Senin, 20 Agustus 2018

HUKUM ISLAM PADA MASA KESEMPURNAAN FIQIH (101-350 H / 720-961 M)

A. Awal Kesempurnaan Fiqih
Awal kesempurnaan fiqih berlangsung sampai 250 tahun pada pertengahan abad ke 4 H bersamaan dengan kemajuan islam. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqi yang menyebut fase kesempurnaan ini yang dimana terjadi pada masa Bani Abbas kepemimpinan Harun Ar-Rasyid. Harun ar-Rasyid memanggil imam Maliki untuk mengajarkan putranya yaitu Al-Amin dan Al-Ma'mun tentang kitab Muwattha. Harun ar-Rasyid juga meminta Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur tentang administrasi, keuangan, dan masalah-masalah ketatanegaraan sesuai ajaran islam sehingga lahirlah buku Al-Kharaj karya Abu Yusuf. Orang-orang dikirim ke kerajaan eropa untuk mencari dan mendapatkan naskah tulisan yang berbahasa yunani kemudian diterjemahkan dulu ke dalam bahasa siriac-bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia ketika itu-kemudian barulah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Ilmuan yang bertugas menerjemahkan buku-buku filsafat kedalam bahasa Arab yang diakui terkenal, diantaranya:
1. Hunain ibn Ishaq, penganut agama kristen. Pandai berbahasa arab dan yunani. Berhasil menerjemahkan 20 buku Galen ke dalam bahasa siria dan 14 buku ke dalam bahasa arab.
2. Ishaq ibn Hunain ibn Ishaq, putra Hunain ibn Ishaq.
3. Tsabit ibn Qurra, penyembah bintang.
4. Qusta ibn Luqa, penganut agama kristen.
5. Abu Bishr Motta ibn Yunus, penganut agama kristen.
Umat islam pada periode ini ingin agar segala bentuk aktivitas kehidupannya sesuai dengan ajaran islam. Hal itu memunculkan para mujtahid dari kalangan bawah maupun para penguasa. Mujtahid menjadi tempat bertanya semua umat islam sehingga berkembanglah hasil ijtihad mereka dan terbentuklah beberapa metode pengambilan hukum yang berbeda. Metode ini yang kemudian berkembang menjadi madzhab-madzhab dalam fiqih.
Pada periode ini, pembukuan berlangsung dari pembukuan tafsir Al-Qur'an, sunnah Nabi, fatwa-fatwa sahabat, tabi'in dan tabi'in al-tabi'in, fiqih para imam mujtahid, dan ilmu ushul fiqih. Pada masa ini tidak ada batasan dalam berfikir dan mengelola fikirannya sehingga sampai-sampai muncullah  pemikiran akan masalah-masalah yang akan terjadi atau bisa dikatakan pengandaian.
B. Kelahiran Mazhab-Mazhab Fiqih
Terdapat berbagai mazhab baik dari kalangan sunni maupun syiah, diantaranya terdapat 18 mazhab namun ada yang sudah tidak berpengikut lagi dan ada juga yang semakin berkembang hingga saat ini, seperti:
1. Mazhab Hanafi
2. Mazhab Maliki
3. Mazhab Asy-Syafi'i
4. Mazhab Hambali
5. Mazhab Syi'ah
6. Mazhab Zaidiyah
7. Mazhab Syiah Imamiyah
8. Mazhab Ibadhi
Adapun mazhab yang tidak berpengikut lagi, yakni:
1. Mazhab Zhahiry
2. Mazhab Hasan Al-Bashri
3. Mazhab Amir Asy-Sya'by
4. Mazhab Auza'i Laitsi
5. Mazhab Sufyan Ats-Tsauri
6. Mazhab Ath-Thabary
Sumber tasyri yang digunakan selain Al-Qur'an dan Al-Sunnah ada juga Ijma dan Qiyas. Sedangkan metode yang dipergunakan ialah, istidlal, isthsan, istishab, fatwa sahabat, urf, mashalih almursalah, sad'du adz-dzariah, dan syariat sebelum islam.
Proses bermazhab dalam perkembangannya tidak lagi mempersoalkan daerah, kota, atau tempat tinggal, tetapi lebih menekankan pada aspek personal (nama seseorang). Oleh sebab itu, secara alamiah, madzhab fiqih identik dengan nama seseorang. Selain itu perlu diketahui oleh kita semua bahwa mazhab-mazhab yang sudah tidak digunakan lagi atau tidak ada pengikut lagi dikarenakan tidak lolos pada uji coba seperti verifikasi ilmiah, dan operasional dalam suatu ruang dan waktu yang panjang sekitar enam ratus tahun. Jadi, mazhab tersebut tidak melemah ataupun hilang dengan sendirinya. Perkembangan mazhab juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dan dukungan kekuasaan politik yang senantiasa mengiringi.
Konflik antara madrasah al-hadis dan madrasah ar-ra'yu semakin menipis dikarenakan mereka tersadar bahwa masing-masing kelompok mempelajari kitab fiqih dari kelompok lain yang berbeda-beda. Proses pengkodifikasian mencakup kodifikasi fiqih serta kaidah-kaidahnya (ushul fiqh dan sumber-sumbernya); penulisan sunnah, metode penulisan fiqih, ushul fiqh, dan tafsir Al-Qur'an.

FIQIH SYIAH, KHAWARIJ DAN JUMHUR

Aliran syiah dan khawarij pada mulanya merupakan aliran politik karena sumber ikhtilaf mereka adalah tentang kepemimpinan umat islam. Dalam perjalanannya, khawarij berubah menjadi aliran kalam, sedangkan syiah memperkuat eksistensinya dalam aliran politik dengan membangun berbagai dokterin dan ajarannya, dan jumhur tetap serta mendukung pemerintahan yang Quraisy.
Konflik politik Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik, yaitu Abu Musa al-As'yari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan mengutus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam   berpolitik, yaitu Amr Ibn Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali ibn Abi Thalib dirugikan oleh Muawiyah ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa al-As'yari. Setelah peristiwa tahkim itu, paling tidak pendukung Ali terpecah menjadi dua, yakni:
1. Mereka yang terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia pada Ali ibn Abi Thalib.
2. Kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali yang pada akhirnya mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali yang selanjutnya melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam peristiwa tahkim.
Kelompok khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang yang kafir. Disamping ada penentang, Ali ibn Abi Thalib juga memiliki pendukung fanatik yang senantiasa setia kepadanya, kesetiaan mereka terhadap Ali semakin bertambah, ditambah lagi setelah peristiwa terbunuhnya Ali oleh kalangan khawarij. Mereka yang fanatik terhadap Ali ibn Abi Thalib dikenal dengan kelompok syiah.
Meskipun berbeda kepentingan, dua kelompok ini sepakan menentang kekuasaan Dinasti Umayyah. Dari kalangan khawarij, ia menganggap Bani Umayyah telah menyeleweng dari ajaran islam sedangkan dari kalangan syiah menganggap bahwa Bani Umayyah telah merampas kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dan keturunannya. Dalam suasana pertentangan tersebut, muncul ulama yang berusaha netral. Menurut kelompok tersebut, sahabat yang bertikai karena kepentingan politik tidak keluar dari islam. Kelompok ini yang kemudian dikenal dengan kelompok jumhur atau Mur'jiah.
Beberapa hasil pemikiran khawarij tentang hukum islam, diantaranya:
1. Umat islam tergolong jumhur (sunni) percaya bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh Quraysy. Berbeda dengan hal itu, khawarij berpendapat bahwa pemimpin umat islam tidak mesti keturunan Quraysy, karena setiap umat islam berhak menjadi pemimpin.
2. Dalam al-Qur'an terdapat sanksi bagi pelaku zina, yaitu dijilid sebanyak 100× Qs. An-Nur 24:2. Disamping itu, dalam sunnah ditentukan sanksi bagi pelaku zina adalah rajam jika pelakunya sudah menikah. Khawarij tidak menerima tambahan sanksi bagi pelaku zina sesuai hadis. Mereka berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah 100× jilid, tidak ditambah rajam; sebab sanksi jilid ditentukan dalam al-Qur'an, sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah (Asy-Syaharastani, t.t.:121)
3. Dalam al-Qur'an terdapat perempuan yang haram dinikahi. Diantara yang haram dinikahi adalah anak perempuan (banatukum). Qs-An-Nisa :23-24. Menurut jumhur ulama, kata banat tidak terbatas pada anak, akan tetapi mencakup cucu dan terus dalam garis keturunan ke bawah. Namun khawarij (sekte almaimuniyyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh, sebab yang diharamkan adalah anak. (Asy-Syahrastani:129)
4. Khawarij pada umumnya berpendapat: menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij tidak sah (karena mereka termasuk kafir). Namun orang yang tidak sekelompok dengannya (tidak masuk dalam sekte khawarij)  jika menikah dengan golongan tersebut, itu berarti tidak apa-apa atau diperbolehkan.
5. Harta ghanimah dari perang melawan orang islam yang bukan dari kelompok khawarij hanya berupa senjata dan kuda.
Secara umum, sumber hukum syiah ada 2 macam, yaitu:
1. Al-Qur'an
Beberapa pendapat syiah tentang hukum islam:
a. Nikah mut'ah, seorang laki-laki menikah dengan perempuan dalam kurun waktu tertentu dan diberi sejumlah upah. Berdasr pada Q.S. An-Nisa (4) ayat 24.
b. Laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan perempuan ahli kita. Sebab Q.S. Al-Maidah (5) ayat 5 batal dengan  Q.S. Al-Mumtahanah (60) ayat 10.
c. Syiah menolak pembagian harta pusaka dengan menggunakan konsep aul', yaitu kelebihan dalam saham para ahli waris dan besarnya asal masalah dan adanya penyusutan kadar saham mereka ( Fatchur Rahman, 1987:409).
d. Syiah berpendapat: Nabi Saw dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
e. Mengenai azan, ulama syiah berpendapat setelah kalimat "Hayya 'ala al-falah" adalah "Hayya'ala khair al-'amal".
f. Pengganti Nabi Muhammad Saw telah ditentukan dengan cara wasiat yakni kepada Ali ibn Abi Thalib.
2. As-Sunnah yang bermakna lahir dan batin.
Sunnah dapat diedakan menjadi 4 dalam pandangan syiah, yaitu:
a. Hadis sahih (tradisi yang otentik) yakni hadis yang kebenarannya dapat diusut sampai kepada imam yang diceritakan oleh seorang imam yang adil atau bisa dipercaya yang dimana kejujurannya ini disepakati oleh para imam ahli hadis.
b. Hadis hasan (tradisi yang baik) yakni, sama halnya dengan hadis sahih namun pada hadis hasan ini diceritakan hanya oleh orang yang terhormat.
c. Hadis musaq (kuat) yakni, hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dikenal tsiqah, adil, benah, dan jujur oleh ahli sejarah, sekalipun bukan dari pengikut Ali.
d. Hadis dha'if (lemah) yaitu, hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis musaq.
Perlu diketahui oleh kita semua bahwa:
1. Syiah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam syiah dan ulama syiah.
2. Dalam pengambilan tafsir menggunakan tafsir syiah saja.
3. Dalam mengambil hadis menggunakan hadis syiah saja. (Ahmad Amin {III t.t.: 254}).
Berikut ini adalah beberapa pemikiran jumhur ulama:
1. Nikah mut'ah haram dilakukan.
2. Jumhur menggunakan konsep 'aul dalam pembagian harta pusaka.
3. Nabi tidak dapat mewariskan harta karena ada hadis yang menyatakan hal demikian.
4. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah empat orang, itupun merupakan pembentukan hukum islam secara berangsur-angsur.
Untuk diketahui bahwa, Jumhur dan Jumhur Ulama itu berbeda. Letak perbedaannya yaitu : jumhur digunakan untuk menyebutkan nama lain dari aliran mur'jiah, sedangkan jumhur ulama digunakan bagi kumpulan ulama-ulama islam yang musyawarah guna memutuskan suatu perkara.

