secara terorganisir. Jenazahnya dimakamkan di Baqi' waktu malam hari.




Referensi
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawalipers, 1993).
Prof Dr Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta: PUSTAKA INTERMASA, 2009).

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM MASA UMAR BIN KHATTAB

Tahukah anda siapa itu Umar bin Khattab,
apakah kalian pernah mendengar nama tersebut?
Atau mungkin kalian sering mendengar nama itu, sehingga tidak asing untuk di ingat?
Mungkin bagi sebagian orang yang senang menonton film barat yang dikemas dengan sejarah, tidak asing lagi mendengar sebutan nama Umar!
Umar ini merupakan salah satu tokoh dunia yang menjadi satu dari sekian banyak inspirasi penulis sejarah dunia. Umar merupakan pemimpin yang terkenal sangat tegas, adil, dan berani. Sehingga semua jalan hidupnya ditelusuri dan diambil untuk diteladani dan juga dijadikan film yang biasa ditonton kebanyakan kita yang berjudul "OMAR."  Film Omar ini merupakan film yang menggambarkan watak dari seorang pemimpin yang berwibawa. Tapi ingatlah bahwa tidak semua isi film tersebut adalah benar, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa: Di dalam islam, tidak diperkenankan untuk umat menampakkan dengan sengaja  hal-hal yang berbau negatif dan yang tidak layak untuk diperlihatkan. Untuk itu, sekarang akan diulas tentang Umar bin Khattab berdasarkan peristiwa sejarahnya dan bukan berdasarkan peranannya di dalam film Omar.
Sebelum kita beranjak ke pembahasan yang lebih jauh, sebelumnya kita perlu mengetahui asal usul Umar bin Khattab. Bagaimana sehingga bisa-bisanya ia menjadi seorang pemimpin besar pada masanya.
Umar bin Khattab atau Umar bin Al-Khattab bin Naufal bin Abd Al-Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qart bin Razah bin Adi bin Ka'ab bin Luay bin Al-Adawi Al-Qurasy. Nama panggilannya adalah Abu Hafsah, bergelar Al-Faruq. Al-Faruk memiliki makna yakni membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Dilahirkan di Mekkah tahun 40 sebelum hijriah. Silsilahnya berkaitan dengan Rasulallah Saw pada generasi kedelapan. Salah satu dari tujuh belas orang Mekkah yang terpelajar ketika kenabian dianugrahkan kepada Al-Amin. Umar masuk islam pada saat berumur 27 Tahun.
Umar bergelar Amirul Mukminin, ia tidak berani memakai gelar Khalufatu Khalifati Rasulillah, alasannya tidak terlalu jelas. Menurut Ibnu Sa'ad, yang dikutip Hitti, menyebutkan "karena terdengar terlalu panjang, dan akhirnya dipendekkan."
Jika Khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dipilih berdasarkan penerimaan aklamasi, maka berbeda halnya dengan Umar bin Khattab yang langsung dipilih oleh Abu Bakar ketika masih menjabat sebagai Khalifah.
Umar bin Khattab menggantikan Abu Bakar dengan meraih sejumlah prestasi yang bisa dikatakan sangat gemilang. Dimana pada saat itu, gelombang pembebasan beberapa wilayah islam berhasil dilakukan. Hal ini diakibatkan kekalahan tentara Byzantium di pertempuran Yarmuk di daerah Syam. Adapun wilayah yang dibebaskan ialah: Kota Damaskus dan Ibu Kota Syam pada 635 M dan setahun setelahnya.
Beikut adalah kumpulan wilayah yang berhasil direbut dan ditaklukan oleh Umar bin Khattab, yaitu:
1. Babilon di Mesir yang dipimpin oleh Amr bin 'Ash pada 640 M. Sementara itu, tentara Byzantium di Heliopolis dikalahkan dan Aleksander kemudian menyerah pada tahun 641 M.
2. Irak di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqash. Al-Qaddisiyah, suatu kota dekat Al-Hirah, di Irak jatuh di tahun 637 M.
3. Dari Irak kemudian serangan dilanjutkan ke al -Madain (Cteshipon) berhasil ditaklukan.
4. Ibu kota Persia juga dapat dikuasai pada tahun 637 M.
5. Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai pada tahun 641 M.
Perluasan wilayah islam terjadi sangat pesat. Mesir ditaklukan oleh Islam seutuhnya kemudian dibangun kota-kota yang menjadi markas dari tentara islam, karena terlalu jauh untuk kembali ke Madinah.
Prestasi Umar amat gemilang bukan hanya dalam bidang pembebasan wilayah baru ke pangkuan islam, melainkan juga dalam aspek-aspek yang lain.
