Senin, 20 Agustus 2018

FIQIH SYIAH, KHAWARIJ DAN JUMHUR

Aliran syiah dan khawarij pada mulanya merupakan aliran politik karena sumber ikhtilaf mereka adalah tentang kepemimpinan umat islam. Dalam perjalanannya, khawarij berubah menjadi aliran kalam, sedangkan syiah memperkuat eksistensinya dalam aliran politik dengan membangun berbagai dokterin dan ajarannya, dan jumhur tetap serta mendukung pemerintahan yang Quraisy.
Konflik politik Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik, yaitu Abu Musa al-As'yari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan mengutus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam   berpolitik, yaitu Amr Ibn Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali ibn Abi Thalib dirugikan oleh Muawiyah ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa al-As'yari. Setelah peristiwa tahkim itu, paling tidak pendukung Ali terpecah menjadi dua, yakni:
1. Mereka yang terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia pada Ali ibn Abi Thalib.
2. Kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali yang pada akhirnya mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali yang selanjutnya melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam peristiwa tahkim.
Kelompok khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang yang kafir. Disamping ada penentang, Ali ibn Abi Thalib juga memiliki pendukung fanatik yang senantiasa setia kepadanya, kesetiaan mereka terhadap Ali semakin bertambah, ditambah lagi setelah peristiwa terbunuhnya Ali oleh kalangan khawarij. Mereka yang fanatik terhadap Ali ibn Abi Thalib dikenal dengan kelompok syiah.
Meskipun berbeda kepentingan, dua kelompok ini sepakan menentang kekuasaan Dinasti Umayyah. Dari kalangan khawarij, ia menganggap Bani Umayyah telah menyeleweng dari ajaran islam sedangkan dari kalangan syiah menganggap bahwa Bani Umayyah telah merampas kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dan keturunannya. Dalam suasana pertentangan tersebut, muncul ulama yang berusaha netral. Menurut kelompok tersebut, sahabat yang bertikai karena kepentingan politik tidak keluar dari islam. Kelompok ini yang kemudian dikenal dengan kelompok jumhur atau Mur'jiah.
Beberapa hasil pemikiran khawarij tentang hukum islam, diantaranya:
1. Umat islam tergolong jumhur (sunni) percaya bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh Quraysy. Berbeda dengan hal itu, khawarij berpendapat bahwa pemimpin umat islam tidak mesti keturunan Quraysy, karena setiap umat islam berhak menjadi pemimpin.
2. Dalam al-Qur'an terdapat sanksi bagi pelaku zina, yaitu dijilid sebanyak 100× Qs. An-Nur 24:2. Disamping itu, dalam sunnah ditentukan sanksi bagi pelaku zina adalah rajam jika pelakunya sudah menikah. Khawarij tidak menerima tambahan sanksi bagi pelaku zina sesuai hadis. Mereka berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah 100× jilid, tidak ditambah rajam; sebab sanksi jilid ditentukan dalam al-Qur'an, sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah (Asy-Syaharastani, t.t.:121)
3. Dalam al-Qur'an terdapat perempuan yang haram dinikahi. Diantara yang haram dinikahi adalah anak perempuan (banatukum). Qs-An-Nisa :23-24. Menurut jumhur ulama, kata banat tidak terbatas pada anak, akan tetapi mencakup cucu dan terus dalam garis keturunan ke bawah. Namun khawarij (sekte almaimuniyyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh, sebab yang diharamkan adalah anak. (Asy-Syahrastani:129)
4. Khawarij pada umumnya berpendapat: menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij tidak sah (karena mereka termasuk kafir). Namun orang yang tidak sekelompok dengannya (tidak masuk dalam sekte khawarij)  jika menikah dengan golongan tersebut, itu berarti tidak apa-apa atau diperbolehkan.
5. Harta ghanimah dari perang melawan orang islam yang bukan dari kelompok khawarij hanya berupa senjata dan kuda.
Secara umum, sumber hukum syiah ada 2 macam, yaitu:
1. Al-Qur'an
Beberapa pendapat syiah tentang hukum islam:
a. Nikah mut'ah, seorang laki-laki menikah dengan perempuan dalam kurun waktu tertentu dan diberi sejumlah upah. Berdasr pada Q.S. An-Nisa (4) ayat 24.
b. Laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan perempuan ahli kita. Sebab Q.S. Al-Maidah (5) ayat 5 batal dengan  Q.S. Al-Mumtahanah (60) ayat 10.
c. Syiah menolak pembagian harta pusaka dengan menggunakan konsep aul', yaitu kelebihan dalam saham para ahli waris dan besarnya asal masalah dan adanya penyusutan kadar saham mereka ( Fatchur Rahman, 1987:409).
d. Syiah berpendapat: Nabi Saw dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
e. Mengenai azan, ulama syiah berpendapat setelah kalimat "Hayya 'ala al-falah" adalah "Hayya'ala khair al-'amal".
f. Pengganti Nabi Muhammad Saw telah ditentukan dengan cara wasiat yakni kepada Ali ibn Abi Thalib.
2. As-Sunnah yang bermakna lahir dan batin.
Sunnah dapat diedakan menjadi 4 dalam pandangan syiah, yaitu:
a. Hadis sahih (tradisi yang otentik) yakni hadis yang kebenarannya dapat diusut sampai kepada imam yang diceritakan oleh seorang imam yang adil atau bisa dipercaya yang dimana kejujurannya ini disepakati oleh para imam ahli hadis.
b. Hadis hasan (tradisi yang baik) yakni, sama halnya dengan hadis sahih namun pada hadis hasan ini diceritakan hanya oleh orang yang terhormat.
c. Hadis musaq (kuat) yakni, hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dikenal tsiqah, adil, benah, dan jujur oleh ahli sejarah, sekalipun bukan dari pengikut Ali.
d. Hadis dha'if (lemah) yaitu, hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis musaq.
Perlu diketahui oleh kita semua bahwa:
1. Syiah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam syiah dan ulama syiah.
2. Dalam pengambilan tafsir menggunakan tafsir syiah saja.
3. Dalam mengambil hadis menggunakan hadis syiah saja. (Ahmad Amin {III t.t.: 254}).
Berikut ini adalah beberapa pemikiran jumhur ulama:
1. Nikah mut'ah haram dilakukan.
2. Jumhur menggunakan konsep 'aul dalam pembagian harta pusaka.
3. Nabi tidak dapat mewariskan harta karena ada hadis yang menyatakan hal demikian.
4. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah empat orang, itupun merupakan pembentukan hukum islam secara berangsur-angsur.
Untuk diketahui bahwa, Jumhur dan Jumhur Ulama itu berbeda. Letak perbedaannya yaitu : jumhur digunakan untuk menyebutkan nama lain dari aliran mur'jiah, sedangkan jumhur ulama digunakan bagi kumpulan ulama-ulama islam yang musyawarah guna memutuskan suatu perkara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar