Minggu, 15 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN PERADABAN MASA DAULAH FATIMIYAH

Daulah Fatimiyah
Nama dinasti ini diambil dari nama putri Nabi Muhammad yakni Fatimah az-Zahra. Pediri Dinasti Fatimiyah bernama Ubaidillah al-Mahdi ia mengaku berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan istrinya.
Dinasti Fatimiyah merupakan Dinasti pertama di Mesir yang beraliran Syiah, sangat luar biasa bisa menanamkan ajaran syiah diantara kaum sunni yang dominan di Mesir. Dinasti Fatimiyah muncul pertama kali di Tunisia, Afrika Utara pada tahun 909 M. Tokohnya yakni Abu Abdullah asy-Syi'i. Ia merupakan orang yang mengembangkan faham syiah sampai menjadikannya sebuah Dinasti. Pengikutnya berasal dari kalangan orang-orang Barbar sekte Kitamah.
Pada awalnya, Dinasti Fatimiyah berhasil menumbangkan gubernur Aghlabiyah dan penguasa Idrisiyah di Afrika Utara. Dilanjutkan dengan memasuki Mesir di bawah komando jendral yang bernama Jawhar as-Siqili tahun 969 M. Ia pun berhasil menumbangkan Mesir yang dimana saat itu dipimpin oleh Ikhsyidiyah. Setelah berhasil ditaklukkan, diberilah nama al-Qahirah artinya "kota kemenangan" yang dijadikan sebagai ibu kota Fatimiyah.
 
Nama Khalifah yang Pernah Berkuasa
1. Khalifah al-Muizz 365 H/975 M
Khalifah al-Muizz berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan memperbaiki sistem perpajakan, meningkatkan keamanan, memajukan pertanian, perdagangan dan kerajinan, menegakkan keadilan, namun tetap memberi toleransi kepada seluruh anggota masyarakatnya. Contohnya seperti dalam menjalankan pemerintahan, ada beberapa orang yang terpilih menjadi anggota pemerintahan sekalipun memiliki agama yang berbeda dengan agama islam.
Al-Muizz juga memfokuskan kekuasaannya di Hijaz dan Syiria karena seperti yang diketahui bahwa, tempat tersebut yang masih ingin dikuasai kembali oleh Romawi Byzantium dan dikhawatirkan Bani Abbas ingin merebut kembali daerah yang pernah dikuasainya tersebut.
Khalifah al-Muizz tidak lupa pula untuk mengenalkan ajaran syiahnya kepada masyarakat di sela-sela perjuangannya membangun kesejahteraan rakyat. Hari-hari yang biasa menjadi hari perayaan Maulid yang dilakukan masyarakat Mesir yakni, berkenaan dengan kelahiran Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah binti Muhammad, Hasan, Husein dan pastinya khalifah yang sedang berkuasa.
2. Khalifah al-Aziz 365 H/975 M
Khalifah al-Aziz membangun perpustakaan besar di dalam istana yang memiliki 1.000.000 buku dalam berbagai jenis ilmu pengetahuan. Ialah yang membangun Jami' yang dulu dibangunnya menjadi sebuah universitas yang bernama al-Azhar, Kairo Mesir.
Istana al-Aziz bisa menampung sekitar 30.000 tamu, Masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, keamanan terjamin. Perekonomian sektor perdagangan, industri dan pertanian dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi saat itu. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah saat itu bukan hanya saingan dari Abbasiyah, namun lebih unggul dan menjadi satu-satunya kekuasaan islam yang mempunyai angkatan laut di Laut Tengah sebelah Timur.
Adapun daerah kekuasaan al-Aziz ialah dari Samudra Atlantik di sebelah barat sampai Laut Merah, Yaman, Hijaz, Damaskus, dan Mosul di sebelah Timur.