Berikut, kumpulan kebijakan Umar ibn Al-Khattab, yakni:
1. Menyusun dewan-dewan dalam pemerintahan
Mendirikan Baitul Mal. Didirikan untuk pencatatan administrasi yang rapih dan terstruktur. Baitul Mal didirikan pada masing-masing provinsi. Harta baitul mal dilarang untuk dikuasai kepentingan-kepentingan pribadi. Pendistribusian harta dalam baitul mal tidak dilakukan dengan sewenang-wenang. Untuk itu, Umar mendirikan beberapa departemen pemerintahan untuk membantu proses pengalokasiannya:
Adapun macam-macam departemen tersebut ialah:
     a. Departemen pelayanan militer, tugasnya ialah mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
     b. Departemen kehakiman dan eksekutif, tugasnya iyalah bertanggung jawab pada pembayaran upah para qadhi.
     c. Departemen pendidikan dan pengembangan islam, tugasnya iyalah mendistribusikan kekayaan negara untuk dakwah agama islam dan pengajaran agama islam.
     d. Departemen jaminan sosial, tugasnya yaitu mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
2. Membuat mata uang emas. Penetapan standar mata uang di negara islam sesuai dengan bobot dan karat dari mata uang emas dan perak.
3. Membentuk korps tentara untuk menjaga tapal batas.
4. Mengatur gaji.
5. Mengangkat hakim-hakim.
6. Mengatur perjalanan pos.
7. Menciptakan tahun Hijriah.
8. Mengontrol hisbah. Hisbah adalah pengawasan terhadap pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, pengawasan terhadap tata tertib kesusilaan, sampai pengawasan terhadap kebersihan jalan.
Sumber penerimaan negara yakni:
1. Al-Kharaj, Jizyah (zakat atas kuda, karet, madu), Ushr (pajak perdagangan).
Khalifah umar memberikan tunjangan kepada para pejuang islam, diantaranya ialah:
1. Aisyah bin Abbas bin Abd Muthalib, masing-masing 12.000 Dirham.
2. Istri Nabi selain Aisyah, masing-masing 10.000 Dirham.
3. Ali, Hasan, Husein, dan para pejuang Badar, masing-masing 5.000 Dirham.
4. Para pejuang Uhud dan imigrasi ke Habsyah, masing-masing 4.000 Dirham.
5. Pejuang Fathu Mekkah dan Muhajirin, masing-masing 3.000 Dirham.
6. Putra-putra pejuang Badar, orang-orang yang memeluk islam saat fathu Mekkah, Anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, pejuang perang qadisyah, dan orang-orang yang menghadiri perdamaian Hudayybiyah, masing-masing 2.000 Dirham.
Umar membagi kekuasaan islam, yang berpusat di Madinah , ke dalam beberapa provinsi yaitu : Mekkah, Madinah, Syam, Jazirah, Basra, Kufah, Mesir, dan Palestina. Tugas-tugas pemerintah di kawasan itu dipercayakan kepada para gubernur. Kedudukan gubernur merupakan wakil khalifah di Madinah.
Dalam memelihara keutuhan negara, dimana diperlukan adanya kekuatan militer yang tangguh dan berkelanjutan, umar mulai membentuk tentara reguler dengan sistem imbalan oleh negara dari Baitul mal. Baitul mal dalam hal ini memiliki fungsi sebagai kas negara dan pusat perbekalan negara. Dalam hal ini terkenal Diwan Umar yakni orang-orang dalam laskar yang diatur menurut suku masing-masing yang bertugas untuk:
1. Memberikan penetapan jumlah gaji yang harus diterima.
2. Menjelaskan pengelompokan jumlah gaji berdasarkan masa waktu mereka memeluk islam.
Gaya hidup Umar bin Khattab dan cara memimpinnya yaitu:
1. Terkenal sederhana dan merakyat.
2. Sering melakukan inspeksi mendadak ke daerah-daerah perkampungan untuk melihat dari dekat rakyat yang dipimpinnya.
3. Tidak pernah pandang bulu untuk menegakkan hukum.
4. Tidak memberikan hak istimewa tertentu.
5. Tidak seorang pun pejabat di pemerintahannya yang mendapat pengawal.
6. Tidak ada istana, tidak ada pakaian kebesaran, baik untuk Umar sendiri maupun bawahan-bawahannya, sehingga tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat.
7. Mereka (para pejabat negara) dapat dihubungi setiap waktu oleh rakyat.
8. Dalam berijtihad, Umar terkenal sebagai sosok yang intelektual. Sekalipun sangat hormat terhadap Nabi, namun ia tidak segan-segan untuk mendiskusikan gagasan atau tindakan Nabi jika dirasa olehnya Nabi bersikap dan bertindak atas kemauannya sendiri.
Ada beberapa kasus keputusan Nabi yang ditanggapi Umar sampai-sampai diabadikan dalam Al-Qur'an
1. Ketika tawanan Perang Badar diputuskan oleh Nabi untuk dikembalikan ke Mekkah, di mana Umar berpendapat bahwa tawanan itu lebih baik dieksekusi dengan hukum bunuh. Maka turunlah surat al-Anfal (8) ayat 67-68.
2. Ketika Umar mengusulkan agar makam Nabi Ibrahim dijadikan tempat shalat. Maka turunlah surat al-Baqarah (2) ayat 125.
3. Ketika Umar mengusulkan agar istri-istri Nabi memakai hijab. Maka turunlah surat al-Ahzab (33) ayat 53 tentang hijab.
4. Ketika istri-istri Nabi dengan perasaan cemburu berkumpul di hadapan Nabi, Umar berkata kepada para istri itu, "jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu." Maka turunlah surat at-Tahrim (66) ayat 5.