HUKUM ISLAM MASA SIGHAR SAHABAT DAN TABI'IN 41-100H / 661-750 M

1). Periode Awal Sighar Sahabat dan Tabi'in
Periode Sighar (yunior) sahabat atau periode ketiga dari perkembangan fiqih ini bermula dari pemerintahan umat islam yang diambil alih oleh Muawiyah bin Abi Sufyan (41H). Pada saat itu tengah terjadi pertarungan politik yang panjang dan berujung pada terbunuhnya Ali dan penyerahan pemerintahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah.
Perkembangan hukum islam diawali dari para sighar setelah wafatnya para sahabat yang bergelar Khulafa Ar-Rasyidin. Ibnu Qayyim mencatat bahwa fiqih periode sighar sahabat dan tabi'in disebabkan oleh empat ahli hukum islam (fuqaha) terkemuka, yaitu:
1. Abdullah bin Mas'ud di Irak
2. Zaid bin Sabit di Madinah
3. Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) di Madinah
4. Ibnu Abbas di Mekkah
Pada awalnya, para mufti (pemberi fatwa) kebanyakan bertempat tinggal di Madinah. Setelah kekuasaan islam bertambah luas, mereka tinggal berpencar di berbagai kota dan tempat. Oleh sebab itu, pembentukan hukum pada masa ini melalui ijma, kemudian melakukan ijtihad perorangan.
Para sahabat sighar ini kemudian berhasil membina kader masing-masing yang dikenal dengan tabi'in.
Nama-nama tabi'in yang terkenal ialah:
1. Sa'id bin Musayyab 15H-94H Madinah
2. Atha bin Abi Rabah 27H-114H Mekkah
3. Ibrahim Annakha'i 76H Kufah
4. Al-Hasan al-Basri 21H-110H / 642M-728 M Basrah
5. Makhul di Syam Suriah
6. Tawus Yaman
Mereka kemudian menjadi guru-guru terkenal di daerah masing-masing dan menjadi panutan untuk masyarakat. Persoalan yang mereka hadapi di daerah masing-masing berbeda sehingga muncullah hasil ijtihad yang berbeda pula. Dari banyaknya metode yang digunakan para sahabat ini, muncul dalam fiqih islam dua macam aliran, yakni:
1. Madrasah al-Hadis atau Madrasah al-Hijaz atau Madrasah al-Madinah
2. Madrasah ar-Ra'yu atau Madrasah al-Iraq atau Madrasah al-Kufah
Madrasah Madinah menurut Umar Sulaiman al-'Asyqar (1991:86), merupakan rujukan utama aliran Maliki yang didirikan oleh Imam Maliki. Madrasah Ra'y atau Madrasah al-Kufah adalah sekelompok ulama yang tinggal di Kufah yang lebih banyak menggunakan Ra'y dibanding dengan Madrasah Madinah. Sejak bebas untuk keluar dari Madinah, banyak sahabat yang tinggal di Kufah.
Secara umum, masing-masing madzhab memiliki ciri khas tersendiri karena para pembinanya berbeda pendapat dalam menggunakan metode penggalian hukum. Namun, perbedaan itu hanya terbatas pada masalah-masalah furu', bukan masalah-masalah prinsip ataupun syariat. Mereka sependapat bahwa sumber syariat adalah al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw. Semua hukum yang berlawanan dengan kedua sumber tersebut wajib ditolak dan tidak diamalkan. Mereka juga saling menghormati satu sama lain, selama yang bersangkutan berpendapat sesuai dengan garis-garis yang ditentukan oleh syariat islam.
Penjelasan menarik tentang hal tersebut diatas diberikan oleh Syayekh 'Ali Al-Khafif:
.....Hijaz adalah tempat tinggal kenabian. Disitu Rasulallah menetap, meyampaikan seruannya, kemudian para sahabat beliau menyambut, mendengarkan, memelihara sabda-sabda beliau, dan menerapkannya. Dan (Hijaz) tetap menjadi tempat tinggal banyak dari mereka (para sahabat) yang datang kemudian, sampai beliau wafat. Selanjutnya, mereka mewariskan apa saja yang mereka ketahui kepada penduduk (berikut)nya, yaitu kaum tabi'in yang bersemangat untuk tinggal disana.....
Adapun irak telah mempunyai peradaban sendiri, sistem pemerintahannya, kompleksitas kehidupannya, dan tidak mendapatkan bagian dari sunnah, kecuali melalui para sahabat dan tabi'in yang pindah kesana. Dan yang dibawa pindah oleh mereka itupun masih lebih sedikit daripada yang ada di hijaz; begitu pula kebudayaan penduduknya dan terlatihnya mereka pada penalaran adalah lebih luas dan lebih banyak. Oleh karena itulah, penalaran mereka lebih kuat terasa, dan penggunaannya juga lebih banyak, penyandaran diri padanya juga tampak lebih jelas, mengingat sedikitnya sunnah pada mereka itu tidak memadai untuk semua tuntutan mereka. Ini masih ditambah dengan kecenderungan mereka untuk banyak membuat asumsi-asumsi dan perincian karena keinginan mendapatkan tambahan pengetahuan, penalaran mendalam, dan pelaksanaan yang banyak.
Sumber tasyri pada masa ini, selain al-Qur'an dan as-Sunnah adalah Ijma' dan Qiyas. Selain itu, muncul pula beberapa metode dalam istinbath hukum yaitu istidlal, isthsan, istishab, fatwa sahabat, urf,, mashlahah almursalah, saddu adz-dzari'ah, dan syariat sebelum islam. Pada periode ini pula telah terlaksana pembukuan hadis dan fatwa atau fiqih para imam madzhab. Menurut Adz-Dzahabi (1274M-1384M) dalam Duwal al-Islam,pada masa ini dibukukan pendapat-pendapat hukum seperti, Abu Hanifah, Al-Jami' dari Sufyan Ats-Tsauri dan masih banyak lagi. Pada zaman ini pula muncul kitab hadis yang enam yakni, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah An-Nasa'i.

DINASTI AL-MURABITUN JATUH OLEH AL-MUWAHHIDUN

Ahli sejarah mengungkapkan bahwa al-Murabitun berasal dari kabilah Lumtunah Barbariah Sonhajiah. Mereka hidup berpindah-pindah dari mulai Yaman menuju ke Syam dan ke pantai Afrika yang akhirnya tiba di Samudra Atlantik. Ini terjadi pada masa kekuasaan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Musa bin Nusair.
Seiring dengan berjalannya waktu, rombongan Ukubah bin Nusair ini semakin bertambah banyak. Munculnya Dinasti al-Murabitun ditunjang oleh jauhnya wilayah yang ditaklukan oleh Bani Abbas sehingga menyulitkannya dalam memelihara dan memerintah daerah tersebut. Ini memberi peluang yang bagus bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan untuk memisahkan diri.
Disebut al-Murabitun karena para anggota di kelompok tersebut menetap di ribah, artinya kombinasi sebuah rumah peristirahatan dan perbentengan, yang di dalamnya mereka mempelajari ilmu agama dari seorang guru yang bernama Abdullah bin Yasin.
Nama khalifah-khalifah yang pernah memimpin Dinasti al-Murabitun:
1. Yahya bin Ibrahim
2. Abu Bakar bin Umar 448 H/ 1056 M
3. Yusuf bin Tasyifin 480 H/ 1087 M
4. Ali bin Yusuf 500 H/ 1106 M
5. Tasyifin bin Ali 537 H/ 1143 M
6. Ibrahim bin Tasyifin 541 H/ 1146 M
7. Ishak bin Ali 541 H/ 1147 M

Dinasti al-Murabitun mulai berkembang pada masa Abu Bakar bin Umar yang dimana ia mulai menaklukan wilayah-wilayah seperti Fez pada 663 H dan Tanjah pada tahun 664 H.
Setelah Abu Bakar wafat, ia digantikan oleh pemimpin yang bernama Yusuf bin Tasyifin yang bergelar al-Muslimin. Pada masa ini, wilayah kembali diperluas dari timur (termasuk sebagian Aljazair) hingga ke barat (tepi samudra Atlantik) ke arah selatan (meliputi Senegal) hingga sampai di Andalusia (Spanyol). Ibu kota al-Murabitun terletak di Marajesh. Kekuasaan al-Murabitun dari mulai tahun 448-541 H/ 1056-1147 M.
Suatu ketika pernah kerajaan kristen di utara yang dipimpin oleh raja Alfonso VI mengaku sebagai seorang kaisar. Ia kemudian berusaha keras untuk menghapus orang-orang islam di Spanyol. Namun Yusuf bin Tasyifin pemimpin dinasti al-Murabitun berhasil mengalahkannya. Khalifah tersebut merupakan pemimpin yang paling sukses dalam memerintah.
Perkembangan selanjutnya, setelah berakhirnya kekuasaan Yusuf bin Tasyifin, terjadilah kemunduran yang berangsur-angsur pada Dinasti al-Murabitun. Ini dikarenakan, rakyat al-Murabitun hanya terfokus pada belajar dan mengamalkan ilmu fiqih. Mereka tidak berbakat dan tidak tertarik dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain, seperti filsafat, sains, maupun kebudayaan. Selain itu, penguasa dinasti al-Murabitun juga tidak mahir dalam memerintah. Tidak ada prestasi yang begitu berarti yang bisa mereka peroleh. Hanya sebatas menjalankan kekuasaan sebagaimana pemerintah sebelumnya menjalankan itu semua.
Selanjutnya muncullah Dinasti baru yang bernama Dinasti Al-Muwahhidun. Gerakan ini bertujuan untuk memurnikan ajaran tauhid serta menjalankan amar ma'ruf nahyi munkar. Kekuasaannya meliputi Afrika Utara bagian barat sampai ke Andalusia dan bertahan selama satu abad lebih.
Pada abad ke-5 Hijriah, di Afrika Utara bagian barat berkembang ajaran Antropomorfisme, yakni suatu faham yang berpendapat bahwa Tuhan mempunyai jasad sebagaimana manusia. Kondisi ini memunculkan gerakan yang mengajak kembali kepada kemurnian Tauhid. Muhammad bin Tumart adalah seorang murid al-Ghazali di Bagdad, pada waktu itu Bagdad merupakan pusat ilmu dan kebudayaan islam. Faham yang dipelajari dan dianut ialah Asy'ariyah karena al-Ghazali adalah penyebar faham Asy'ari.
Ilmu Tumart sepulang dari Bagdad, ia mengajarkan pengetahuannya mengenai Tauhid kepada para pengikutnya. Ia merupakan tokoh yang sangat keras menentang semua bentuk penyimpangan ajaran yang murni. Para pengikut Ibnu Tumart disebut kaum Muwahhidun. Sebutan ini juga ditunjukkan kepada kaum Murabitun yang oleh Tumart dituduh sebagai kafir yang menyatakan Tuhan berjasad seperti manusia.
Ibnu Tumart menganggap dirinya sebagai imam Mahdi yang akan memusnahkan kemunkaran dan kebodohan yang terjadi di tengah masyarakat. Gerakan Muwahhidun pernah menyerang kaum Murabitun, namun dengan segera kaum Murabitun meminta bantuan pada Amir Sijilmasa. Berkat bantuan itu, tentara Muwahhidun mengalami kekalahan. Karena terpukul batinnya, Ibnu Tumart jatuh sakit dan seling beberapa waktu, ia meninggal dunia.
Pengganti Ibnu Tumart adalah Abdul Mukmin bin Ali al-Kufi. Pada masanya, tentara al-Murabitun berhasil dikalahkan dan kekuasaannya dapat dihancurkan. Maka pada saat itu tahun 1147, berakhirlah kekuasaan al-Murabitun. Abdul mukmin kemudian menyebrang ke spanyol. Satu persatu daerah berhasil ditaklukannya, yakni hampir seluruh kawasan Spanyol, Aljazair, Tunisia, Libya. Dengan ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah islam daerah-daerah sepanjang Atlantik sampai ke perbatasan Mesir dapat disatukan dengan Andalusia dibawah satu kepemimpinan yang independen.
Kemajuan selalu berakhir dengan kemunduran, atau sebaliknya. Akibat terlalu luasnya kekuasaan, kontrol dari pusat menjadi longgar. Daerah yang ditaklukkan banyak yang lepas dan direbut oleh kristen. Makin lama makin banyak kawasan yang direbut oleh kristen sehingga kekuasaan al-Muwahhidun semakin terdesak. Pemberontakan muncul dimana-mana sehingga kekuasaan al-Muwahhidun ambruk ditelan kekuasaan-kekuasaan baru yang memerintah.

Minggu, 15 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN PERADABAN MASA DAULAH FATIMIYAH

Daulah Fatimiyah
Nama dinasti ini diambil dari nama putri Nabi Muhammad yakni Fatimah az-Zahra. Pediri Dinasti Fatimiyah bernama Ubaidillah al-Mahdi ia mengaku berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan istrinya.
Dinasti Fatimiyah merupakan Dinasti pertama di Mesir yang beraliran Syiah, sangat luar biasa bisa menanamkan ajaran syiah diantara kaum sunni yang dominan di Mesir. Dinasti Fatimiyah muncul pertama kali di Tunisia, Afrika Utara pada tahun 909 M. Tokohnya yakni Abu Abdullah asy-Syi'i. Ia merupakan orang yang mengembangkan faham syiah sampai menjadikannya sebuah Dinasti. Pengikutnya berasal dari kalangan orang-orang Barbar sekte Kitamah.
Pada awalnya, Dinasti Fatimiyah berhasil menumbangkan gubernur Aghlabiyah dan penguasa Idrisiyah di Afrika Utara. Dilanjutkan dengan memasuki Mesir di bawah komando jendral yang bernama Jawhar as-Siqili tahun 969 M. Ia pun berhasil menumbangkan Mesir yang dimana saat itu dipimpin oleh Ikhsyidiyah. Setelah berhasil ditaklukkan, diberilah nama al-Qahirah artinya "kota kemenangan" yang dijadikan sebagai ibu kota Fatimiyah.
 
Nama Khalifah yang Pernah Berkuasa
1. Khalifah al-Muizz 365 H/975 M
Khalifah al-Muizz berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan memperbaiki sistem perpajakan, meningkatkan keamanan, memajukan pertanian, perdagangan dan kerajinan, menegakkan keadilan, namun tetap memberi toleransi kepada seluruh anggota masyarakatnya. Contohnya seperti dalam menjalankan pemerintahan, ada beberapa orang yang terpilih menjadi anggota pemerintahan sekalipun memiliki agama yang berbeda dengan agama islam.
Al-Muizz juga memfokuskan kekuasaannya di Hijaz dan Syiria karena seperti yang diketahui bahwa, tempat tersebut yang masih ingin dikuasai kembali oleh Romawi Byzantium dan dikhawatirkan Bani Abbas ingin merebut kembali daerah yang pernah dikuasainya tersebut.
Khalifah al-Muizz tidak lupa pula untuk mengenalkan ajaran syiahnya kepada masyarakat di sela-sela perjuangannya membangun kesejahteraan rakyat. Hari-hari yang biasa menjadi hari perayaan Maulid yang dilakukan masyarakat Mesir yakni, berkenaan dengan kelahiran Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah binti Muhammad, Hasan, Husein dan pastinya khalifah yang sedang berkuasa.
2. Khalifah al-Aziz 365 H/975 M
Khalifah al-Aziz membangun perpustakaan besar di dalam istana yang memiliki 1.000.000 buku dalam berbagai jenis ilmu pengetahuan. Ialah yang membangun Jami' yang dulu dibangunnya menjadi sebuah universitas yang bernama al-Azhar, Kairo Mesir.
Istana al-Aziz bisa menampung sekitar 30.000 tamu, Masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, keamanan terjamin. Perekonomian sektor perdagangan, industri dan pertanian dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi saat itu. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah saat itu bukan hanya saingan dari Abbasiyah, namun lebih unggul dan menjadi satu-satunya kekuasaan islam yang mempunyai angkatan laut di Laut Tengah sebelah Timur.
Adapun daerah kekuasaan al-Aziz ialah dari Samudra Atlantik di sebelah barat sampai Laut Merah, Yaman, Hijaz, Damaskus, dan Mosul di sebelah Timur.
3. Al-Hakim 386 H/996 M
Al-Hakim ini anak dari al-Aziz. Setelah al-Aziz meninggal, ia memberikan kekuasaannya pada al-Hakam yang masih berumur 11 tahun. Al-Hakim masih belum mengerti tentang kerajaan dan diserahkan kepercayaan kepada seorang Barjuan yang memberi gelar pada dirinya sendiri Amin ad-Dawlah (kepercayaan kerajaan). Ketika Barjun diberi otoritas untuk memerintah, ia malah menguasai sepenuhnya kerajaan Fatimiyah tanpa memerdulikan al-Hakim. Namun setelah al-Hakim beranjak dewasa, ia membunuh Barjun tersebut yang dimana Barjun tersebut yang dimana dulunya merupakan gurunya sendiri.
Pada masa pemerintahannya yang awal, ia bergaul dengan rakyat di jalan-jalan dan di pasar-pasar, untuk mendengarkan keluh-kesah mereka supaya dicarikan solusi yang tepat oleh al-Hakim. Namun setelah beberapa tahun memerintah, ia memilih untuk berzuhud. Segala macam peraturan yang hampir kebanyakan tidak masuk akal, dibuat oleh khalifah ini, dan ia pun telah banyak membunuh pejabat kerajaan seperti panglima angkatan perangnya, hakimnya, kepala polisinya, dan hakimnya para hakim.
Khalifah al-Hakim dikatakan oleh para ilmuan serta orang Barat dan Timur sebagai orang yang aneh dan tidak labil. Bagaimana tidak, ia pun ketika meninggalnya berada diatas himarnya dimana bajunya berlumuran darah dan tidak diketahui siapa yang membunuhnya.
4. Adz-Dzahir tahun 411 H.
Ia menggantikan ayahnya pada usia yang masih sangat muda sehingga ialah satu-satunya penguasa dalam dunia islam yang memiliki jabatan terlama 60 Tahun. Pada masa Adz-Dzahir ini semuanya diperbaiki. Segala peraturan yang dibuat oleh ayahnya diperbaharui dan ada pula yang dihapuskan. Akhirnya, pemerintahan berjalan stabil kembali. Khalifah lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang pertanian dan pada waktu itu pernah mengalami masa-masa sulit yang disebabkan oleh surutnya air sungai Nil sehingga sedikit mendapatkan pasokan air.
5. Khalifah Al-Mustansir
Khalifah ini juga mengalami masa-masa sulit, bahkan lebih sulit dari khalifah sebelumnya. Itu semua ditandai dengan terjadinya kelaparan akibat hancurnya pertanian. Ketika keadaan mulai membaik, pemerintahan malah dikuasai oleh para mentri dan khalifah hanya sebagai lambang. Semua itu berlangsung cukup lama. Setelah peristiwa tersebut terjadi, ada 6 khalifah yang kembali berkuasa namun itu tidak bertahan lama dan tidak terlalu memperoleh hasil dalam pemerintahannya. Mereka tidak begitu berjasa dalam membangun kembali Dinasti Fatimiyah.