3. Al-Hakim 386 H/996 M
Al-Hakim ini anak dari al-Aziz. Setelah al-Aziz meninggal, ia memberikan kekuasaannya pada al-Hakam yang masih berumur 11 tahun. Al-Hakim masih belum mengerti tentang kerajaan dan diserahkan kepercayaan kepada seorang Barjuan yang memberi gelar pada dirinya sendiri Amin ad-Dawlah (kepercayaan kerajaan). Ketika Barjun diberi otoritas untuk memerintah, ia malah menguasai sepenuhnya kerajaan Fatimiyah tanpa memerdulikan al-Hakim. Namun setelah al-Hakim beranjak dewasa, ia membunuh Barjun tersebut yang dimana Barjun tersebut yang dimana dulunya merupakan gurunya sendiri.
Pada masa pemerintahannya yang awal, ia bergaul dengan rakyat di jalan-jalan dan di pasar-pasar, untuk mendengarkan keluh-kesah mereka supaya dicarikan solusi yang tepat oleh al-Hakim. Namun setelah beberapa tahun memerintah, ia memilih untuk berzuhud. Segala macam peraturan yang hampir kebanyakan tidak masuk akal, dibuat oleh khalifah ini, dan ia pun telah banyak membunuh pejabat kerajaan seperti panglima angkatan perangnya, hakimnya, kepala polisinya, dan hakimnya para hakim.
Khalifah al-Hakim dikatakan oleh para ilmuan serta orang Barat dan Timur sebagai orang yang aneh dan tidak labil. Bagaimana tidak, ia pun ketika meninggalnya berada diatas himarnya dimana bajunya berlumuran darah dan tidak diketahui siapa yang membunuhnya.
4. Adz-Dzahir tahun 411 H.
Ia menggantikan ayahnya pada usia yang masih sangat muda sehingga ialah satu-satunya penguasa dalam dunia islam yang memiliki jabatan terlama 60 Tahun. Pada masa Adz-Dzahir ini semuanya diperbaiki. Segala peraturan yang dibuat oleh ayahnya diperbaharui dan ada pula yang dihapuskan. Akhirnya, pemerintahan berjalan stabil kembali. Khalifah lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang pertanian dan pada waktu itu pernah mengalami masa-masa sulit yang disebabkan oleh surutnya air sungai Nil sehingga sedikit mendapatkan pasokan air.
5. Khalifah Al-Mustansir
Khalifah ini juga mengalami masa-masa sulit, bahkan lebih sulit dari khalifah sebelumnya. Itu semua ditandai dengan terjadinya kelaparan akibat hancurnya pertanian. Ketika keadaan mulai membaik, pemerintahan malah dikuasai oleh para mentri dan khalifah hanya sebagai lambang. Semua itu berlangsung cukup lama. Setelah peristiwa tersebut terjadi, ada 6 khalifah yang kembali berkuasa namun itu tidak bertahan lama dan tidak terlalu memperoleh hasil dalam pemerintahannya. Mereka tidak begitu berjasa dalam membangun kembali Dinasti Fatimiyah.

Minggu, 08 Juli 2018

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL

Spanyol atau Lebih Dikenal Dengan Andalusia Dalam Dunia Islam.
Penaklukan Spanyol merupakan sebuah kontribusi yang paling berharga bagi pencerahan peradaban masyarakat Eropa, bagaimana tidak, sebelum islam masuk ke wilayah Barat, kehidupan disana sangatlah berantakan dan tidak karuan dimana masyarakat disana sangat terbelakang dan kehidupan yang sangat primitif. Jika boleh diperbandingkan dengan kaum muslimin diTimur maka perbandingannya adalah Muslim berada di langit dan buminya adalah masyarakat Barat.
Sebelum islam masuk Spanyol, ia lebih dulu dikuasai oleh Romawi Timur sekitaran tahun 133 M. Pada masa ini Andalusia banyak didatangi oleh bermacam-macam bangsa dan agama seperti; bangsa vandal, bangsa visigoth dari jerman. Antara orang-orang Masehi dan Yahudi juga saling bermusuhan sehingga kelompok Yahudi menjadi tersingkirkan. Pada saat itu juga, para penguasa sering berkonflik akibat perebutan kekuasaan. Akibatnya, kondisi sosial Andalusia menjadi sangat terpuruk dan korban dari semua itu tidak lain adalah rakyat. Karena tidak diurus oleh penguasa akibat konflik yang terus-menerus tersebut akibatnya rakyat menjadi melarat, terjadi penindasan oleh kalangan bangsawan terhadap rakyat kelas bawah, dan perlakuan yang tidak adil.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintah terakhir jerman (Visigoth) Roderick, yang makin memperburuk situasi baik itu dalam kondisi sosial, ekonomi, bahkan semua agama yang di Spanyol. Puncaknya ketika penguasa Toledo yang bernama Witiza diberhentikan tanpa alasan apapun. Kemudian Roderick memindahkan kekuasaannya yang semula di Sevilla kemudian ke Toledo.