5. Umar pernah tidak membagikan zakat kepada salah satu mustahik yang disebut dalam surat at-Taubah (9) ayat 60, yaitu kaum muallaf. Umar berpendapat, waktu Nabi masih hidup, orang-orang mualaf diberikan zakat dengan tujuan untuk memperkuat islam. Namun keadaan sudah berubah dengan telah kuatnya islam.
Kasus lain ialah:
1. Ketika menjadi khalifah, umar pernah tidak mempraktikkan hukum potong tangan bagi pencuri dengan alasan situasi sedang paceklik. Pencuri yang ia bebaskan dari potong tangan didorong oleh kebutuhan membela diri dari kelaparan.
2. Pada saat terjadi penaklukan atas Irak, Mesir, dan Syam, di mana umar tidak membagikan tanah-tanah itu sebagai rampasan perang kepada para tentaranya. Alasannya, siapa yang akan menjamin hidup janda-janda mereka yang suaminya tewas berperang bersama pasukan islam itu.
Sekalipun Umar merupakan pemimpin yang amat tegas dan berani, namun Umar mengakhiri hidupnya dengan sangat tragis lantaran terbunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu'luah. Tragedi itu terjadi sewaktu penduduk tengah berkumpul untuk menjalankan Shalat Subuh, Abu Lu'luah masuk ke tengah-tengah mereka . Ketika khalifah Umar memasuki masjid, ia menyerbu dan menikamnya dengan sebuah pisau tajam dan dengan cepat melarikan diri. Pembunuhan tersebut di duga bermotif dendam akibat penaklukan atas Persia yang dilakukan pasukan islam pada masa Umar. Umar memerintah paling lama dibandingkan tiga khalifah lain, yaitu sepuluh tahun enam bulan. Namun demikian, kita sebagai generasi muda patut mencontoh cara Umar memimpin. Ia memimpin dengan sangat luar biasa. Kita tidak perlu bersikap dan berjiwa kepemimpinan saat kita telah mempunyai kedudukan. Namun akan lebih baik dan lebih bijaksana lagi apabila kita memulainya pada saat ini juga, selagi kita masih bisa berjuang dan mengibarkan kedamaian. Jangan tunggu sampai rambutmu dipenuhi dengan uban.



Referesi
Black, Antony, Pemikiran Politik Islam., terj.Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2006).
Nu'mani, Syibli, Umar yang Agung, terj. KarsidjoDjojosuwarno (Bandung: Pustaka, 1981).

Rabu, 09 Mei 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SYARI'AH MASA KHULAFA URRASYIDDIN "ABU BAKAR"

Pembinaan yang dilakukan Nabi terhadap para sahabat telah menghasilkan kader-kader militan yang siap menjadi mujahid kapan dan di mana pun. Era empat sahabat pada khalifah ini amat menentukan bagi penegasan entitas dan identitas politik islam serta perluasan dakwah islam di berbagai belahan dunia di luar Jazirah Arab. Era ini merupakan embrio terwujudnya kekuasaan islam yang meraksasa, yang di masa berikutnya kelak menjadi sebuah imperium.
Sepeninggalan Nabi, muncul problem tentang siapa yang pantas menggantikan Nabi. Hal ini mengingat Nabi tidak meninggalkan wasiat mengenai pergantian kepemimpinan atau suksesi. Kelompok Muhajirin dan Anshar masing-masing mengklaim bahwa diri merekalah yang paling berhak menggantikan posisi Nabi. Pembicaraan soal penggantian Nabi berlangsung di Saqifah Bani Saidah, yakni pada saat Jenazah Nabi masih diurus. Dari kalangan Anshar, perbicara Sa'id bin Ubadah yang sekalius dicalonkan sebagai pengganti Nabi.
Ketika peristiwa itu berlangsung, Umar Bin Khattab mengusulkan Abu Bakar sebagai orang yang paling pantas menggantikan kedudukan Nabi karena faktor kedekatan dan senioritasnya. Lalu Umar pun membaiat Abu Bakar yang kemudian diikuti oleh lainnya. Dengan demikian, proses pemilihan Abu Bakar dilakukan secara aklamasi oleh perorangan, yaitu Umar bin Khattab lalu disetujui oleh kaum Muslimin. Pembaiatan Abu Bakar pun dilakukan sekali lagi di Masjid Nabawi. Peristiwa ini kemudian disebut al-bai'ah al-'ammah (baiat umum).
ABU BAKAR DAN SITUASI SULIT YANG DIHADAPI
Riwayat hidup Abu Bakar sendiri amat jelas tercatat dalam catatan sejarah. Nama sebenarnya adalah Abdullah bin Quhafah at-Tamimi. Ia merupakan keturunan Tamim bin Murrah bin Ka'b bin Luay bin Ghalib bin Fihr al-Quraisyi. Ibunya bernama Ummu Khair Salma Binti Sakhr Bin Amir, keturunan Taib bin Murrah bin Ka'b. Silsilah kedua orang tuanya bertemu dengan garis nenek moyang Nabi Muhammad Saw pada Murrah bin Ka'b.