Minggu, 08 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL

Spanyol atau Lebih Dikenal Dengan Andalusia Dalam Dunia Islam.
Penaklukan Spanyol merupakan sebuah kontribusi yang paling berharga bagi pencerahan peradaban masyarakat Eropa, bagaimana tidak, sebelum islam masuk ke wilayah Barat, kehidupan disana sangatlah berantakan dan tidak karuan dimana masyarakat disana sangat terbelakang dan kehidupan yang sangat primitif. Jika boleh diperbandingkan dengan kaum muslimin diTimur maka perbandingannya adalah Muslim berada di langit dan buminya adalah masyarakat Barat.
Sebelum islam masuk Spanyol, ia lebih dulu dikuasai oleh Romawi Timur sekitaran tahun 133 M. Pada masa ini Andalusia banyak didatangi oleh bermacam-macam bangsa dan agama seperti; bangsa vandal, bangsa visigoth dari jerman. Antara orang-orang Masehi dan Yahudi juga saling bermusuhan sehingga kelompok Yahudi menjadi tersingkirkan. Pada saat itu juga, para penguasa sering berkonflik akibat perebutan kekuasaan. Akibatnya, kondisi sosial Andalusia menjadi sangat terpuruk dan korban dari semua itu tidak lain adalah rakyat. Karena tidak diurus oleh penguasa akibat konflik yang terus-menerus tersebut akibatnya rakyat menjadi melarat, terjadi penindasan oleh kalangan bangsawan terhadap rakyat kelas bawah, dan perlakuan yang tidak adil.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintah terakhir jerman (Visigoth) Roderick, yang makin memperburuk situasi baik itu dalam kondisi sosial, ekonomi, bahkan semua agama yang di Spanyol. Puncaknya ketika penguasa Toledo yang bernama Witiza diberhentikan tanpa alasan apapun. Kemudian Roderick memindahkan kekuasaannya yang semula di Sevilla kemudian ke Toledo.
Raja Roderick juga berkonflik dengan Gubernur pada kekaysaran Bayzantium yang bernama Julian. Julian menuntut Roderick dan bertengkar dengannya karena anak dari Julian yang bernama Florenda dilecehkah di istana. Kenapa bisa demikian, biasanya anak keturunan bangsawan selalu dititipkan di Istana Kerajaan untuk diberi pendidikan dan tata krama kebangsawanan.
Karena rasa sakit hati yang mendalam terhadap Roderick maka Julian meminta bantuan kepada Gubernur Afrika Utara yang bernama Musa bin Nusayr untuk mengalahkan sekaligus menundukkan Roderick di hadapannya. Namun, Musa bin Nusayr belum bisa menyetujui permintaan Julian tersebut takutnya nanti Julian hanya berkedok demikian dan memiliki tujuan lain. Maka, Musa bin Nusayr mengutus Thariq bin Malik bersama 500 pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki untuk melakukan survei ke wilayah Spanyol. Pulanglah Tharik bin Malik dari Spanyol dan melapirkan kepada Musa bin Nusyr bahwa wilayah spanyol layak untuk dimasuki. Sambli Thariq membawa harta yang sangat banyak sambil dia mendatangi Musa dengan segera. Musa lalu memerintahkan Thariq untuk berperang dan Thariq sendiri yang menjadi panglima perang tersebut.
Pada tahun 711 M, Thariq bersama 7.000 tentara menyebrangi selat dengan kapal-kapal yang telah disediakan oleh Julian. Thariq mendarat di sebuah gunung batu dimana ia menuliskan namanya di gunung batu tersebut sebagai bukti bahwa ia pernah ada disana dan akhirnya gunung batu itu dikukuhkan dengan nama Jabal Tariq atau dalam bahasa spanyol "Gibraltar."
Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5.000 orang dari pihak Julian sehingga jumlah pasukan perangnya terkumpul menjadi 12.000 orang. Sedangkan Raja Roderick telah menyediakan 100.000 pasukan perangnya. Menurut logika memang pasukan Thariq tidak akan mencapai kemenangan, namun apa yang terjadi? Kekuatan pasukan Roderick hanya sebatas jumlahnya yang banyak namun semangat di jiwa mereka tidak sebanyak jumlahnya dan tidak juga sekuat lawannya.
Sebelum berperang, Thariq menyampaikan kepada pasukannya "Saudara-saudara sekalian, kita sekarang berada diantara dua pilihan, menang atau mati. Di belakang kita terbentang sebuah lautan, sedangkan di hadapan kita lawan sudah menghunus pedang. Tiada lagi jalan mundur. Barangsiapa lapar, ambillah makanan yang tersedia di tangan lawan, dan barangsiapa membutuhkan senjata, ambillah dari tangan lawan."
Dengan pasukan yang kompak, bersatu padu, dan penuh percaya diri, pasukan islam di bawah komando Thariq memberikan pukulan hebat kepada musuhnya sehingga lawannya tercerai-berai dan pasukan Thariq pun memperoleh kemenangan yang gemilang. Akan halnya dengan Raja Roderick, ia pada akhirnya dapat dibunuh oleh pedang Thariq.

Adapun indikator kemenangan Thariq dalam peperangan tersebut ialah, sebagai berikut:
1. Penduduk Spanyol sudah bosan menghadapi raja-rajanya yang dimana bagi rakyat kelas bawah diberlakukan biaya pajak yang sangat mahal sedangkan bagi para bangsawan malah diistimewakan dengan dibebaskan mereka dari membayar pajak. Itulah yang menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin menjadi melarat.
2. Terjadi perpecahan diantara para penguasa yang akhirnya menimbulkan peperangan dan ada beberapa anggota kerajaan yang beralih memihak dan bekerja sama dengan kaum muslimin untuk menghancurkan lawannya.
3. Terjadi pertentangan antara pemimpin agama, yakni antara Gereja Katolik dan Gereja Aria yang dimana penganut Katolik pribumi beranggapan bahwa amalan-amalan yang dikerjakan Aria banyak yang bertentangan dengan amalan-amalan Katolik.
4. Pada tahun 612 M, penguasa Gothik mengeluarkan dekrit kerajaan yang memerintahkan penduduk Yahudi untuk dibaptis dan memeluk agama Kristen. Jika tidak, maka kaum Yahudi akan disita hartanya bahkan penduduk Yahudi akan  dibuang dari sana.
5. Sekalipun pasukan spanyol berjumlah 100.000 orang namun smangat perjuangannya sangatlah rendah, ini disebabkan karena pemerintah menarik anggota perang dengan sembarangan tanpa ada penilaian.
6. Tentara islam disusun atas orang-orang Barbar yang terkenal dengan fisiknya yang kuat dan terlatih. Juga kaum muslimin yang ikut berperang selalu menaati prosedur berperang yang ada.
Setelah Thariq memenangkan peperangan di spanyol, Musa mengirimkan 18.000 pasukan pada tahun 712 M. Setelah merampas Carmona, kota terkuat di Spanyol, Musa melanjutkan ke Sevilla. Toledo blum bisa dikalahkan, namun 3 bulan kedepan akhirnya jatuh ke tangan kaum muslimin. Musa melanjutkan perjalanannya ke Barcelona di sebelah Timur, Nabronne di Alcarve, Cadis di sebelah tenggara, dan Sisillia di sebelah Barat laut. Musa kemudian bergabung dengan pasukan Thariq di Talavera yang dimana Thariq juga menundukkan kota-kota di Spanyol dan juga Kordoba.
Di tempat Thariq dan Musa bergabung, yakni di Talavera, Musa memecat dan sekaligus memenjarakan Thariq  dengan alasan bahwa Thariq tidak mematuhi instruksi-instruksi yang ia berikan.
Selanjutnya, musa meneruskan perjalanan ke Prancis. Setelah tiba di Konstantinopel, ia dipanggil oleh khalifah di Damaskus (al-Walid) karena mendengar bahwa Thariq bertengkar dengan Musa. Tidak lama kemudian, al-Walid meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sulaiman. Sulaiman lalu memecat Musa, harta ghonimahnya dirampas kemudian dipenjarakan, persis sama seperti apa yang ia pernah lakukan kepada Thariq. Musa dibuang ke Hijaz dan di masa tuanya ia hidup miskin menjadi pengemis sampai akhir hayatnya.
Ketika spanyol dikuasai oleh kaum muslimin maka digantilah namanya menjadi Andalusia. Khalifah yang memimpin bernama Abdul Aziz, anak dari Musa. Abdul Aziz menikah dengan janda dari Roderick yang bernama Achelon yang kemudian diganti namanya menjadi Ummu Ashim. Inilah kali pertama terjadi pernikahan campuran dalam dunia islam. Tidak lama memerintah, Abdul Aziz ditemukan mati terbunuh yang penyebabnya masih tidak jelas. Ia kemudian digantikan oleh Muhammad bin Yazid sebagai penguasa di Afrika Utara dan Spanyol. Pada masa pemerintahannya, kehidupan rakyat menjadi aman tentram damai dan sejahtera karena setiap orang dibebaskan untuk menganut agamanya masing-masing dan beribadah sesuai keyakinan dan bahkan mereka diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Namun gejolak mulai terjadi ketika kekuasaan Umayyah di Damaskus diserang oleh kelompok Bani Abbas yang membangkitkan revolusi. Revolusi berdarah tersebut berhasil melenyapkan kekuasaan bani Umayyah dan pada saat itu (750 M) terjadi pembersihan etnis, tidak ada yang dibiarkan hidup, semuanya dibunuh bahkan sampai khalifah umayyah yang sudah meninggal pun dibongkar makamnya untuk disiksa dngan maksut supaya tidak ada lagi bibit Umayyah yang akan bermunculan di masa selanjutnya. Namun peristiwa dramatis terjadi. Ada seorang keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari peristiwa tersebut, yakni Abdurrahman. Ia berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi dan akhirnya berkelana ke berbagai daerah dan sampai di Andalusia. Di Andalusia ia disambut oleh para pendukungnya dan menjadi pemimpin yang biasa disebut dengan amir pada masanya.
Dua tahun sebelum wafat, Abdurrahman membangun Masjid agung Kordoba, yang kemudian diselesaikan dan diperbesar oleh para penggantinya. Dengan pilar-pilar yang banyak dan megah serta halamannya yang luas, bangunan yang monumental ini masih berdiri dengan nama "La Mezquita" (Masjid). Pada tahun 1236 M, bangunan ini diubah menjadi katedral oleh Raja Ferdinand III. Ia juga yang membuat jembatan di atas Sungai Guadalquivir. Untuk lebih mengnambah wawasan anda yanģ membaca blog ini, bisa kalian tonton MUSLIM_TRAVELER_2018_ Madrid. Spanyol.
Adapun penguasa setelah Abdurrahman ad-Dakhil  yakni Hisyam I, al-Hakam I, Abdurrahman II, Muhammad I, al-Munzir, Abdullah, dan Abdurrahman III.
Penguasa Bani Umayyah terbesar adalah Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir. Ia memerintah selama 49 tahun. Pada masanya, ia mengganti gelar amir menjadi gelar khalifah. Keputusan an-Nashir mengganti gelar tersebut karena Dinasti Abbasiyah sudah mulai terpukul mundur dan mulai diambil alih kekuasaannya oleh Dinasti Buwaih.
Di ujung pemerintahan Dinasti Umayyah mulai bermunculan hampir 30 Kekuasaan kecil di spanyol, ini mempengaruhi persatuan islam yang menjadi kendor. Wilayah islam mulai direbut, Muslim tunduk pada kaum Kristen melalui penaklukan dan perjanjian tepatnya yakni pada abad ke-13M. Pada babak terakhir, spanyol hanya tinggal dua kerajaan yakni Aragon dan Castille. Perkawinan antara Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Castille pada 1469 M telah mempersatukan kerajaan ini untuk selamanya. Penyatuan ini menjadi pemusnahan bagi Muslim di spanyol. Raja dan Ratu tersebut dikenal sangat kejam, umat Muslim dipaksa untuk masuk Kristen dan jika mereka hendak menolak maka mereka dibunuh. Tidak ada toleransi apalagi keringanan bagi muslim. Maka muslim yang masih tersisa, dengan segera meninggalkan spanyol.