Raja Roderick juga berkonflik dengan Gubernur pada kekaysaran Bayzantium yang bernama Julian. Julian menuntut Roderick dan bertengkar dengannya karena anak dari Julian yang bernama Florenda dilecehkah di istana. Kenapa bisa demikian, biasanya anak keturunan bangsawan selalu dititipkan di Istana Kerajaan untuk diberi pendidikan dan tata krama kebangsawanan.
Karena rasa sakit hati yang mendalam terhadap Roderick maka Julian meminta bantuan kepada Gubernur Afrika Utara yang bernama Musa bin Nusayr untuk mengalahkan sekaligus menundukkan Roderick di hadapannya. Namun, Musa bin Nusayr belum bisa menyetujui permintaan Julian tersebut takutnya nanti Julian hanya berkedok demikian dan memiliki tujuan lain. Maka, Musa bin Nusayr mengutus Thariq bin Malik bersama 500 pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki untuk melakukan survei ke wilayah Spanyol. Pulanglah Tharik bin Malik dari Spanyol dan melapirkan kepada Musa bin Nusyr bahwa wilayah spanyol layak untuk dimasuki. Sambli Thariq membawa harta yang sangat banyak sambil dia mendatangi Musa dengan segera. Musa lalu memerintahkan Thariq untuk berperang dan Thariq sendiri yang menjadi panglima perang tersebut.
Pada tahun 711 M, Thariq bersama 7.000 tentara menyebrangi selat dengan kapal-kapal yang telah disediakan oleh Julian. Thariq mendarat di sebuah gunung batu dimana ia menuliskan namanya di gunung batu tersebut sebagai bukti bahwa ia pernah ada disana dan akhirnya gunung batu itu dikukuhkan dengan nama Jabal Tariq atau dalam bahasa spanyol "Gibraltar."
Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5.000 orang dari pihak Julian sehingga jumlah pasukan perangnya terkumpul menjadi 12.000 orang. Sedangkan Raja Roderick telah menyediakan 100.000 pasukan perangnya. Menurut logika memang pasukan Thariq tidak akan mencapai kemenangan, namun apa yang terjadi? Kekuatan pasukan Roderick hanya sebatas jumlahnya yang banyak namun semangat di jiwa mereka tidak sebanyak jumlahnya dan tidak juga sekuat lawannya.
Sebelum berperang, Thariq menyampaikan kepada pasukannya "Saudara-saudara sekalian, kita sekarang berada diantara dua pilihan, menang atau mati. Di belakang kita terbentang sebuah lautan, sedangkan di hadapan kita lawan sudah menghunus pedang. Tiada lagi jalan mundur. Barangsiapa lapar, ambillah makanan yang tersedia di tangan lawan, dan barangsiapa membutuhkan senjata, ambillah dari tangan lawan."
Dengan pasukan yang kompak, bersatu padu, dan penuh percaya diri, pasukan islam di bawah komando Thariq memberikan pukulan hebat kepada musuhnya sehingga lawannya tercerai-berai dan pasukan Thariq pun memperoleh kemenangan yang gemilang. Akan halnya dengan Raja Roderick, ia pada akhirnya dapat dibunuh oleh pedang Thariq.

Adapun indikator kemenangan Thariq dalam peperangan tersebut ialah, sebagai berikut:
1. Penduduk Spanyol sudah bosan menghadapi raja-rajanya yang dimana bagi rakyat kelas bawah diberlakukan biaya pajak yang sangat mahal sedangkan bagi para bangsawan malah diistimewakan dengan dibebaskan mereka dari membayar pajak. Itulah yang menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin menjadi melarat.