Abu bakar dilahirkan pada tahun kedua setelah peristiwa penyerangan pasukan Abrahah ke Ka'bah. Dengan demikian, usianya lebih muda dari usia Nabi Saw. Ia biasa dipanggil Abdul Ka'bah. Kemudian setelah masuk islam, Nabi menggantinya dengan sebutan Abdullah. Sebutan "Abu Bakar" merupakan nama panggilan (kunyah).
Alasannya menurut syalabi, karena ia adalah orang yang paling pertama ( istilah lain "pagi-pagi" atau "paling dini") masuk islam sebelum yang lain. Ada juga yang mengatakan, nama itu dikaitkan dengan anak perempuannya yang masih gadis, yaitu Aisyah, istri nabi yang satu-satunya yang bukan janda ( nama asinya Abu Bikr, artinya 'ayah si gadis'). Ia digelari as-Shiddiq, artinya yang selalu membenarkan. Pasalnya, ia selalu membenarkan apa yang disampaikan oleh Nabi, terutama pada peristiwa Isra Mi'raj Nabi Saw.
Abu Bakar digelari khalifatu Rasulillah, artinya pengganti Rasulallah. Dapat diduga, istilah khalifah dan khilafah, yang kemudian menjadi sebutan bagi sistem pemerintahan islam waktu itu, berasal dari gelar tadi.
Setelah Abu Bakar menjadi khalifah, banyak yang keluar islam karena mereka merasa perjanjian setia hanya berlangsung ketika Nabi masih Hidup. Alhasil, ketika Nabi wafat, perjanjian itu pun batal. Di antara mereka juga bahkan ada yang mengaku nabi seperti Aswad Ansi, Musailamah al-Kazzab, Tulaihah al-Asadi, dan Sajah. Abu Bakar memerangi kaum Murtad tersebut dalam perang Rid'dah yang banyak menelan korban.
Fakta bahwa terdapat orang-orang yang murtad dari islam dapat dijelaskan dari segi kedangkalan dan motifasi dalam beragama. Sebagian dari mereka memeluk islam tanpa keimanan yang kokoh. Mereka tidak sempat mempelajari islam secara mendalam sehingga ajaran islam belum meresap ke dalam hati sanubari mereka. Selain itu, ada juga yang memeluk islam guna menghindari peperangan melawan kaum muslimin, karena faktor ekonomi lantaran ingin mendapat barang rampasan perang, atau ada juga yang ingin mendapat nama dan kedudukan.
Yang pertama-tama menjadi perhatian Abu Bakar adalah melaksanakan keinginan Nabi yang hampir tidak bisa terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi pasukan di bawah pimpinan Usamah ke perbatasan Syam untuk membalas pembunuhan ayah Usamah, yaitu Zaid, dan kerugian yang diderita umat islam di dalam perang Mu'tah.
Ketika ia tengah mempersiapkan ekspedisi ini, para nabi palsu itu melancarkan serangan ke kota Madinah. Abu Bakar berada di tengah bahaya, baik dari dalam maupun dari luar. Keputusannya adalah mengirim ekspedisi ke Syam sekaligus mempersiapkan pasukan untuk membasmi pemberontakan kaum Murtad.
Banyaknya suku Arab yang melepaskan diri dari islam dan tidak mau mengakui kekhalifahan Abu Bakar dapat diakibatkan oleh tidak cukupnya waktu bagi mereka untuk dapat beradaptasi dengan islam. Pasalnya, mereka adalah orang-orang yang baru memasuki islam.
Belum cukup waktu bagi Nabi dan para Sahabat untuk mengajari mereka ihwal prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam. Memang, suku-suku Arabia dari padang pasir yang jauh itu telah datang kepada Nabi dan mendapat kesan mendalam tentang islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di tengah samudra. Di dalam waktu beberapa bulan tidaklah mungkin bagi Nabi dapat melakukan pembinaan atau pendidikan yang efektif untuk masyarakat yang terpencar di wilayah-wilayah yang amat luas dengan sarana komunikasi yang sangat minim saat itu.
Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat diantaranya karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan. Selain itu, penyerahan pun ke perbendaharaan pusat di Madinah atau sama saja artinya dengan 'penurunan kekuasaan', suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen. Alasan lainnya adalah disebabkan kesalahan memahami ayat Al-Qur'an yang menerangkan mekanisme pemungutan zakat (surat at-taubah {9}:301). Mereka menduga bahwa hanya Nabi saja yang berhak memungut pajak, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Ketika Abu Bakar merencanakan untuk memerangi, mereka mengajukan alasan bahwa perang tidak sah terhadap mereka yang mengucapkan syahadat. Abu Bakar menjawab bahwa zakat adalah esensi islam yang tidak dapat diabaikan tanpa mengabaikan agama itu sendiri.