Kamis, 05 Juli 2018

PRESTASI PARA KHALIFAH BESAR ABBASIYAH

Khalifah besar yang termasuk memiliki prestasi tinggi dan bagus di pemerintahan Abbasiyah hanya segelintir saja. Adapun khalifah yang tidak masuk dalam golongan khalifah besar itu disebabkan karena terlalu singkat mereka memerintah yang menyebabkan tidak sempatnya mengatur dan mengorganisasikan pemerintahan.
Yang termasuk dalam Khalifah besar yakni:
1. Abu al-Abbas as-Saffah
2. Abu Ja'far al-Mansur
3. Al-Mahdi
4. Harun ar-Rasyid
5. Al-Ma'mun
Khalifah pertama Dinasti Abasiyah adalah Abu al-Abbas as-Saffah. Menurut Suyuthi, ia adalah seseorang yang bermoral tinggi, memiliki loyalitas, disegani, berfikir luas, pemalu, dan bertingkah laku baik. Ia terbilang sopan dan menepati waktu sesuai  janjinya.
Namun, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di awal kekuasaannya, dapat disebutkan bahwa khalifah pertama ini terbilang berwatak sangat keras, terutama pada siapa saja orang yang dirasa tidak sepaham dengan dirinya.
Gelar as-Saffah artinya si haus darah. Sifat keras abu al-Abbas karena rasa dendam yang teramat dalam terhadap kezaliman Dinasti Bani Umayyah yang selalu menumpas setiap penentangnya. Ia juga diketahui hidup di kalangan orang-orang yang memang membenci Umayyah dan ingin memberontak. Itulah mengapa abu al-Abbas sangan membenci Dinasti itu.
Pada masa pemerintahannya, Abu al-Abbas lebih terfokus pada mempertahankan pemerintahannya karena kekuasaannya baru muncul dan sangat rentan akan perdebatan, perselisihan, dan bahkan bisa mencapai pemberontakan. Jadi, ia belum sempat memikirkan bagaimana perkembangan Dinasti Abbasiyah selanjutnya. Ia hanya langsung menunjuk Abu Jafar al-Mansyur sebagai khalifah penggantinya kelak di kemudian hari, setelah ia cukup tua atau setelah ia meninggal dunia.
Abu Jafar al-Mansur menjadi khalifah kedua pengganti Abu al-Abbas yang merupakan saudaranya sendiri. Al-Mansur terkenal dengan kehebatannya, pemberani, tegas, berfikir cerdas, dan gagah perkasa. Baru pada masa pemerintahannya ini, sistem pemerintahan dikelola dan diatur dengan baik. Mulai dibentuk peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan pengenalan akan hal-hal yang baru.
Tata tertib dalam pemerintahan diatur sedemikian rupa sehingga tertata rapi dan juga mulai dibentuk pasukan militer menjadi lebih bagus lagi. Tidak kalah dari hal-hal di atas, Al-Mansur juga menumpas setiap pemberontak yang mulai banyak bermunculan ke permukaan sehingga mereka yang memberontak bisa dibunuh ataupun dipenjarakan. Bisa dibilang bahwa, para pemberontak tidak mengetahui bahwa sekalipun Al-Mansur terbilang orang yang baik dan ramah namun ketika ia telah memakai seragam khalifahnya maka disana lah baru akan terlihat sifat kerasnya tersebut. Al-Mansur tidak jauh berbeda dari Abu al-Abbas yang mana mereka sama-sama memiliki sifat yang keras dan tidak mengenal belas kasihan pada orang yang tidak sepaham dengannya apalagi orang yang berani memberontak.
Namun demikian, Al-Mansur juga adalah manusia biasa yang pasti akan rapuh dan meninggal. Al-Mansur wafat pada 158 H/775 M di pertengahan jalan menuju Mekkah saat ia hendak melaksanakan ibadah Haji.
Khalifah pengganti Al-Mansur tidak lain adalah anaknya sendiri yang bernama Abu Abdullah Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Mahdi. Al-Mahdi merupakan gelar yang diberikan padanya. Al-Mahdi lahir pada tahun 126 H di Idzdad, suatu tempat di antara Khuziztan dan Isfahan.
Masa pemerintahan Al-Mahdi bisa dikatakan adalah masa perpindahan dari watak pribadi pemimpin terdahulu yang keras menjadi watak kepemimpinan yang lemah lembut dan dermawan. Ini terbukti bahwa, ketika Al-Mahdi naik takhta menjadi khalifah Abbasiyah ia sangat baik dan sangat berbelas kasih kepada kaum miskin dan melarat.
Al-Mahdi mengawali pemerintahannya dengan membebaskan para tahanan penjara seluruhnya kecuali memang orang-orang yang melakukan tindak kejahatan yang membahayakan dan mengancam orang banyak, seperti pembunuh. Al-Mahdi memberikan kembali hak-hak istimewa kota-kota suci yang dulunya dicabut oleh pemerintah sebelumnya. Ia juga mengembalikan harta para keturunan Nabi Saw. Masjid Nabi dibangun kembali dan dipindahkan, yang modal pembangunannya berasal dari Al-Mahdi sebesar 30 juta dirham dimana uang itu diberikan sebagai derma bagi rakyat Hijaz.
Masjid-masjid dan sekolah-sekolah di semua kota yang termasuk dalam kategori kota yang penting mulai diperbesar. Tidak lupa pula Al-Mahdi memberikan tunjangan pada orang-orang yang menderita penyakit kusta dan orang-orang miskin. Ia juga membuat penginapan dan sumur-sumur di setiap jalan yang dilalui oleh jamaah haji, dan kepada mereka serta wisatawan disediakan para pengawal untuk menjaga dan melindungi.
Al-Mahdi sama sekali tidak menggunakan kekerasan dalam memerintah. Semua itu terbukti dengan kejadian yakni ketika Marwan berusaha untuk memberontak di Syria namun berhasil ditumpas dengan dipenjarakan  untuk sementara waktu kemudian dibebaskan dan memperoleh tunjangan yang besar. Janda Marwan juga diperlakukan dengan sangat baik.
Sekalipun Al-Mahdi baiknya luar biasa namun ia tidak memberi peluang untuk timbulnya praktik-praktik bid'ah. Ia membasmi setiap orang yang melenceng dari ketentuan syariat.
Setelah Al-Mahdi meninggal dunia selanjutnya ia digantikan oleh anaknya yang tertua yaitu Al-Hadi yang mana ia hanya memerintah selama 1 tahun 1 bulan dan 20 hari. Dalam Dinasti Abbasiyah dialah khalifah yang memerintah paling singkat diantara khalifah yang lain. Al-Mahdi merupakan saudara tiri dari Harun ar-Rasyid. Al-Mahdi tidak menginginkan kekuasaannya digantikan oleh saudara tirinya sehingga ia melakukan tindakan seperti; memenjarakan orang-orang yang berada di sekitar Harun ar-Rasyid yang dirasa mempunyai peran penting dalam kehidupan dan pemikiran Harun ar-Rasyid. Al-Hadi khawatir jika Harun ar-Rasyid menjadi khalifah disebabkan karena keegoisan dan kerakusan Al-Hadi dalam hal kekuasaan. Tindakan yang ia lakukan ialah dengan memberikan takhtanya kepada anaknya yakni Jafar.
Akhirnya, Harun ar-Rasyid meninggalkan ibu kota Bagdad untuk menyelamatkan diri karena khawatir khalifah Al-Hahdi makin sewenang-wenang dalam memerintah sehingga dapat membahayakan Harun ar-Rasyid. Namun, ketika disiarkan bahwa Al-Hadi telah meninggal dunia maka Harun al-Rasyid kembali ke Bagdad untuk naik takhta menjadi khalifah.
Pada masa Harun ar-Rasyid inilah segala bidang pemerintahan berkembang pesat secara bersamaan yakni di bidang politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan sampai pada peradaban islam.
Harun ar-Rasyid dikenal di segala penjuru dunia dan diceritakan secara detail dan panjang tentang dirinya diantara khalifah yang lain. Di antara yang membahas tentang Harun ar-Rasyid ialah Encylopedia Americana dan Historian's History of The World (vol VIII). Kedua media itu menceritakan tentang sifat, sikap dan cara khalifah Harun ar-Rasyid memerintah. Diceritakan juga bahwa Harun ar-Rasyid merupakan tokoh legendaris dalam sebagian kisah Seribu Satu Malam, itulah mengapa ia menjadi semakin dikenal orang-orang.
Harun ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang gagah berani, dermawan, dan sangat agung. Ia selalu menolak untuk memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan korupsi dan lain sebagainya. Perhatiannya pada rakyat sangat luar biasa, ini dibuktikan dengan lebih diutamakannya kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan ia pribadi maupun pihak anggota pemerintahan.
Sifat dan sikap yang dimiliki Harun ar-Rasyid bisa dibilang akibat dari pendidikan yang sejak kecil telah dididik dengan sangat baik oleh pihak kerajaan dan dia sendiri merupakan orang yang memiliki keintelektualan yang tinggi dan keaktifannya dalam membaca buku-buku sejarah dan buku-buku keilmuan lainnya.
Pada tahun 791 M, Harun ar-Rasyid membagikan wilayah kekuasaan kepada 3 anaknya atas permintaan istri yang paling ia sayangi yaitu Zubaidah, yang berasal dari Arab yang dimana memiliki anak yang bernama Al-Amin.
Harun ar-Rasyid membagi wilayah kekuasaan kepada 3 orang anaknya dengan tujuan supaya kelak tidak terjadi perebutan kekuasaan dan supaya pemerintahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan saling beriringan mengembangkan kekuasaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya. Apa yang paling ditakutkan oleh Harun ar-Rasyid akhirnya kejadian.
Adapun wilayah kekuasaan masing-masing anak Harun ar-Rasyid ialah:
1. Al-Amin wilayah bagian barat
2. Al-Ma'mun wilayah bagian timur yakni Khurasan hingga Hamadan
3. Al-Qasim wilayah Mesopotamia
Dari ketiga anak yang menggantikannya, hanya Al-Ma'mun yang memang pantas menjadi seorang pemimpin pengganti ayahnya. Al-Amin, ia adalah sosok yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan pikirannya lemah, ia tidak berbakat dalam masalah memimpin ia mahir dalam hal sastra dan hidupnya banyak dihabiskan dengan berfoya-foya. Ia dengan mudahnya memberikan uang yang begitu banyak untuk suatu tindakan dan sesuatu yang dilihatnya tidak enak dipandang. Al-Amin juga pernah membuat lapangan bola di dalam istana. Beda halnya dengan Al-Ma'mun yang menghabiskan waktunya dengan semakin giat belajar baik mengenai bidang pemerintahannya maupun bidang ilmu pengetahuan dan fokus pelajarannya pada bagaimana mempertahankan dan mengembangkan pemerintahannya. Ia sangat tidak suka akan hal-hal yang dirasakannya kurang memiliki manfaat, Al-Ma'mun lebih banyak juga mempelajari tentang keagamaannya.

KECERDASAN BANGSA BARAT DIPEROLEH DARI BANGSA ARAB (UJUNG PEMERINTAHAN ABBASIYAH)