2. Terjadi perpecahan diantara para penguasa yang akhirnya menimbulkan peperangan dan ada beberapa anggota kerajaan yang beralih memihak dan bekerja sama dengan kaum muslimin untuk menghancurkan lawannya.
3. Terjadi pertentangan antara pemimpin agama, yakni antara Gereja Katolik dan Gereja Aria yang dimana penganut Katolik pribumi beranggapan bahwa amalan-amalan yang dikerjakan Aria banyak yang bertentangan dengan amalan-amalan Katolik.
4. Pada tahun 612 M, penguasa Gothik mengeluarkan dekrit kerajaan yang memerintahkan penduduk Yahudi untuk dibaptis dan memeluk agama Kristen. Jika tidak, maka kaum Yahudi akan disita hartanya bahkan penduduk Yahudi akan  dibuang dari sana.
5. Sekalipun pasukan spanyol berjumlah 100.000 orang namun smangat perjuangannya sangatlah rendah, ini disebabkan karena pemerintah menarik anggota perang dengan sembarangan tanpa ada penilaian.
6. Tentara islam disusun atas orang-orang Barbar yang terkenal dengan fisiknya yang kuat dan terlatih. Juga kaum muslimin yang ikut berperang selalu menaati prosedur berperang yang ada.
Setelah Thariq memenangkan peperangan di spanyol, Musa mengirimkan 18.000 pasukan pada tahun 712 M. Setelah merampas Carmona, kota terkuat di Spanyol, Musa melanjutkan ke Sevilla. Toledo blum bisa dikalahkan, namun 3 bulan kedepan akhirnya jatuh ke tangan kaum muslimin. Musa melanjutkan perjalanannya ke Barcelona di sebelah Timur, Nabronne di Alcarve, Cadis di sebelah tenggara, dan Sisillia di sebelah Barat laut. Musa kemudian bergabung dengan pasukan Thariq di Talavera yang dimana Thariq juga menundukkan kota-kota di Spanyol dan juga Kordoba.
Di tempat Thariq dan Musa bergabung, yakni di Talavera, Musa memecat dan sekaligus memenjarakan Thariq  dengan alasan bahwa Thariq tidak mematuhi instruksi-instruksi yang ia berikan.
Selanjutnya, musa meneruskan perjalanan ke Prancis. Setelah tiba di Konstantinopel, ia dipanggil oleh khalifah di Damaskus (al-Walid) karena mendengar bahwa Thariq bertengkar dengan Musa. Tidak lama kemudian, al-Walid meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sulaiman. Sulaiman lalu memecat Musa, harta ghonimahnya dirampas kemudian dipenjarakan, persis sama seperti apa yang ia pernah lakukan kepada Thariq. Musa dibuang ke Hijaz dan di masa tuanya ia hidup miskin menjadi pengemis sampai akhir hayatnya.
Ketika spanyol dikuasai oleh kaum muslimin maka digantilah namanya menjadi Andalusia. Khalifah yang memimpin bernama Abdul Aziz, anak dari Musa. Abdul Aziz menikah dengan janda dari Roderick yang bernama Achelon yang kemudian diganti namanya menjadi Ummu Ashim. Inilah kali pertama terjadi pernikahan campuran dalam dunia islam. Tidak lama memerintah, Abdul Aziz ditemukan mati terbunuh yang penyebabnya masih tidak jelas. Ia kemudian digantikan oleh Muhammad bin Yazid sebagai penguasa di Afrika Utara dan Spanyol. Pada masa pemerintahannya, kehidupan rakyat menjadi aman tentram damai dan sejahtera karena setiap orang dibebaskan untuk menganut agamanya masing-masing dan beribadah sesuai keyakinan dan bahkan mereka diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Namun gejolak mulai terjadi ketika kekuasaan Umayyah di Damaskus diserang oleh kelompok Bani Abbas yang membangkitkan revolusi. Revolusi berdarah tersebut berhasil melenyapkan kekuasaan bani Umayyah dan pada saat itu (750 M) terjadi pembersihan etnis, tidak ada yang dibiarkan hidup, semuanya dibunuh bahkan sampai khalifah umayyah yang sudah meninggal pun dibongkar makamnya untuk disiksa dngan maksut supaya tidak ada lagi bibit Umayyah yang akan bermunculan di masa selanjutnya. Namun peristiwa dramatis terjadi. Ada seorang keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari peristiwa tersebut, yakni Abdurrahman. Ia berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi dan akhirnya berkelana ke berbagai daerah dan sampai di Andalusia. Di Andalusia ia disambut oleh para pendukungnya dan menjadi pemimpin yang biasa disebut dengan amir pada masanya.