Pengembangan wilayah pada masa Abu Bakar meliputi wilayah yang cukup luas. Selain Jazirah Arab yang dapat disatukan kembali setelah munculnya gerakan pembangkang, beberapa daerah di luarnya dapat pula ditaklukan dan dimasukkan ke dalam kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang berhasil ditaklukan adalah Ubullah (Teluk Persia), Lembah Mesopotamia, Hirah, Dumat al-Jandal, sebagian daerah yang berbatasan dengan Palestina, perbatasan Syam, dan sekitarnya. Untuk memudahkan pengelolaan pemerintahan di luar Madinah, Abu Bakar membagi wilayahnya ke dalam beberapa provinsi. Untuk memimpin wilayah provinsi diangkat seorang amir atau wali, di mana wilayah Mekkah dipercayakan kepada Itab bin Asid, Thaif (Usman bin Abi al-Ash), San'a (Al-Muhajir bin Abi Umayah), Hadramaut (ziyad bin Labid), Khaulan (Ya'la bin Umayah), Zubaid dan Rima (Abu Musa al-Asy'ari), Janad (Muaz bin Jabal), Najran (Jarir bin Abdullah), Bahrain (al-Ula bin al-Hadrami), dan wilayah Irak dan Syam dipercayakan kepada para pemimpin militer sebagai wulat al-amr.
Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat pembatasan dengan Persia dan Byzantium, yang pada gilirannya kemudian menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran tersebut.
Tentara Islam di bawah komando Mutsanna dan Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan menaklukkan Hirah, sebuah kerajaan setengah Arab yang menyatakan kesetiaannya kepada kisra Persia, yang secara strategis sangat penting bagi umat islam dalam meneruskan penyebaran agama ke wilayah-wilayah belahan utara dan timur. Sedangkan ke Syam, suatu negeri di utara Arab yang dikuasai Romawi Timur (Byzantium), Abu Bakar mengutus empat panglima, yaitu : Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin 'Ash, dan Syurahbil bin Hasan.
Ekspedisi ke wilayah ini memang sangat besar artinya dalam perkembangan politik islam. Pasalnya, daerah protektorat (negara dibawah perlindungan negara lain) tersebut merupakan front terdepan wilayah kekuasaan islam dengan Romawi Timur. Di samping itu, Syam dianggap sebagai integral dari Jazirah Arab karena para penduduknya bergaul dengan menggunakan bahasa Arab. Secara emosional, hal ini memperkuat ikatan psikologis dengan bangsa Arab.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Abu Bakar untuk menyempurnakan islam adalah:
1. Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat, seperti pada suku Badui.
2. Abu Bakar terkenal dengan keakuratan dan ketelitian dalam mengolah dan menghitung zakat. Yang ditunjukkan dengan mengangkat amil zakat yaitu Anas. Instruksi Abu Bakar: "kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat di gabungkan dan sebaliknya kekayaan yang sudah digabungkan tidak dapat dipisahkan, karena takutnya akan terjadi kelebihan atau kekurangan dalam penerimaan dan pembayaran zakat".
3. Mengembangkan Baitul Mal dan mengangkat penanggung jawab Baitul Mal (sebuah rumah dibangun untuk Baitul Mal).
4. Menerapkan konsep balence Budget Policy pada Baitul Mal.
5. Secara individu, Abu Bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan. Ketika menjelang wafatnya, kebijakan beliau mengembalikan kekayaan kepada negara karena melihat kondisi ekonomi negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Beliau menjual tanah yang dimilikinya dan memberikan hasil penjualan seluruhnya kepada negara.
Abu Bakar hanya memerintah selama 2 tahun 3 bulan. Ia wafat dalam usia 62 tahun. Menjelang wafat, Abu Bakar mengangkat Umar bin Khattab sebagai penggantinya yang lalu disetujui oleh kaum Muslimin. Hal itu dimungkinkan agar tidak menimbulkan kericuhan di kalangan umat dalam menentukan pengganti Abu Bakar.
Kepergian Abu Bakar telah mencatat prestasi tersendiri yang tidak kecil artinya. Dalam masa pemerintahannya yang singkat itu ia telah berhasil memadamkan pemberontakan kaum murtad yang demikian luas dan massal. Ia berhasil memulihkan kembali ketertiban dan keamanan di Jazirah Arab. Selanjutnya, ia pun berhasil membebaskan Lembah Mesopotamia yang di diami suku-suku Arab itu dari kekuasaan imperium Persia, yang sudah sekian abad lamanya berkuasa. Pada saat meninggalnya, pasukan islam telah bersiap-siap membebaskan wilayah Syam (Palestina dan Syam) yang di diami suku-suku Arab itu dari dominasi imperium Romawi, yang juga sudah ratusaan tahun berkuasa.
Masa transisi sepeninggalan Nabi berhasil dilalui oleh Abu Bakar. Abu Bakar berhasil memobilisasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan keamanan negara Madinah, menggalang persatuan umat islam, mewujudkan keutuhan dan keberlansungan negara Madinah dan Islam, serta menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an yang masih berserakan menjadi satu mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya kedisiplinan, kepercayaan, dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritas kepribadian dan kepemimpinannya.
Untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, Abu Bakar mengelola zakat, infak, dan sadakah yang berasal dari kaum Muslimin, Ghanimah harta rampasan perang, dan jizyah dari warga negara non Muslim sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan rakyat yang berhak menerimanya. Abu Bakar sendiri untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya tetap berdagang. Ia tidak mengambil bagian dari baitul mal.




Referensi
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989).
Jamil, Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1984).
Mufrodi, Mas'udi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997).
Nasr, SH, Sains dan Peradaban di dalam Islam, terj. J Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1986).

Selasa, 08 Mei 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM MASA RASULALLAH SAW

Nabi lahir pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Ia dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Mekkah. Kelahirannya bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya bernama Siti Aminah. Ia memilih nama Muhammad yang belum pernah dikenal di kalangan Arab. Nabi di khitan pada hari ketujuh.
Wanita pertama yang menyusui Nabi setelah ibunya adalah  Tsuwaibah, hamba sahaya Abu Lahab, yang kebetulan sedang menyusui anaknya, yang bernama Masruh. Sebelumnya, wanita ini menyusui Hamzah bin Abdul Muttalib.
Tradisi yang berjalan di kalangan Arab yang relatif sudah maju adalah mencari wanita- wanita yang bisa menyusui anak-anak mereka sebagai langkah-langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit menular. Dengan demikian, tubuhnya akan menjadi kuat, otot-ototnya kekar, dan keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab. Itu sebabnya, Abdul Muttalib mencari wanita yang bisa menyusui Nabi, dimana ia lalu meminta wanita Bani Sa'ad yang bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.
Pada masa awal remajanya, Nabi tidak mempunyai pekerjaan tetap. Beberapa riwayat menyebutkan, Nabi bisa menggembala kambing di kalangan Bani Sa'ad dan juga di Mekkah dengan imbalan uang beberapa dinar.
Pada usia 25 tahun, Nabi ikut berdagang ke Syam dengan menjual barang milik Khadijah, seorang wanita terpandang dan kaya raya. Wanita ini memang biasa menyuruh orang lain menjual barang dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada orang itu.
Ketika Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan, kredibilitas, dan kemuliaan akhlak Nabi, maka ia pun mengirim utusan dan menawarkan agar berangkat ke Syam untuk menjalankan barang dagangannya. Ia siap memberikan imbalan jauh lebih besar dari imbalan yang pernah diberikannya kepada para pedagang yang lain. Disebutkan pula, Nabi harus pergi bersama seorang pembantu bernama Maesarah. Nabi menerima tawaran ini. Alhasil, berangkatlah ia ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maesarah.
Setelah tahu keuntungan dagangannya melimpah, Khadijah tertarik untuk menikahinya. Nabi ditawarkan untuk mau menikah degan Khadijah dan ternyata tawaran itu diterima oleh Nabi. Selanjutnya, nabi menemui paman-pamannya. Mereka selanjutnya menemui Khadijah untuk mengajukan lamaran. Setelah semuanya beres, maka perkawinan pun siap digelar.
Pada saat Nabi di Madinah, dua kekuatan yang membentuk masyarakat, yaitu agama dan politik, berada dalam genggaman tangannya secara integratif. Kekuatan agama sangat menentukan karena agama sebagai sumber penggerak dan inspirator bagi segala aspek perjuangannya, sementara kekuatan politik melengkapi kekuatan Nabi untuk merombak masyarakat sesuai yang dipesankan Allah melalui wahyu-Nya.
Bentuk pemerintahan yang dipimpin Nabi di Madinah bukanlah kerajaan atau kekaisaran seperti yang dianut dua kekuasaan yang ada pada waktu itu, yakni kekaisaran Sassaniyah di Persia dan kekaisaran Romawi timur di Byzantium.
Strategi awal yang dilakukan oleh Rasulallah untuk membangun kekuasaannya yang berdasarkan syariat islam ialah:
1. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya di Madinah saat itu.
2. Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di Madinah. Memecahkan permasalahan Muhajirin yang merupakan pengungsi dari Mekkah yang sedikit membawa persediaan ketika hijrah ke Madinah karena tidak diizinkan oleh Rasulallah untuk membawa barang yang banyak apalagi barang-barang berat lainnya. Mereka hanya membawa kebutuhan yang dirasa paling utama oleh Rasulallah.
3. Membuat konstitusi negara yang berisi:
     a. Meyatakan tentang kedaulatan Madinah.
     b. Membangun sikap saling toleransi terutama terhadap agama lain.
     c. Kebeasan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan yang dianut masing-masing pribadi.
     d. Perlindungan terhadap tempat-tempat ibadah dan perlakuan yang sama di depan hukum.
4. Menciptakan kedamaian dalam negara untuk mencapai kedamaian dalam negeri.
5. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
6. Menyusun sistem pertahanan Madinah.
7. Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.
Pemikiran ekonomi Rasulallah SAW pada masa awal pemerintahan islam yakitu:
1. Larangan Najsy, artinya adalah menaikkan harga barang.
2. Larangan ba'i ba'dh' ba'dh, artinya adalah menyebabkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.
3. Larangan Tallaqi Al-Rukban, artinya mencegat orang-orang yang membawa barang dagangannya ke pasar.
4. Larangan ihtinaz dan ihtikar
Ihtinaz maksutnya adalah penimbunan harta berupa emas dan sejenisnya, sedangkan
Ihtikar maksutnya adalah penimbunan harta berupa makanan kebutuhan sehari-hari.