Abbasiyah, di bidang industri dan seni menampilkan gedung-gedung yang megah, masjid-masjid yang besar, dan lukisan-lukisan yang indah. Semua itu merupakan puncak dari peradaban islam. Sementara, di Eropa pada saat yang bersamaan mengalami masa kegelapan atau masa kemunduran yang berada pada titik yang paling rendah yang dikenal dengan istilah the dark age yang berlangsung pada abad pertengahan.
Pada abad ke-11 M, Eropa tersadar akan adanya peradaban yang begitu besar di wilayah Timur. Peradaban Timur itu sedikit demi sedikit digeser dan dibawa ke wilayah Barat melalui Spanyol, Sisilia, dan perang Salib. Di barat juga mulai dikenal adanya rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum, bahan-bahan makanan Timur, dan bahan-bahan makanan serta peralatan rumah tangga yang berada di Timur. Eropa juga mulai mengenal yang namanya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang Arab-lah yang menyebabkan Barat mempunyai peradaban karena Arab adalah imamnya (tempat orang barat mengambil contoh) selama enam abad.
Rom Landau mengungkapkan bahwa dari orang islam klasik inilah orang Barat mulai belajar berfikir obyektif dan logis serta belajar berlapang dada di saat Eropa diliputi oleh pikiran yang sempit yakni ketika golongan minoritas dikucilkan dan pengembangan pemikiran setiap orang mulai dibatasi. Ilmu pengetahuan islam dan teknik islam sangat dalam berpengaruh pada kebudayaan Barat.
Invasi pada Daulah Abbasiyah
Dinasti Buwaih dan Saljuk tiba-tiba datang ke wilayah Daulah Abbasiyah dan mengambil secara paksa tanah-tanah penduduk dan menempatinya ketika Abbasiyah menemui kelemahannya. Sejak saat itu, kekuasaan politik Daulah Abbasiyah menjadi tidak efektif lagi. Dinasti Buwaih memang mengakui keberadaan khalifah Abbasiyah namun itu hanya sebatas mengakui, tidak ada peranan yang begitu berarti dari pihak Abbasiyah kecuali hanya sebagai pihak pemberi pengesahan atau persetujuan mengenai suatu hal tertentu.
Dinasti Buwaih didirikan oleh tiga orang bersaudara yang berasal dari suku Dailam, suku bangsa pegunungan di sebelah barat dan barat daya Laut Kaspian. Mereka adalah Ali, Hasan, dan Ahmad yang dulunya sebagai tentara biasa dari kelompok Bani Samaniyah kemudian bergabung dengan bala tentara pimpinan Mardawij bin Zayyar. Ketiga bersaudara itu memperlihatkan bakatnya sebagai pemimpin yang handal dan bagus.
Pada tahun 943 M/ 332 H Mardawij terbunuh, namun demikian , Ali sudah berkuasa di Isfahan. Ahmad juga menguasai Khuziztan dan al-Ahwaz yang berbatasan dengan daerah di sebelah timur Basra dan Wasit. Dengan demikian, Ahmad dalam posisi akan memasuki wilayah kekuasaan Abbasiyah yakni Bagdad.
Ahmad bin Buwaih kemudian memasuki Bagdad namun itu disebabkan karena ia memperoleh undangan dari khalifah al-Mustakfi. Khalifah al-Mustakfi sengaja mengundang keturunan Buwaih ini dengan tujuan supaya pemerintahannya bisa dibantu dan diperbaiki supaya tidak hancur karena pemberontakan dan rongrongan telah terjadi di banyak wilayah kekuasaan Abbasiyah. Al-Mustakfi memberikan gelar kepada ketiga bersaudara tersebut dengan masing-masing nama yakni:
1. Ahmad bin Buwaih bergelar Muizz ad-Daulah
2. Ali bin Buwaih bergelar Imad ad-Daulah
3. Hasan bin Buwaih bergelar Rukn ad-Daulah
Dengan pemberian gelar-gelar itu kepada ketiga anak muda tersebut maka akan bisa membangun keefektifan kembali terhadap Dinasti Abbasiyah sebagaimana dulu ketika lima khalifah besar menjabat. Namun, alhasil malah terjadi sebaliknya. Momentum itu digunakan untuk meraih kekuasaan politik yang dari dulu telah dicita-citakan oleh ketiga bersaudara tersebut.
Ambisi menjadi penguasa di Bagdad kian memperoleh momentumnya yang paling tepat setelah terdengar kabar bahwa khalifah merencanakan tindakan untuk menjatuhkan Muizz ad-Daulah. Mendengar kabar tersebut, Muizz ad-Daulah kemudian menurunkan al-Mustakfi lalu mengangkat Abu al-Qasim al-Fadhl, putra al-Muktadir, menjadi khalifah pengganti pada tahun 946 M dengan gelar al-Muti. Selanjutnya, berbagai tindakan kekerasan dilakukan oleh tiga bersaudara tersebut demi melumpuhkan satu persatu khalifah Abbasiyah. Sejak saat itulah, kekuasaan Dinasti Abbasiyah dipegang sepenuhnya oleh Dinasti Buwaih.
Dinasti Buwaih berpaham Syiah Zaidiyah.  Paham yang mereka anut tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai. Kekuasaan Bani Buwaih berlangsung selama 110 tahun, yakni dari tahun 945 sampai 1055 M. Banyak kemajuan yang dicapai selama pemerintahan tersebut yang mencapai hampir satu abad lebih. Kemajuan dan kejayaan Dinasti Buwaih dicapai pada masa pemerintahan Adud ad-Daulah. Ia memerintah kota Bagdad, memperbaiki dan membuat saluran air, mendirikan masjid negara, rumah sakit umum, dan gedung-gedung pemerintahan.
Setelah kekuasaan Bani Buwaih mengalami masa kemunduran dan kelemahan, mulai muncullah bangsa Turki Saljuk. Penguasa baru yang berfaham sunni ini menjadikan khalifah hanya sebatas khalifah saja atau bisa dibilang khalifah sebagai boneka mainan. Khalifah hanya berperan sebagai penentu jalannya pemerintahan sedangkan urusan menjalankan roda pemerintahan dipercayakan kepada wazir. Nama wazir Dinasti Saljuk yang paling terkenal adalah Nizam al-Mulk yang ditandai dengan peninggalan sebuah monumen tinggi bernama Nizamiyah.
Kedatangan Bani Saljuk mengulangi peraktik kekuasaan Bani Buwaih. Namun, dalam penempatannya sebagai penguasa, Bani Saljuk justru melemahkan potensi intelektual yang sejak lama diutamakan untuk memperoleh kemajuan pada masa Dinasti Buwaih. Hal ini bisa dikatakan akibat Bani Saljuk merupakan golongan tidak terlatih dalam hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan. Mereka justru lebih terlatih dalam bidang menentukan strategi militer dan peperangan. Namun sekalipun demikian halnya, terdapat satu pusat keilmuan yang paling menonjol dalam sejarah Bani Saljuk, yakni adanya lembaga pendidikan Islam bernama Madrasah Nizamiya seperti yang pernah disinggung di atas.

Kamis, 21 Juni 2018

Daulah Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah??? Diantara kekuasaan islam yang telah berlalu, masing-masing memang memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Baik dalam hal cara memimpin, prestasi yang diperoleh, maupun letak kekuasaan yang tidak sama. Namun, terlepas dari itu semua, perlu kita ketahui bahwa pada masa Daulah Abbasiyah inilah tercapai masa keemasan islam. Ingat, bukan lagi masa keemasan Daulah Abbasiyah namun lebih luas lagi yakni masa keemasan islam. Era keemasan ini menurut para penulis sejarah ialah, telah dicapai oleh seorang pemimpin yang sangat taat dalam menganut agamanya (islam) yakni Harun ar-Rasyid.
Awal munculnya Daulah Abbasiyah pada tahun 132 H setelah berhasil mengalahkan Dinasti Umayyah di Damaskus pada masa pemerintahan Marwan II.
Pada awalnya, seorang kakek dari Ali bin Abdullah bin al-Abbas yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad diberi tempat tinggal oleh pemerintah  Bani Umayyah di Hamimah dekat Damaskus. Nama pemimpin yang memberikan tempat tersebut kepada kakek al-Abbas ialah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, maksut diberikannya tempat tersebut karena kekek al-Abbas sangat loyal kepada Bani Umayyah.
Ayah dari al-Abbas mulai terlihat ingin mengambil alih kekuasaan Dinasti Umayyah yang bisa dilihat dari tindakannya yang mulai meletakkan dasar-dasar kekuasaan dengan cara propaganda yang ia lakukan di Kufah dan Khurasan.
Tindakan pengambil alihan kekuasaan Bani Umayyah diduga didasari dari pandangannya yang menganggap bahwa kepemimpinan tidak boleh dipegang oleh keluarga yang tidak memiliki hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad, ada juga yang menganggap bahwa motif sebenarnya ialah faktor persaingan untuk memperebutkan kekuasaan yang dimana dari dulu Bani Hasyim merupakan golongan yang paling terpinggirkan.
Ayah al-Abbas terus melakukan propaganda sampai akhirnya ia berhasil ditangkap oleh tentara Bani Umayyah dan dipenjara di kota Harran sampai akhirnya ia menjemput ajalnya di dalam penjara. Namun, perjuangannya tidak terhenti sampai disana melainkan dilanjutkan kembali oleh putranya yakni al-Abbas sendiri dan bersikeras untuk meruntuhkan Dinasti Umayyah. Kelompok Abu al-abbas berkolaborasi dengan para pemuka Syiah. Kolaborasi ini terbentuk disebabkan karena kesamaan kepentingan antara kedua kelompok tersebut yakni menumbangkan kekuasaan Bani Umayyah. Setelah kekuasaan Bani Umayyah benar-benar runtuh, kelompok Syiah justru dimusuhi.
Keberhasilan menumbangkan Bani umayyah salah satunya disebaban karena gencarnya propaganda yang dilakukan oleh al-Abbas kepada setiap penduduk yang tidak puas dan tidak suka dengan pemerintahan Bani Umayyah.
Kemenangan al-Abbas tidak bisa terlepas dari banyaknya korban yang berjatuhan baik dari Kelompoknya sendiri maupun dari Klompok Bani Umayyah. Kebecian para penyerbu dilampiaskan dengan membunuh para pendukung Bani Umayyah dan bahkan dendam mereka sampai pada membongkar kuburan para khalifah Bani Umayyah untuk disiksa dan dibakar dengan alasan supaya tidak ada lagi bibit-bibit yang muncul ke permukaan dikemudian hari.
Akhirnya Daulah Abbasiyah mulai berkuasa dan langkah awal yang ditempuh ialah dengan membuat peraturan dan tatanan pemerintahan seperti:
1. Mengangkat dan membaiat Abu al-Abbas as-Saffah sebagai khalifah pertama.
2. Memusatkan pemerintahan sementara di istana Hasyimiah, Kuffah.
3. Membasmi pemberontak yang anti Abbasiyah, termasuk mereka yang dianggap pesaing politik yang dapat membahayakan kewibawaan pemerintah.
4. Mengangkat penasihat dan wazir atau perdana mentri sebagai kepala pemerintahan yang dipercayakan kepada keluarga Barmak.
5. Membenahi pasukan tentara untuk memperkuat kedudukan khalifah dari serangan para pemberontak.
Daulah Abbasiyah diawal pemerintahannya tidak menempati Damaskus sebagai pusat pemerintahan disebabkan khalifah tidak ingin mengambil resiko yang lebih besar lagi karena, sebagaimana yang kita ketahui dalam sejarahnya bahwa Dinasti Bani Umayyah sudah cukup lama menguasai dan memengaruhi masyarakat Damaskus. Sebelum Daulah Abbasiyah yang kebanyakan komposisi masyarakatnya berasal dari Persia, dulu kelompok tersebut berada di golongan ke-2 dibawah kelompok Arab yang mana berasal dari Dinasti Umayyah. Jadi, bisa dikatakan bahwa "apabila Dinasti Abbasiyah menempatkan pusat kekuasaannya di Damaskus, maka akan terjadi peperangan lagi."
Setelah khalifah pertama digantikan oleh Abu Ja'far al-Mansur, pusat pemerintahan dipindah ke Bagdad karena alasan politik dan juga Bagdad sudah banyak dikenal sebagai pusat perdagangan karena letaknya yang sangat strategis.
Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari:
1. Lembaga al-wizakar yang dipimpin oleh seorang wazir. Tugasnya ialah mewakili khalifah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan mengangkat para pejabat negara atas persetujuan khalifah. Wazir juga berkedudukan debagai kepala pemerintahan eksekutif dan pemimpin pasukan militer.
2. Lembaga al-kitabat yang dipimpin oleh al-hajib. Tugasnya ialah sebagai kepala rumah tangga istana dan pengawal pemerintah yang berperan mengatur siapa saja yang ingin bertamu dengan khalifah. Di zaman Abbasiyah ini, hanya rakyat atau pejabat yang benar-benar punya urusan amat penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah. Adapun bagian-bagian dari al-kitabat yakni, seperti; katib ar-Rasali, katib al-Kharaj, katib al-Jund, katib asy-syurthat, dan katib al-qadhi.
3. Lembaga an-Nizham al-mazhalim. Tugasnya yaitu memberi penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan ketertiban hukum baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat, dan memutuskan perkara.
Lembaga an-Nizham al-Mazhalim mempunyai 3 macam hakim beserta spesifikasi tugas masing-masing yakni:
a. Al-Qadhi bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum, menyelesaikan perkara sengketa, perselisihan, dan masalah wakaf. Terdapat hakim di setiap wilayah kekuasaan Abbasiyah. Dan dulu itu perkara peradilan diselesaikan atau diselenggarakan berdasarkan mazhab yang dianut oleh masing-masing pribadi.
b. Al-Muhtasib berfungsi mengawasi hukum, mengatur ketertiban umum dan menyelesaikan masalah-masalah kriminal yang perlu penegakan segera. Al-Muhtasib juga berfungsi menegakkan amar makrub dan nahyi munkar, mengawasi ketertiban pasar, mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak tetangga dan menghukum orang yang mempermainkan hukum syariat.
c. Qadhi al-Mazhalim bertugas menyelesaikan perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi dan muhtasib, meninjau kembali keputusan-keputusan yang dibuat oleh dua hakim tersebut atau menyelesaikan perkara banding.
Untuk memperlancar roda pemerintahan, dibentuklah diwan-diwan atau departemen yakni:
1. Departemen urusan pendapatan negara.
2. Departemen urusan denda.
3. Departemen urusan keuangan.
4. Departemen urusan kemiliteran.
5. Departemen urusan mawali dan pemuda.
6. Departemen urusan bantuan.
7. Departemen urusan pelayanan pos.
8. Departemen urusan pengendalian belanja negara.
9. Departemen urusan surat-surat negara.
10. Departemen urusan perbekalan.
11. Departemen urusan umum untuk membangun sarana-sarana umum.
Sidang para hakim dilakukan di Masjid dan dihadiri oleh lima unsur sebagai anggota dalam sidang. Adapun anggota tersebut ialah:
a. Para pembela dan pembantu sebagai juri yang berusaha sekuat tenaga meluruskan penyimpangan-penyimpangan hukum.
b. Para hakim yang mempertahankan wibawa hukum dan mengembalikan hak kepada yang berhak.
c. Para fuqaha sebagai tempat rujukan bila menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang sulit dari segi hukum syariat.
d. Para katib, yang mencatat pernyataan-pernyataan dan keputusan-keputusan sidang.
e. Para saksi, yang memberi kesaksian terhadap masalah yang diperkarakan dan menyaksikan bahwa keputusan yang diambil hakim adalah benar dan adil.