Dua tahun sebelum wafat, Abdurrahman membangun Masjid agung Kordoba, yang kemudian diselesaikan dan diperbesar oleh para penggantinya. Dengan pilar-pilar yang banyak dan megah serta halamannya yang luas, bangunan yang monumental ini masih berdiri dengan nama "La Mezquita" (Masjid). Pada tahun 1236 M, bangunan ini diubah menjadi katedral oleh Raja Ferdinand III. Ia juga yang membuat jembatan di atas Sungai Guadalquivir. Untuk lebih mengnambah wawasan anda yanģ membaca blog ini, bisa kalian tonton MUSLIM_TRAVELER_2018_ Madrid. Spanyol.
Adapun penguasa setelah Abdurrahman ad-Dakhil  yakni Hisyam I, al-Hakam I, Abdurrahman II, Muhammad I, al-Munzir, Abdullah, dan Abdurrahman III.
Penguasa Bani Umayyah terbesar adalah Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir. Ia memerintah selama 49 tahun. Pada masanya, ia mengganti gelar amir menjadi gelar khalifah. Keputusan an-Nashir mengganti gelar tersebut karena Dinasti Abbasiyah sudah mulai terpukul mundur dan mulai diambil alih kekuasaannya oleh Dinasti Buwaih.
Di ujung pemerintahan Dinasti Umayyah mulai bermunculan hampir 30 Kekuasaan kecil di spanyol, ini mempengaruhi persatuan islam yang menjadi kendor. Wilayah islam mulai direbut, Muslim tunduk pada kaum Kristen melalui penaklukan dan perjanjian tepatnya yakni pada abad ke-13M. Pada babak terakhir, spanyol hanya tinggal dua kerajaan yakni Aragon dan Castille. Perkawinan antara Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Castille pada 1469 M telah mempersatukan kerajaan ini untuk selamanya. Penyatuan ini menjadi pemusnahan bagi Muslim di spanyol. Raja dan Ratu tersebut dikenal sangat kejam, umat Muslim dipaksa untuk masuk Kristen dan jika mereka hendak menolak maka mereka dibunuh. Tidak ada toleransi apalagi keringanan bagi muslim. Maka muslim yang masih tersisa, dengan segera meninggalkan spanyol.

Kamis, 05 Juli 2018

PRESTASI PARA KHALIFAH BESAR ABBASIYAH

Khalifah besar yang termasuk memiliki prestasi tinggi dan bagus di pemerintahan Abbasiyah hanya segelintir saja. Adapun khalifah yang tidak masuk dalam golongan khalifah besar itu disebabkan karena terlalu singkat mereka memerintah yang menyebabkan tidak sempatnya mengatur dan mengorganisasikan pemerintahan.
Yang termasuk dalam Khalifah besar yakni:
1. Abu al-Abbas as-Saffah
2. Abu Ja'far al-Mansur
3. Al-Mahdi
4. Harun ar-Rasyid
5. Al-Ma'mun
Khalifah pertama Dinasti Abasiyah adalah Abu al-Abbas as-Saffah. Menurut Suyuthi, ia adalah seseorang yang bermoral tinggi, memiliki loyalitas, disegani, berfikir luas, pemalu, dan bertingkah laku baik. Ia terbilang sopan dan menepati waktu sesuai  janjinya.