Perkembangan pemikiran pada masa Rasulallah Saw:
1. Kebijakan fiskal pada masa Rasulallah Saw. Unsur-unsur kebijakan fiskal pada masa Rasulallah Saw adalah,
     a. Sistem ekonomi
     b. Keuangan dan pajak
2. Sumber-sumber pendapatan Negara
     a. Pendapatan primer
     a.1. Ghanimah artinya pendapatan yang diperoleh dari hasil peperangan
     a.2. Fa'i artinya harta peninggalan dari suku bani Nadhir yang diperoleh dari pihak nonmuslim tanpa harus melakukan peperangan terlebih dahulu.
     a.3. Kharaj artinya pajak atas tanah yang dipungut dari orang-orang nonmuslim.
     a.4. Waqaf artinya tanah yang diberikan kepada negara dengan tujuan untuk beramal, dengan dikelola dan tidak boleh diserah terima kepada pihak lain untuk tujuan supaya tanah itu dipergunakan demi kesejahteraan masyarakat banyak.
      a.5. Ushr artinya  biaya keluar masuk barang, sekarang biasa disebut dengan istilah beacukai.
      a.6. Jizyah artinya pajak perkepala yang dipungut oleh pemerintah islam dari orang-orang yang bukan islam , sebagai imbalan bagi keamanan yang diberikan kepada mereka dari negara.
     b. Pendapatan sekunder
     b.1. Uang tebusan
     b.2. Pinjaman, baik itu dari pihak muslim dan nonmuslim.
     b.3. Amwal fadhla artinya harta yang diambil dari kekayaan muslim yang meninggal tanpa ada ahli waris.
     b.4. Nawaid artinya pajak yang dikeluarkan muslim yang memiliki kelebihan harta.
     b.5. Shadaqah lain seperti kurban dan kafarat. Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat Ridha Allah Swt.
     b.6. Hadiah artinya akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai bentuk penghormatan atas suatu prestasi. Biasanya yang memberi hadiah pada masa Rasulallah itu ialah seorang pemimpin.
      c. Pendapatan yang diperoleh berdasarkan sumbernya:
      c.1. Dari Muslim berupa: Zakat, ushr, zakat fitrah, waqaf, amwal fadhl, nawaid, shadaqah lain, dan khums (harta karun yang dimiliki sendiri)
      c.2. Dari Nonmuslim berupa: Jizyah, kharaj, ushr 5%
      c.3. Umum berupa: Ghanimah, fa'i, uang tebusan, pinjaman dari muslim atau nonmuslim, dan hadiah dari pemimpin.
Pengeluaran negara pada masa Rasulallah Saw
a. Primer
     a.1. Pembiayaan pertahanan, seperti: persenjataan, unta, kuda dan persediaan.
     a.2. Pembiayaan gaji untuk wali, qadhi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya.
     a.3. Pembayaran upah kepada para sukarelawan.
     a.4. Pembayaran utang negara.
b. Skunder
     b.1. Bantuan untuk orang belajar agama di Madinah
     b.2. Hiburan untuk delegasi (utusan) kenegaraan
     b.3. Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta perjalanan mereka.
     b.4. Pembayaran utang untuk orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
     b.5. Pembayaran tunjangan untuk sanak saudara Rasulallah.
Dalam mengelolah dan mengolah pendapatan dan pengeluaran negara, dibentuklah suatu kantor pusat negara yang disebut dengan Baitul Maal yang sekaligus menjadi tempat tinggal bagi Rasulallah Saw.
Perlu diingat kembali bahwa Muhammad adalah Rasul Allah dan bukan seorang yang mempunyai ambisi kekuasaan ataupun kekayaan yang jika bukan untuk dirinya, untuk keluarga dan keturunannya. Ini terbukti dengan ketika Nabi wafat, beliau tidak mewariskan kepada siapa tongkat kepemimpinan diberikan ketika saat-saat terakhir ia wafat.
Kenyataan bahwa Nabi memimpin kekuasaan agama dan negara sekaligus merupakan implementasi dari ajaran islam yang mengungkapkan kesatuan antar agama dan kekuasaan, antara yang sakral dan profan (sama sekali tidak ada sangkutannya dengan agama), serta antara dunia dan akhirat.
Secara nyata pula Nabi menata hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan antarsesama manusia. Tujuan nabi mengatur hablum minannas masyarakat Madinah adalah untuk menetralisir kekuasaan kelompok-kelompok sosial yang ada yang sering terjerumus ke dalam konflik, serta membimbing mereka agar hidup dalam suasana kerja sama.






Referensi
Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, ter. Baharudin Fannani (Bandung: Rosdakarya, 1995).
Gamal el Din el Syayal, dkk., ed., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan,terj. Ahmad Tafsir (Bandung: Penerbit Pustaka, 1986).