Selasa, 19 Juni 2018

DAULAH BANI UMAYYAH

Dalam sejarah islam, menurut Abdul A'la al-Maududi kekuasaan Bani Umayyah tidak memperoleh persetujuan dari kaum Muslimin dan tidak dipilih oleh rakyat dengan pemilihan yang bebas, melainkan atas dasar kekejamannya.
Namun, sekalipun diawal kekuasaannya memperoleh banyak kontroversi yang sangat dahsyat di kalangan umat, prestasi demi prestasi dikumpulkan pada masa ini dan menyumbangkan kekuasaan imperium yang luar biasa luasnya. Oleh sebab itu, di bidang politik, militer, dan pengaruh islam telah mencapai prestasinya yang mengagetkan dunia yang berkembang hingga keluar jazirah Arab.
Di masa kekuasaan Muawiyyah ini, islam menjadi pusat kekuatan yang paling menentukan karena banyak kecakapan yang dimiliki seperti dalam mengatur sistem administrasi negara dan  yang paling utama adalah naluri menaklukkan lawan di medan perang menjadi satu karakter yang menonjol yang dimiliki oleh para penguasa Dinasti Umayyah saat itu.
Pusat Dinasti Umayyah terletak di Damaskus.
Setelah  Ali bin Abi Thalib terbunuh, terjadi gejolak yang sangat besar dan banyak umat yang memisahkan diri sampai pada akhirnya Muawiyah (khalifah bani umayyah) berhasil mengembalikan stabilitas umat islam dengan mempersatukannya dibawah naungan kekuasaannya.
Dulu, sebelum bani umayyah memeluk islam. Mereka merupakan golongan musuh-musuh islam yang paling keras. Namun ketika Nabi Saw melakukan dakwah dan mereka masuk islam, tepatnya pada saat Futuh Makkah. Bani umayyah merupakan golongan yang terakhir kali masuk islam, sekalipun begitu kelompok ini seolah-olah ingin membalas keterlambatannya masuk islam dengan memperlihatkan semangat kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Golongan muawiyyah memiliki banyak keahlian, namun akan disebutkan beberapa saja, yakni:
1. Memiliki kemampuan siasat yang bagus.
2. Pandai mengatur urusan-urusan dunia.
3. Cerdas.
4. Bijaksana, fasih, balig.
5. Ia sangat dermawan dan rela mengorbankan harta. Dimana ia harus bersikap dermawan dan dimana ia harus bersikap keras. Kedermawanannya melebihi orang-orang bangsawan di kalangannya.
6. Amat suka memegang pimpinan.
7. Muawiyyah adalah orang yang religius dan muslim yang taat menjalankan perintah Allah.
Khalifah bani umayyah berkuasa dari tahun 41-132 H/661-750M dengan 14 orang khalifah. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa dalam berbagai bidang dan ada pula pemimpin yang lemah.
Muawiyah adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dengan khalifaur Rasyiddin. Bahkan kesalahannya mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara dapat dilupakan oleh rakyat karena begitu banyaknya jasa-jasa dan kebijakan politiknya yang mengagumkan.
Adapun alasan keberhasilan Muawiyah dalam membangun Dinasti Umayyah diantaranya yakni:
1. Memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat Syria dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Berupa dukungan moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Penduduk Syria yang sudah sejak lama diperintah oleh Muawiyyah mempunyai tentara yang kuat dan sangat terlatih juga disiplin yang tinggi berada di garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
2. Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan yang penting. Yang dimana muawiyah disana berperan sebagai administrator.
3. Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan hingga mencapai tingkat hilm. Hilm ialah seorang manusia yang dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan meskipun banyak tekanan dan intimidasi. Sikap ini dulunya banyak dimiliki oleh para pembesar Makkah dulu.
Para khalifah Bani Umayyah
1. Muawiyah bin Abu Sufyan 41-60 H/661-680 M.
2. Yazid bin Muawiyah 60-64 H/680-683 M.
3. Muawiyah bin Yazid 64-64 H/683-684 M.
4. Marwan bin Hakam 64-65 H/684-685 M.
5. Abdul Malik hbin Marwan 65-86 H/685-705 M.
6. Al-Walid bin hAbdul bMalik 86-96 H/705-715 M.
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/715-717 M.
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-720 M.
9. Yazid bin Abdul Malik 101-105 H/ 720-724 M.
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/724-743 M.
11. Al-Walid bin Yazid 125-126 H/ 743-744 M.
12. Ibrahim bin Al-Walid 126-127 H/ 744-744M.
13. Marwan bin Muhammad 127-132 H/ 744-750 M.
Nama-Nama khalifah yang cakap dalam memimpin dan berhasil dalam kepemimpinannya yaitu:
1. Muawiyah
2. Abdul Malik
3. Al-Walid
4. Umar bin Abdul Aziz
5. Hisyam bin Abdul Malik
Kemunduran sekaligus kehancuran Dinasti Umayyah
1. Perselisihan diantara putra mahkota. Sebagian besar dari khalifah muawiyyah mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Jabatan yang pertama diduduki oleh putra mahkota yang lebih tua kemudian setelah selesai masa pemerintahannya akan digantikan oleh putra mahkota yang kedua yang telah dipilih oleh khalifah dulunya. Namun, pada kenyataannya khalifah yang telah memimpin malah mengangkat anaknya untuk menjadi penerus kekhalifahannya.
2. Permusuhan antar suku yang hidup kembali diantara suku Arab selatan dan suku Arab utara. Fanatisme ini muncul kembali setelah dulu pernah dilenyapkan oleh islam yakni akibat dari kematian Yazid bin Muawiyah. Disitu terjadi perebutan kekuasaan selanjutnya tentang siapa yang akan menduduki tahta mahkota raja.
3. Perlakuan diskriminatif terhadap golongan non Arab atau Mawali. Orang Arab merasa diri mereka sebagai bangsa terbaik dan memandang bahasa Arab sebagai bahasa tertinggi. Fanatisme ini banyak mengundang kebencian kelompok non-muslim dan juga kelompok non-muslim. Pada kekuasaan Dinasti Umayyah, bangsa Arab ditempatkan pada golongan ke-2 dimana dalam hal pembayaran pajak, kelompok Mawali mengeluarkan biaya lebih banyak daripada kelompok muslim Arab. Juga kelompok mawali hanya ditaruh pada posisi bawah dalam angkatan perang bersenjata dan dalam bidang pemerintahan.
4. Pergeseran moral. Banyak khalifah yang tidak tahan dengan godaan duniawi baik itu dalam bentuk harta, takhta, maupun wanita. Kehidupan penguasa banyak dihabiskan dengan berfoya-foya dan menghabiskan uang Negara.
5. Kelemahan para khalifah pengganti. Dimana, khalifah tersebut tidak memiliki kemampuan yang memadai. Ada diantara mereka yang diangkat secara terpaksa padahal yang bersangkutan tidak menghendakinya yang menyebabkan ia tertekan sampai akhir hayatnya. Ada juga karena ambisi yang menggebu-gebu untuk menguasai pemerintahan meskipun ia tidak mempunyai kecakapan dalam memimpin yang mengakibatkan salah urus negara dan khalifah malah tenggelam dalam gemerlapnya dunia.
6. Munculnya para pemberontak yang menggerogoti kekuasaan Bani Umayyah. Yakni kelompok syiah yang sudah sejak lama sudah menyimpan dendam karena terbunuhnya al-Husein secara mengenaskan dan semestinya yang melanjutkan kekuasaan islam ialah keturunan Ali bin Abi Thalib. Selain itu juga ada kelompok faksi pimpinan al-Mukhtar. Ada dari keluarga Abbas yang melakukan aliansi dengan kubu Abu Muslim al-Khurasani dari Khurasan, Persia.
7. Kelompok Khawarij yang sudah sejak lama amat sangat gigih menentang Bani Umayyah dan selalu memanfaatkan waktu tertentu untuk melakukan pemberontakan. Ini diawali sejak selesainya perundingan Shiffin yang menghasilkan kesepakatan namun merugikan pihak Ali, sehingga kaum Khawarij mulai membuat kubu di Kuffah.

Senin, 21 Mei 2018

IJTIHAD DAN KONDISI HUKUM ISLAM MASA RASULALLAH SAW

Kedatangan Nabi Muhammad Saw dalam masyarakat Arab menyebabkan kristalisasi atau perbaikan dalam konsep ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Arab, termasuk pada saat itu.
Nabi berhasil memenangkan hati bangsa Arab dan sangat dipercaya disebabkan karena kemampuannya dalam memodifikasi/memperbaharui jalan hidup orang-orang Arab. Sebagian nilai dan budaya Arab pra-islam diubah dan dikembangkan ke dalam bentuk tatanan moral Islam. Tentu saja pedoman yang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan Al-Qur'an. Atas dasar wahyu yang diturunkan itulah, Nabi menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat pada saat itu. Akan tetapi, ada  kalanya timbul persoalan yang cara penyelesaiannya belum disebut oleh wahyu yang sudah diterima oleh Nabi. Dalam hal ini, barulah Nabi melakukan yang namanya Ijtihad.
Apabila ijtihad yang dijalankan Nabi benar, ketentuan atau hukum yang dikeluarkan itu tidak mendapat teguran dengan turunnya ayat Al-Qur'an. Akan tetapi, jika ijtihad itu tidak benar, ayat Al-Qur'an segera turun untuk memperbaiki dan menjelaskan hukum yang sebenarnya. Contohnya: Ijtihad Nabi mengenai hukuman bagi tawanan perang Badar. Menurut ijtihadnya, hukuman bagi mereka adalah dengan membayar tebusan. Ternyata, pendapat tersebut tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, Allah langsung memperbaiki pendapat tersebut dengan firman-Nya. "Tidak pantas bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan allah menghendaki (pahala) di akhirat (untukmu)." Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah. Niscaya kamu ditimpa siksaan yang berat karena tebusan yang kamu ambil. Qs. Al-Anfal (68-68).
Atas kasus ini, dapat disimpulkan bahwa ijtihad yang dilakukan Nabi bisa saja tidak tepat sasaran. Bila hal itu terjadi, wahyu segera turun untuk menginformasikan bahwa ijtihad yang dilakukannya perlu diperbaiki.
Dalam kasus-kasus tertentu, Nabi berijtihad meskipun makna ijtihad pada masa Nabi berbeda. Apa perbedaannya? Menurut Jalaludin Rakhmat, kata 'ijtihad' pada zaman Rasulallah hanya bermakna lughawi, sungguh-sungguh. Intinya adalah ijtihad Nabi tidak seperti ijtihad para ulama di saat sekarang ini. Ijtihad Nabi hanya sebatas wahyu tidak turun, dan ketika turun maka wahyu tersebut menggantikan ijtihad Nabi. Tentu Rasulallah tidak mempunyai pilihan lain kecuali berbuat berdasarkan pendapatnya (ijtihad). Sebagaimana dijelaskan dalam H.R. Abu Dawud : "sesungguhnya aku menetapkan suatu hukum diantara kamu berdasarkan pendapatku, selama wahyu belum turun kepadaku tentang masalah itu.
Oleh karena itu, ijtihad Nabi mendapat lindungan dari Tuhan dan jauh dari kesalahan. Meskipun sulit untuk melihat apakah itu bentuk kesalahan atau tidak, secara historis, Rasulallah telah terbukti melakukan ijtihad dalam berbagai masalah yang tidak ada ketentuannya secara pasti dalam Al-Qur'an yang diwahyukan. Ijtihad yang dilakukan Nabi tersebut kemudian diwariskan kepada para generasi selanjutnya melalui sunnah Nabi yang terkandung dalam hadis secara verbal (ucapan, ungkapan).
Selanjutnya terjadilah ijtihad di kalangan para sahabat yang mana beliau tidak mencegah ataupun menyanggah mereka. Artinya, diamnya Nabi merupakan ijtihad untuk tidak melarang sahabat-sahabatnya untuk berijtihad. Adapun jenis kasusnya ialah, seperti:
1. Seorang sahabat pernah junub (hadas besar) dalam keadaan tidak ada air, sementara dia tidak tahu bagaimana cara bertayamum. Lalu dia celupkan dirinya dalam debu. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi Saw, beliau bersabda : "sesungguhnya sudah cukup bagimu bertayamum dengan cara begini."
2. Ketika Nabi bersama para sahabat dalam perjalanan pulang dari perang Ahzab, beliau menginstruksikan kepada mereka agar shalat ashar dilaksanakan di Bani Quraizhah. Sebagian diantara mereka tetap melaksanakan shalat ashar di perjalanan dan sebagian mengikuti instruksi beliau. Ketika peristiwa itu disampaikan kepada Nabi Saw, beliau tidak menyalahkan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa konsep Ijtihad pada masa Nabi secara umum lebih mirip dengan tasyri'. Jika hal ini dikaitkan dengan diri Nabi Saw, paling tidak ada dua hal yang perlu dikemukakan yaitu:
1. Beiau menetapkan hukum bagi suatu peristiwa berdasarkan petunjuk wahyu yang diturunkan secara bertahap sesuai kebutuhan yang ada atau wahyu tersebut berkenaan dengan masalah yang dihadapi Nabi Saw.
2. Beliau menerapkan suatu hukum peristiwa yang muncul berdasarkan petunjuk umum syariat yang difahami dari Al-Qur'an ketika wahyu tidak diturunkan atau tidak secara langsung berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi, sedangkan para sahabat berusaha memahami atau menerapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan petunjuk sunnah Nabi yang didasarkan pada Al-Qur'an.
Pada masa Nabi Muhammad Saw pertumbuhan fiqih mulai berkembang dan membentuk dirinya menjelma ke dalam perwujudan. Karena persoalan yang muncul dikembalikan kepada Nabi untuk diselesaikan, Nabi menjadi satu-satunya sumber hukum. Dalam artian, secara langsung pembuat hukum adalah Nabi sedangkan Tuhan membuat hukum secara tidak langsung. Hal ini karena tugas nabi dimana ia adalah penyampai dan pelaksana hukum yang ditetapkan Allah Swt.
Masa Nabi terbagi menjadi dua periode yakni:
A. Periode Makkah yang berlangsung selama 12 tahun dan beberapa bulan semenjak wahyu pertama hingga Nabi berhijrah ke Madinah. Dalam periode ini Nabi telah memfokuskan perhatiannya pada perbaikan kepercayaan masyarakat Arab dengan menanamkan aqidah (tauhid) ke dalam jiwa mereka serta memalingkannya dan memperhamba diri kepada Allah Swt. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan di Makkah sebelum hijrah berisi larangan untuk tidak menyekutukan Allah, menyeru mereka dengan menerangkan nabi terdahulu dan sejarah dari umat-umat yang lalu, serta mengajarkan mereka untuk meninggalkan tradisi-tradisi buruk yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, dan mengajarkan mereka untuk bersikap baik terhadap sesamanya. Muhammad Hadlori, periode Makkah dapat dilihat dari ayat-ayatnya:
1. Ayat-ayat makiyah tidak menjelaskan secara rinci tentang aspek hukum, tetapi terfokus pada tujuan agama.
2. Penegakan dalil-dalil keberadaan Tuhan.
3. Peringatan akan azab-azab Allah dan sifat-sifat hari kiamat.
4. Mengajak pada akhlak mulia.
5. Berkenaan dengan umat terdahulu yang ditimpa musibah karena tidak taat kepada para nabi sebelumnya
B. Periode Madinah, berlangsung selama 10 tahun, sejak Nabi hijrah sampai beliau wafat pada tahun 11 hijriah. Pada periode ini umat islam berkembang dengan sangat pesat.  Kemudian dibuat peraturan-peraturan yang mengatur segala keperluan mereka, baik yang berhubungan dengan pribadi maupun yang berhubungan dengan masyarakat. Hukum yang disyariatkan pada fase Madinah ialah:
1. Muamalat
2. Jihad
3. Jinayat
4. Mawaris
5. Wasiat
6. Thalaq
7. Sumpah
8. Peradilan
Analisis G.E. Von Grunebaum, menjelaskan bahwa di akhir tahun masa Nabi, beberapa hukum keluarga, baik dalam periode Makkah maupun Madinah yakni:
1. Pembatasan poligami dalam struktur keluarga jalur bapak.
2. Pengaturan kewarisan yang difokuskan pada hak individu.
3. Pembentukan adat yang religius dan pada saat yang sama diperkenalkan pelarangan tradisi penyembahan berhala dan minuman keras. Dan larangan memakan babi.
4. Tradisi sunatan diizinkan dan selanjutnya menjadi ajaran penting dalam islam.
5. Perubahan kalender tahunan dari tradisi ke kalender komariah dan tahun berdasarkan perputaran matahari.
6. Praktik shalat dan penyempurnaan haji.