Namun, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di awal kekuasaannya, dapat disebutkan bahwa khalifah pertama ini terbilang berwatak sangat keras, terutama pada siapa saja orang yang dirasa tidak sepaham dengan dirinya.
Gelar as-Saffah artinya si haus darah. Sifat keras abu al-Abbas karena rasa dendam yang teramat dalam terhadap kezaliman Dinasti Bani Umayyah yang selalu menumpas setiap penentangnya. Ia juga diketahui hidup di kalangan orang-orang yang memang membenci Umayyah dan ingin memberontak. Itulah mengapa abu al-Abbas sangan membenci Dinasti itu.
Pada masa pemerintahannya, Abu al-Abbas lebih terfokus pada mempertahankan pemerintahannya karena kekuasaannya baru muncul dan sangat rentan akan perdebatan, perselisihan, dan bahkan bisa mencapai pemberontakan. Jadi, ia belum sempat memikirkan bagaimana perkembangan Dinasti Abbasiyah selanjutnya. Ia hanya langsung menunjuk Abu Jafar al-Mansyur sebagai khalifah penggantinya kelak di kemudian hari, setelah ia cukup tua atau setelah ia meninggal dunia.
Abu Jafar al-Mansur menjadi khalifah kedua pengganti Abu al-Abbas yang merupakan saudaranya sendiri. Al-Mansur terkenal dengan kehebatannya, pemberani, tegas, berfikir cerdas, dan gagah perkasa. Baru pada masa pemerintahannya ini, sistem pemerintahan dikelola dan diatur dengan baik. Mulai dibentuk peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan pengenalan akan hal-hal yang baru.
Tata tertib dalam pemerintahan diatur sedemikian rupa sehingga tertata rapi dan juga mulai dibentuk pasukan militer menjadi lebih bagus lagi. Tidak kalah dari hal-hal di atas, Al-Mansur juga menumpas setiap pemberontak yang mulai banyak bermunculan ke permukaan sehingga mereka yang memberontak bisa dibunuh ataupun dipenjarakan. Bisa dibilang bahwa, para pemberontak tidak mengetahui bahwa sekalipun Al-Mansur terbilang orang yang baik dan ramah namun ketika ia telah memakai seragam khalifahnya maka disana lah baru akan terlihat sifat kerasnya tersebut. Al-Mansur tidak jauh berbeda dari Abu al-Abbas yang mana mereka sama-sama memiliki sifat yang keras dan tidak mengenal belas kasihan pada orang yang tidak sepaham dengannya apalagi orang yang berani memberontak.
Namun demikian, Al-Mansur juga adalah manusia biasa yang pasti akan rapuh dan meninggal. Al-Mansur wafat pada 158 H/775 M di pertengahan jalan menuju Mekkah saat ia hendak melaksanakan ibadah Haji.
Khalifah pengganti Al-Mansur tidak lain adalah anaknya sendiri yang bernama Abu Abdullah Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Mahdi. Al-Mahdi merupakan gelar yang diberikan padanya. Al-Mahdi lahir pada tahun 126 H di Idzdad, suatu tempat di antara Khuziztan dan Isfahan.
Masa pemerintahan Al-Mahdi bisa dikatakan adalah masa perpindahan dari watak pribadi pemimpin terdahulu yang keras menjadi watak kepemimpinan yang lemah lembut dan dermawan. Ini terbukti bahwa, ketika Al-Mahdi naik takhta menjadi khalifah Abbasiyah ia sangat baik dan sangat berbelas kasih kepada kaum miskin dan melarat.
Al-Mahdi mengawali pemerintahannya dengan membebaskan para tahanan penjara seluruhnya kecuali memang orang-orang yang melakukan tindak kejahatan yang membahayakan dan mengancam orang banyak, seperti pembunuh. Al-Mahdi memberikan kembali hak-hak istimewa kota-kota suci yang dulunya dicabut oleh pemerintah sebelumnya. Ia juga mengembalikan harta para keturunan Nabi Saw. Masjid Nabi dibangun kembali dan dipindahkan, yang modal pembangunannya berasal dari Al-Mahdi sebesar 30 juta dirham dimana uang itu diberikan sebagai derma bagi rakyat Hijaz.