Haikal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah (Bogor: Litera Antarnusa, 2001).

Minggu, 06 Mei 2018

ASAL KATA EKONOMI DAN SYARI'AH LENGKAP

Sebelum kita membahas tentang ekonomi syari'ah, terlebih dahulu kita perlu mengetahui bagaimana proses kemunculan islam terlebih dahulu dan apa peranannya dalam perkembangan dunia hingga saat ini.
Kehadiran islam di pentas dunia telah membawa perubahan besar. Perubahan besar itu mencakup segala aspek: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, intelektual, kebudayaan dan peradaban. Aspek politik telah membawa islam pada kekuasaan yang sangat besar dan kuat. Pengaruh islam telah dengan sangat dominan mewarnai peradaban dunia pada masanya.
Kedigdayaan islam di masa lampau itu kini sudah menjadi sejarah.
Untuk memahami lebih mendalam mengenai islam, terlebih dahulu kita telusuri jenis perekonomiannya.
Apa itu Ekonomi Syari'ah???
Adakah dijelaskan dalam Al-Qur'an mengenai ekonomi syari'ah tersebut?
Baiklah mari kita mengulas lebih dalam lagi tentang Ekonomi Syari'ah!
A. Ada beberapa kata yang maknanya sama dengan Syari'ah yakni:
1. Syari'ah berarti al-'utbah (lekuk-liku-lembah),
2. Al'atabah (ambang pintu dan tangga),
3. Maurid asy-syaribah (jalan tempat peminum mencari air), dan
4. Ath-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus).
Makna maurid asy-syaribah sebagaimana perkataan orang Arab, "(unta keluar menuju sumber air [ untuk diminum])", sedangkan makna ath-thariqah al-mustaqimah sebagaimana firman Allah SWT:
"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (jalan yang lurus) dari urusan agama itu maka ikutilah jalan lurus itu..."
Bentuk-bentuk kata syari'at dalam Al-Qur'an dapat ditemukan dalam lima ayat, yaitu:
1. Q.S. Al-Maidah ayat 48 (syir'ah),
2. Q.S. Al-Jasiyah ayat 18 (syariah),
3. Q.S. Al'-Araf ayat 163 (syurra'a),
4. Q.S. Asy-Syura ayat 13 dan 21 (syara'a, syara'u).
Makna secara praktis, menurut Munawwir, syariah berarti jalan, adat kebiasaan, peraturan, undang-undang, hukum.
Menurut istilah sariah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Syariah secara luas (makna awal). Di dalam Al-Mausauatul Arabiyah Al-Muyassaarah, disebutkan syariah dahulu secara mutlak diartikan,  "ajaran-ajaran islam yang terdiri dari aqidah dan hukum amaliah". Oleh karena itu, yang dimaksut dengan syari'ah adalah peraturan yang telah ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW.  untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu: bidang keyakinan, perbuatan, dan akhlak. Dengan kata lain, menurut Wilfred Cantwell Smith, syariah adalah esensi hukum dalam islam sebagai elaborasi perintah-perintah Tuhan.
Dengan demikian, syariah dalam istilah teknis di atas merupakan syariah dalam arti luas karena tidak hanya mencakup amaliah dan fiqih, melainkan mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan atau dikenal dengan ilmu tauhid, ilmu kalam, dan ilmu tasawuf (akhlak).
Bahkan, dalam Al-Qur'an, kata 'syariat' mempunyai pengertian yang lebih dari analisis di atas, seperti dalam surat Asy-Syura ayat 13:
"Dia telah menyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu tegakkan dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya."
Berdasarkan kandungan ayat di atas, dapat dipahami bahwa syariat adalah aturan atau hukum-hukum (agama) yang telah diturunkan Allah SWT. Kepada hamba-hamba-Nya melalui Nabi Muhammad, baik dalam bentuk Al-Qur'an maupun Hadits yang mencakup bidang-bidang tauhid, kalam, tasawuf, dan fiqih.
2. Syariah secara khusus. Saat ini syariah telah di khususkan (dibatasi) dengan istilah "sejumlah hukum syar'i yang amaliah (praktis) yang di istinbat dari Al-Kitab dan Al-Sunnah atau ra'yu dan ijma."
B. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang atau jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti "keluarga, rumah tangga" atau "manajmen rumah tangga." Sementara yang disebut dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang yang menggunakan konsep ekonomi, dan data dalam bekerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Ekonomi Syariah adalah suatu jalan lurus menuju cara-cara memproduksi, mendistribusikan, menggunakan barang dan mengelola kekayaan, untuk tujuan mencapai keberkahan hidup di dunia dan memperoleh kemuliaan di akhirat.





Referensi
1. Adam, Abdul Satar. 1969. Asy-Syar'iyah Al-Islamiyah wa Al-Qonun Al-Madani Al-Misri. Kairo: Majlis Al-A'la li As-Suun.
2. Zaidan, Abdul Karim. 1969. Al-Madkhal Lidirasat Asy-Syari'ah Al-Islamiyyah. Iskandariyah: Daru Umar Ibn Al-Khattab.
3. WWW. islam.com