Ada tiga aspek yang bisa disimpulkan dari proses pengembangan syariat pada periode Nabi Muhammad Saw, yakni:
1. Metode dalam penerapan hukum. Ketika Nabi shalat para sahabat melihat nabi dan menirukannya tanpa menanyakan lebih dalam tata cara shalat.
2. Sebagian disyariatkan, sebagian tidak. Yang disyariatkan, Seperti: Tauhid, ibadah, dan berbagai larangan lainnya.
3. Turunnya syariat secara bertahap, seperti: shalat disyariatkan pada malam isra'Mi'raj, azan pada tahun pertama hijriah, puasa, shalat led, kurban, dan zakat pada tahun kedua, hukum wariz pada tahun ketiga, dan seterusnya.




Referensi
Al-Qardlawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syariat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Dedi Supriyadi, M.Ag. 2002. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

PERBAIKAN HUKUM SETELAH ISLAM DATANG

A. Kondisi Sosial Bangsa Arab Sebelum Islam
Dahulu, sebelum islam masuk dan berkembang pesat di Negara Arab, kondisi sosial dan budaya mereka sangat memprihatinkan. Dimana, setiap orang bebas melakukan apa saja yang ia inginkan. Aturan hanya berlaku pada kelompok-kelompok suku tertentu saja. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya tindak kriminal yang terjadi di kalangan bangsa Arab.
Pada saat islam belum sampai di Arab, bangsa Arab dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Orang-orang kota atau madani (ahl al-hadaraah/town people) adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian. Mereka juga berpegang teguh pada aturan qabilah atau suku.
2. Orang-orang padang pasir atau penduduk Arab kuno (ahl al-badiyah/the desert dwellers) adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil. Mereka senang berperang, membunuh, dan kehidupannya bergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan. Mereka juga berpegang pada aturan qabilah atau suku dalam kehidupan sosial.
Beberapa sifat bangsa Arab sebelum islam datang:
1. Karakteristik orang arab adalah bangga dan sensitif. Bangga karena bangsa Arab memiliki sastra yang terkenal, kejayaan sejarah Arab, dan mahkota bumi pada masa klasik dan bahasa Arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia.
2. Secara fisik, mereka lebih sempurna dibandingkan orang-orang Eropa di berbagai organ tubuh.
3. Kurang bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi.
4. Faktor keturunan, kearifan, dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh.
5. Mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku (clan).
6. Tidak memiliki hukum yang reguler, kekuatan pribadi, dan pendapat suku lebih kuat dan diperhatikan.
7. Posisi wanita tidak lebih baik daripada binatang. Wanita dianggap barang dan hewan ternak, tidak mempunyai hak. Setelah menikah, suami menjadi raja dan penguasa.
Mushthafa Sa'id Al-Khinn sebagaimana dikutip oleh Jaih Mubarok menyebutkan bahwa bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuk.
Mereka mengenal beberapa macam perkawinan, yaitu:
1. Istibdha, yaitu seorang suami meminta kepada istrinya untuk berjimak dengan laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan tertentu, seperti keberanian dan kecerdasan. Hal ini bertujuan supaya istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh laki-laki yang menyetubuhinya, yang tidak dimiliki oleh suaminya.
2. Poliandri, yaitu beberapa laki-laki berjimak dengan seorang perempuan. Setelah hamil dan melahirkan anak, perempuan tersebut memanggil semua laki-laki yang pernah menyetubuhinya untuk dipilih menjadi bapak dari anak yang dilahirkannya. Laki-laki yang ditunjuk tidak boleh menolak.
3. Maqthu, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya meninggal dunia. Jika seorang anak ingin mengawini ibu tirinya, ia melemparkan kain kepada ibu tirinya sebagai tanda bahwa ia menginginkannya, sementara ibu tirinya tidak mempunyai kewenangan untuk menolak.
4. Badal, yaitu tukar menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan memuaskan hubungan seks dan terhindar dari rasa bosan.
5. Sighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Abdur Rahim dalam buku Kasf Al-Gumma, menjelaskan beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum datangnya islam, yaitu:
1. Bentuk perkawinan yang diberi sanksi oleh islam, yakni seorang meminta kepada orang lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip kawin kontrak).
2. Prostitusi sudah dikenal. Dilakukan kepada para tamu. Jika wanitanya hamil, ia akan memilih di antara laki-laki yang mengencaninya sebagai bapak dari anaknya yang dikandung.
3. Mut'ah adalah praktik yang umum dilakukan oleh bangsa Arab sebelum islam.
Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa kondisi sosial Arab sebelum islam cenderung primitif. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang-orang arab merupakan golongan orang jahiliyah yakni orang yang menyembah berhala, memakan mayat binatang, melakukan amoral, meninggalkan keluarga, dan melanggar perjanjian perkawinan dengan sistem mencari keuntungan yang dilakukan kepada orang yang lemah.
B. Implementasi Adat Bangsa Arab Sebagai Sumber Hukum
Definisi adat di sini berbeda dengan definisi adat yang diakui oleh islam. Dimana, sistem kekuasaan didasarkan pada pendapat-pendapat anggota suku atau marga dalam komunitas tertentu. Pendapat atau perilaku komunitas tersebut, pada akhirnya menjadi tradisi yang baku pada setiap suku atau ras, yang kemudian diberlakukan kembali kepada anggota atau suku tersebut.
Hal itu terbukti, dalam analisis dari berbagai pola dan sistem, seperti perkawinan, ekonomi, sosial digunakan dalam menjalankan sistem kekuasaan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa, sejak masa awal pembentukan hukum islam, kriteria adat lokal justru cukup kuat untuk mengalahkan praktik hukum yang dikabarkan berasal dari Nabi sendiri. Misalnya, dalam hukum pidana, hukuman qisas dan pembayaran diat di adopsi dari praktik masyarakat Arab pra-islam. Al-Qur'an maupun  praktek Nabi boleh jadi telah memperkenalkan beberapa modifikasi atau perubahan terhadap praktek hukuman ini, tetapi ide utama dan prinsip yang mendasarinya tidak bersifat baru dan telah lama dipraktikkan jauh sebelum islam muncul.
Pembahasan adat terus berkelanjutan sejak awal sejarah islam apakah ia dapat dipertimbangkan menjadi salah satu sumber penetapan hukum dalam islam. Menurut Joseph Schacht, secara teoritis adat tidak diakui sebagai salah satu sumber dalam Jurisprudensi islam. Akan tetapi, dalam praktiknya, adat memainkan peranan yang sangat penting dalam proses kreasi hukum islam dalam berbagai aspek hukum yang muncul di negara-negara islam. Peran aktual adat dalam penciptaan hukum senantiasa terbukti lebih penting daripada sekedar teori semata.
Atas dasar-dasar itulah, para ahli hukum islam pada perjalanan waktu berikutnya memformulasikan kaidah hukum, yaitu adat yang dapat menjadi sumber penetapan hukum islam (al-adat Muhakkamat). Para fukaha berikutnya kemudian membatasi peran adat dengan berbagai persyaratan agar falid menjadi bagian dari hukum islam, yakni:
1. Adat harus secara umum dipraktikkan oleh anggota masyarakat jika dikenal secara umum oleh semua lapisan masyarakat, atau dipraktikkan oleh sebagian kelompok tertentu.
2. Adat harus berupa suatu kebiasaan yang sedang berjalan dalam masyarakat pada waktu akan dijadikan sebagai hukum.
3. Adat harus dipandang tidak sah jika bertentangan dengan ketentuan yang jelas dari Al-Qur'an dan Hadits.
4. Dalam hal perselisihan, adat hanya akan dipakai ketika tidak ada penolakan yang jelas dan tegas untuk menggunakan adat dari salah satu pihak yang terlibat.




Referensi
Al-Hashari, Ahmad. t.t. Tarikh Al-Fiqh Al-Islami. Beirut: Maktabah Al-Kuliah Al-Wujriyah.
Dedi Supriyadi, M.Ag. 2002. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Jumat, 11 Mei 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM MASA USMAN BIN AFFAN

Siapa yang tidak mengenal khalifah Usman bin Affan, yang dalam pemerintahannya, ia merupakan pemimpin yang terkenal paling lemah. Khalifah Usman dianggap satu-satunya khalifah yang hanya mementingkan keluarganya. Dilihat dari anggota keluarganya yang hampir semuanya memiliki atau memperoleh jabatan di dalam pemerintahan Usman tersebut. Para pembaca sejarah, seperti kita-kita ini mungkin menganggap bahwa sebenarnya Usman tidaklah layak dijadikan Khalifah karena sikapnya yang seperti itu.
Namun, perlu kita ketahui bahwa, keluarga usman merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga mereka dijadikan pejabat negara dan juga mereka sangat ahli dalam bidang pemerintahan. Jadi, tidaklah salah apabila keluarga Usman dijadikan anggota pengurus dalam menjalankan roda pemerintahan. Perlu untuk kita ketahui juga bahwa pada saat Usman memerintah, ada seorang aktor intelektual yang bernama Abdullah bin Saba yang selalu menciptakan provokasi. Banyak wilayah yang pernah ia tempati namun sering kali diusir dan bahkan diasingkan disebabkan karena sikapnya yang selalu menjadi pengacau. Nah, ketika ia diasingkan ke wilayah Mesir, dimana pada saat itu Usman memerintah. Di sana pula ia melanjutkan propagandanya, dialah biang penyebab rakyat mulai membenci cara Usman memerintah karena hanya keluarganya saja yang terjun dalam ranah pemerintahan. Usman difitnah macam-macam. Baiklah, untuk lebih mendalami cerita perjalanan hidup Usman, mari simak penjelasan selengkapnya.
Usman bin Affan atau Usman bin Affan bin Abi Al-'As bin Umayyah bin Umawy Al-Qurasy, di panggil Abu Abdullah, dan bergelar Zu Al-Nurain (pemilik dua cahaya), karena mengawini dua putri Rasulallah Saw ; Ummu Kalsum dan saudaranya. Usman bin Affan lahir di Mekkah. Usman termasuk dalam keluarga besar Umayyah dari suku Quraisy dan silsilah pertaliannya dengan Rasulallah Saw ialah pada generasi kelima. Dalam peranan politiknya, Bani umayyah berada di bawah Bani Hasyim dan mereka pernah dipercayai menjaga bendera Nasional Quraisy sebelum datangnya islam.
Usman bin Affan menggantikan Umar melalui pemilihan oleh sebuah tim yang beranggotakan enam orang, yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf. Penentuan siapa yang menjadi pengganti Umar berjalan lambat. Namun, setelah bermusyawarah yang lumayan menghabiskan banyak waktu untuk berunding maka mengerucutlah dua nama yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Akhirnya tim tersebut menyetujui bahwa Usman yang menjadi khalifah.
Praktik pemilihan seperti ini tergolong baru dan berbeda dengan cara penetapan khalifah terdahulu. Dari segi praktik politik modern, model seperti ini bisa dikategorikan sebagai pemilihan yang Demokratis.
Pada saat Usman menjadi khalifah, ia sudah mencapai usia 70 tahun. Perpindahan jabatan khalifah dari Umar ke Usman merupakan suatu bentuk perubahan sikap kepemimpinan yang awalnya penuh dengan ketegasan, keradikalan, dan tanpa kompromi menjadi pemerintahan yang penuh dengan kelembutan, kelunakan, dan ketidak tegasan. Usman sendiri adalah seorang saudagar yang kaya raya. Ia merupakan pemimpin yang shaleh, pemurah, dan tawadhu. Namun kekayaannya habis diinfakkan di jalan Allah (fi sabilillah).
Kebijakan umum yang diterapkan oleh Usman dalam bidang perekonomian dan ketertiban negara ialah, sebagai berikut:
1. Dalam rangka mengembangkan sumber daya alam, dilakukan pembuatan saluran air, jalan dibangun, pohon-pohon dan buah-buahan ditanam.
2. Membentuk organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
3. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
4. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan masa Umar dari 9 juta dirham menjadi 50 juta dirham.
5. Di Mesir, ketika angkatan laut Byzantium memasuki Mesir, kaum Muslim pada awal pemerintahan Usman, mampu mengerahkan 200 kapal dan berhasil memenangkan peperangan laut yang sangat hebat.
6. Mulai membangun angkatan laut, yang kemudian berhasil menaklukan Pulau Siprus dan Rhodes. Ide Usman membangun angkatan laut dilatar belakangi oleh adanya serangan-serangan angkatan laut Romawi di wilayah Syam dan akhirnya Muawiyah mengirim angkatan laut ke Pulau Siprus dan berhasil mengalahkan Romawi di sana dan memaksa rakyat di pulau itu untuk membayar upeti kepada kekhalifahan.
7. Kaum muslimin membangun supremasi kelautan di wilayah Mediterania, Laodicea, dan wilayah semenanjung Syria, Tripoli dan Barca.
8. Pelabuhan pertama islam terletak di Afrika Utara.
9. Khalifah Usman tidak mengambil upah dari kantornya, bahkan ia menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal ini bermula ketika terjadi kesalahfahaman dengan Abdullah bin Irqam (bendahara baitul mal saat itu).
10. Mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
11. Dalam hal pengelolaan zakat, pemilik harta diberikan kebebasan untuk mengelola hartanya sendiri (dibebaskan zakat terhadap harta terpendam).
12. Dalam hubungannya dengan zakat dalam sambutan Ramadhan biasanya Usman selalu mengingatkan "Lihatlah bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki harta dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki apa yang dia utang dan membayar zakat untuk harta yang masih tersisa."
13. Menaikkan dana pensiun sebesar 100 Dirham dan memberikan ransum/tambahan pada masing-masing pensiunan berupa tambahan pakainan.
14. Memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan ke Masjid untuk fakir miskin dan musafir.
15. Usman berhasil menyusun mushaf al-Qur'an. Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek khalifah sebelumnya, Abu Bakar dan Umar. Kalau pada masa Abu Bakar berhasil dikumpulkan seluruh ayat al-Qur'an dan pada masa Umar seluruh ayat berhasil ditulis ulang, di masa Usman semuanya itu berhasil dibukukan dalam bentuk mushaf.

Usaha-usah pembebasan wilayah (alfutuhat) pada masa Umar yang dilanjutkan kembali oleh Usman ialah:
1. Berhasil membebaskan daerah-daerah seperti: Barqah, Tripoli bagian barat, Nubia (daerah di utara Sudan), dan Tunisia, yang semuanya terletak di Afrika Utara.
2. Dalam perluasan ke arah timur, pasukan islam dapat mendudukan Armenia utara, beberapa bagian dari Tabaristan yang belum ditaklukan sebelumnya, daerah-daerah di sebrang Sungai Jihun, Baktria, Kabul, Ghazna, dan Turkistan, yang semuanya terletak di Asia Tengah.

Akhir hayat Usman diawali ketika pada saat berbagai utusan dari Kuffah, Basrah, dan Mesir, datang menemui Usman agar memecat para gubernurnya yang notabeni adalah kerabat-kerabat sendiri, tetapi Usman menolak. Mereka kemudian mengepung rumah Usman dan menuntut pengunduran diri, Usman juga menolak. Pengepungan terus berjalan sampai beberapa hari.
Sebagian di antara mereka memaksa masuk ke dalam rumah untuk kemudian membunuhnya. Ini terjadi pada Dzulhijjah 36 H/17 juni 656 M, pada saat beliau berumur 82 tahun dan kekhalifahannya berlangsung selama dua belas tahun kurang dua belas hari. Usman dibunuh oleh orang-orang Muslim sendiri dan diatur secara terorganisir. Jenazahnya dimakamkan di Baqi' waktu malam hari.




Referensi
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawalipers, 1993).
Prof Dr Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta: PUSTAKA INTERMASA, 2009).

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM MASA UMAR BIN KHATTAB

Tahukah anda siapa itu Umar bin Khattab,
apakah kalian pernah mendengar nama tersebut?
Atau mungkin kalian sering mendengar nama itu, sehingga tidak asing untuk di ingat?
Mungkin bagi sebagian orang yang senang menonton film barat yang dikemas dengan sejarah, tidak asing lagi mendengar sebutan nama Umar!
Umar ini merupakan salah satu tokoh dunia yang menjadi satu dari sekian banyak inspirasi penulis sejarah dunia. Umar merupakan pemimpin yang terkenal sangat tegas, adil, dan berani. Sehingga semua jalan hidupnya ditelusuri dan diambil untuk diteladani dan juga dijadikan film yang biasa ditonton kebanyakan kita yang berjudul "OMAR."  Film Omar ini merupakan film yang menggambarkan watak dari seorang pemimpin yang berwibawa. Tapi ingatlah bahwa tidak semua isi film tersebut adalah benar, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa: Di dalam islam, tidak diperkenankan untuk umat menampakkan dengan sengaja  hal-hal yang berbau negatif dan yang tidak layak untuk diperlihatkan. Untuk itu, sekarang akan diulas tentang Umar bin Khattab berdasarkan peristiwa sejarahnya dan bukan berdasarkan peranannya di dalam film Omar.
Sebelum kita beranjak ke pembahasan yang lebih jauh, sebelumnya kita perlu mengetahui asal usul Umar bin Khattab. Bagaimana sehingga bisa-bisanya ia menjadi seorang pemimpin besar pada masanya.
Umar bin Khattab atau Umar bin Al-Khattab bin Naufal bin Abd Al-Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qart bin Razah bin Adi bin Ka'ab bin Luay bin Al-Adawi Al-Qurasy. Nama panggilannya adalah Abu Hafsah, bergelar Al-Faruq. Al-Faruk memiliki makna yakni membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Dilahirkan di Mekkah tahun 40 sebelum hijriah. Silsilahnya berkaitan dengan Rasulallah Saw pada generasi kedelapan. Salah satu dari tujuh belas orang Mekkah yang terpelajar ketika kenabian dianugrahkan kepada Al-Amin. Umar masuk islam pada saat berumur 27 Tahun.
Umar bergelar Amirul Mukminin, ia tidak berani memakai gelar Khalufatu Khalifati Rasulillah, alasannya tidak terlalu jelas. Menurut Ibnu Sa'ad, yang dikutip Hitti, menyebutkan "karena terdengar terlalu panjang, dan akhirnya dipendekkan."
Jika Khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dipilih berdasarkan penerimaan aklamasi, maka berbeda halnya dengan Umar bin Khattab yang langsung dipilih oleh Abu Bakar ketika masih menjabat sebagai Khalifah.
Umar bin Khattab menggantikan Abu Bakar dengan meraih sejumlah prestasi yang bisa dikatakan sangat gemilang. Dimana pada saat itu, gelombang pembebasan beberapa wilayah islam berhasil dilakukan. Hal ini diakibatkan kekalahan tentara Byzantium di pertempuran Yarmuk di daerah Syam. Adapun wilayah yang dibebaskan ialah: Kota Damaskus dan Ibu Kota Syam pada 635 M dan setahun setelahnya.
Beikut adalah kumpulan wilayah yang berhasil direbut dan ditaklukan oleh Umar bin Khattab, yaitu:
1. Babilon di Mesir yang dipimpin oleh Amr bin 'Ash pada 640 M. Sementara itu, tentara Byzantium di Heliopolis dikalahkan dan Aleksander kemudian menyerah pada tahun 641 M.
2. Irak di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqash. Al-Qaddisiyah, suatu kota dekat Al-Hirah, di Irak jatuh di tahun 637 M.
3. Dari Irak kemudian serangan dilanjutkan ke al -Madain (Cteshipon) berhasil ditaklukan.
4. Ibu kota Persia juga dapat dikuasai pada tahun 637 M.
5. Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai pada tahun 641 M.
Perluasan wilayah islam terjadi sangat pesat. Mesir ditaklukan oleh Islam seutuhnya kemudian dibangun kota-kota yang menjadi markas dari tentara islam, karena terlalu jauh untuk kembali ke Madinah.
Prestasi Umar amat gemilang bukan hanya dalam bidang pembebasan wilayah baru ke pangkuan islam, melainkan juga dalam aspek-aspek yang lain.
Berikut, kumpulan kebijakan Umar ibn Al-Khattab, yakni:
1. Menyusun dewan-dewan dalam pemerintahan
Mendirikan Baitul Mal. Didirikan untuk pencatatan administrasi yang rapih dan terstruktur. Baitul Mal didirikan pada masing-masing provinsi. Harta baitul mal dilarang untuk dikuasai kepentingan-kepentingan pribadi. Pendistribusian harta dalam baitul mal tidak dilakukan dengan sewenang-wenang. Untuk itu, Umar mendirikan beberapa departemen pemerintahan untuk membantu proses pengalokasiannya:
Adapun macam-macam departemen tersebut ialah:
     a. Departemen pelayanan militer, tugasnya ialah mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
     b. Departemen kehakiman dan eksekutif, tugasnya iyalah bertanggung jawab pada pembayaran upah para qadhi.
     c. Departemen pendidikan dan pengembangan islam, tugasnya iyalah mendistribusikan kekayaan negara untuk dakwah agama islam dan pengajaran agama islam.
     d. Departemen jaminan sosial, tugasnya yaitu mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
2. Membuat mata uang emas. Penetapan standar mata uang di negara islam sesuai dengan bobot dan karat dari mata uang emas dan perak.
3. Membentuk korps tentara untuk menjaga tapal batas.
4. Mengatur gaji.
5. Mengangkat hakim-hakim.
6. Mengatur perjalanan pos.
7. Menciptakan tahun Hijriah.
8. Mengontrol hisbah. Hisbah adalah pengawasan terhadap pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, pengawasan terhadap tata tertib kesusilaan, sampai pengawasan terhadap kebersihan jalan.
Sumber penerimaan negara yakni:
1. Al-Kharaj, Jizyah (zakat atas kuda, karet, madu), Ushr (pajak perdagangan).
Khalifah umar memberikan tunjangan kepada para pejuang islam, diantaranya ialah:
1. Aisyah bin Abbas bin Abd Muthalib, masing-masing 12.000 Dirham.
2. Istri Nabi selain Aisyah, masing-masing 10.000 Dirham.
3. Ali, Hasan, Husein, dan para pejuang Badar, masing-masing 5.000 Dirham.
4. Para pejuang Uhud dan imigrasi ke Habsyah, masing-masing 4.000 Dirham.
5. Pejuang Fathu Mekkah dan Muhajirin, masing-masing 3.000 Dirham.
6. Putra-putra pejuang Badar, orang-orang yang memeluk islam saat fathu Mekkah, Anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, pejuang perang qadisyah, dan orang-orang yang menghadiri perdamaian Hudayybiyah, masing-masing 2.000 Dirham.
Umar membagi kekuasaan islam, yang berpusat di Madinah , ke dalam beberapa provinsi yaitu : Mekkah, Madinah, Syam, Jazirah, Basra, Kufah, Mesir, dan Palestina. Tugas-tugas pemerintah di kawasan itu dipercayakan kepada para gubernur. Kedudukan gubernur merupakan wakil khalifah di Madinah.
Dalam memelihara keutuhan negara, dimana diperlukan adanya kekuatan militer yang tangguh dan berkelanjutan, umar mulai membentuk tentara reguler dengan sistem imbalan oleh negara dari Baitul mal. Baitul mal dalam hal ini memiliki fungsi sebagai kas negara dan pusat perbekalan negara. Dalam hal ini terkenal Diwan Umar yakni orang-orang dalam laskar yang diatur menurut suku masing-masing yang bertugas untuk:
1. Memberikan penetapan jumlah gaji yang harus diterima.
2. Menjelaskan pengelompokan jumlah gaji berdasarkan masa waktu mereka memeluk islam.
Gaya hidup Umar bin Khattab dan cara memimpinnya yaitu:
1. Terkenal sederhana dan merakyat.
2. Sering melakukan inspeksi mendadak ke daerah-daerah perkampungan untuk melihat dari dekat rakyat yang dipimpinnya.
3. Tidak pernah pandang bulu untuk menegakkan hukum.
4. Tidak memberikan hak istimewa tertentu.
5. Tidak seorang pun pejabat di pemerintahannya yang mendapat pengawal.
6. Tidak ada istana, tidak ada pakaian kebesaran, baik untuk Umar sendiri maupun bawahan-bawahannya, sehingga tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat.
7. Mereka (para pejabat negara) dapat dihubungi setiap waktu oleh rakyat.
8. Dalam berijtihad, Umar terkenal sebagai sosok yang intelektual. Sekalipun sangat hormat terhadap Nabi, namun ia tidak segan-segan untuk mendiskusikan gagasan atau tindakan Nabi jika dirasa olehnya Nabi bersikap dan bertindak atas kemauannya sendiri.
Ada beberapa kasus keputusan Nabi yang ditanggapi Umar sampai-sampai diabadikan dalam Al-Qur'an
1. Ketika tawanan Perang Badar diputuskan oleh Nabi untuk dikembalikan ke Mekkah, di mana Umar berpendapat bahwa tawanan itu lebih baik dieksekusi dengan hukum bunuh. Maka turunlah surat al-Anfal (8) ayat 67-68.
2. Ketika Umar mengusulkan agar makam Nabi Ibrahim dijadikan tempat shalat. Maka turunlah surat al-Baqarah (2) ayat 125.
3. Ketika Umar mengusulkan agar istri-istri Nabi memakai hijab. Maka turunlah surat al-Ahzab (33) ayat 53 tentang hijab.
4. Ketika istri-istri Nabi dengan perasaan cemburu berkumpul di hadapan Nabi, Umar berkata kepada para istri itu, "jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu." Maka turunlah surat at-Tahrim (66) ayat 5.
5. Umar pernah tidak membagikan zakat kepada salah satu mustahik yang disebut dalam surat at-Taubah (9) ayat 60, yaitu kaum muallaf. Umar berpendapat, waktu Nabi masih hidup, orang-orang mualaf diberikan zakat dengan tujuan untuk memperkuat islam. Namun keadaan sudah berubah dengan telah kuatnya islam.
Kasus lain ialah:
1. Ketika menjadi khalifah, umar pernah tidak mempraktikkan hukum potong tangan bagi pencuri dengan alasan situasi sedang paceklik. Pencuri yang ia bebaskan dari potong tangan didorong oleh kebutuhan membela diri dari kelaparan.
2. Pada saat terjadi penaklukan atas Irak, Mesir, dan Syam, di mana umar tidak membagikan tanah-tanah itu sebagai rampasan perang kepada para tentaranya. Alasannya, siapa yang akan menjamin hidup janda-janda mereka yang suaminya tewas berperang bersama pasukan islam itu.
Sekalipun Umar merupakan pemimpin yang amat tegas dan berani, namun Umar mengakhiri hidupnya dengan sangat tragis lantaran terbunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu'luah. Tragedi itu terjadi sewaktu penduduk tengah berkumpul untuk menjalankan Shalat Subuh, Abu Lu'luah masuk ke tengah-tengah mereka . Ketika khalifah Umar memasuki masjid, ia menyerbu dan menikamnya dengan sebuah pisau tajam dan dengan cepat melarikan diri. Pembunuhan tersebut di duga bermotif dendam akibat penaklukan atas Persia yang dilakukan pasukan islam pada masa Umar. Umar memerintah paling lama dibandingkan tiga khalifah lain, yaitu sepuluh tahun enam bulan. Namun demikian, kita sebagai generasi muda patut mencontoh cara Umar memimpin. Ia memimpin dengan sangat luar biasa. Kita tidak perlu bersikap dan berjiwa kepemimpinan saat kita telah mempunyai kedudukan. Namun akan lebih baik dan lebih bijaksana lagi apabila kita memulainya pada saat ini juga, selagi kita masih bisa berjuang dan mengibarkan kedamaian. Jangan tunggu sampai rambutmu dipenuhi dengan uban.



Referesi
Black, Antony, Pemikiran Politik Islam., terj.Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2006).
Nu'mani, Syibli, Umar yang Agung, terj. KarsidjoDjojosuwarno (Bandung: Pustaka, 1981).