Masjid-masjid dan sekolah-sekolah di semua kota yang termasuk dalam kategori kota yang penting mulai diperbesar. Tidak lupa pula Al-Mahdi memberikan tunjangan pada orang-orang yang menderita penyakit kusta dan orang-orang miskin. Ia juga membuat penginapan dan sumur-sumur di setiap jalan yang dilalui oleh jamaah haji, dan kepada mereka serta wisatawan disediakan para pengawal untuk menjaga dan melindungi.
Al-Mahdi sama sekali tidak menggunakan kekerasan dalam memerintah. Semua itu terbukti dengan kejadian yakni ketika Marwan berusaha untuk memberontak di Syria namun berhasil ditumpas dengan dipenjarakan  untuk sementara waktu kemudian dibebaskan dan memperoleh tunjangan yang besar. Janda Marwan juga diperlakukan dengan sangat baik.
Sekalipun Al-Mahdi baiknya luar biasa namun ia tidak memberi peluang untuk timbulnya praktik-praktik bid'ah. Ia membasmi setiap orang yang melenceng dari ketentuan syariat.
Setelah Al-Mahdi meninggal dunia selanjutnya ia digantikan oleh anaknya yang tertua yaitu Al-Hadi yang mana ia hanya memerintah selama 1 tahun 1 bulan dan 20 hari. Dalam Dinasti Abbasiyah dialah khalifah yang memerintah paling singkat diantara khalifah yang lain. Al-Mahdi merupakan saudara tiri dari Harun ar-Rasyid. Al-Mahdi tidak menginginkan kekuasaannya digantikan oleh saudara tirinya sehingga ia melakukan tindakan seperti; memenjarakan orang-orang yang berada di sekitar Harun ar-Rasyid yang dirasa mempunyai peran penting dalam kehidupan dan pemikiran Harun ar-Rasyid. Al-Hadi khawatir jika Harun ar-Rasyid menjadi khalifah disebabkan karena keegoisan dan kerakusan Al-Hadi dalam hal kekuasaan. Tindakan yang ia lakukan ialah dengan memberikan takhtanya kepada anaknya yakni Jafar.
Akhirnya, Harun ar-Rasyid meninggalkan ibu kota Bagdad untuk menyelamatkan diri karena khawatir khalifah Al-Hahdi makin sewenang-wenang dalam memerintah sehingga dapat membahayakan Harun ar-Rasyid. Namun, ketika disiarkan bahwa Al-Hadi telah meninggal dunia maka Harun al-Rasyid kembali ke Bagdad untuk naik takhta menjadi khalifah.
Pada masa Harun ar-Rasyid inilah segala bidang pemerintahan berkembang pesat secara bersamaan yakni di bidang politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan sampai pada peradaban islam.
Harun ar-Rasyid dikenal di segala penjuru dunia dan diceritakan secara detail dan panjang tentang dirinya diantara khalifah yang lain. Di antara yang membahas tentang Harun ar-Rasyid ialah Encylopedia Americana dan Historian's History of The World (vol VIII). Kedua media itu menceritakan tentang sifat, sikap dan cara khalifah Harun ar-Rasyid memerintah. Diceritakan juga bahwa Harun ar-Rasyid merupakan tokoh legendaris dalam sebagian kisah Seribu Satu Malam, itulah mengapa ia menjadi semakin dikenal orang-orang.
Harun ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang gagah berani, dermawan, dan sangat agung. Ia selalu menolak untuk memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan korupsi dan lain sebagainya. Perhatiannya pada rakyat sangat luar biasa, ini dibuktikan dengan lebih diutamakannya kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan ia pribadi maupun pihak anggota pemerintahan.
Sifat dan sikap yang dimiliki Harun ar-Rasyid bisa dibilang akibat dari pendidikan yang sejak kecil telah dididik dengan sangat baik oleh pihak kerajaan dan dia sendiri merupakan orang yang memiliki keintelektualan yang tinggi dan keaktifannya dalam membaca buku-buku sejarah dan buku-buku keilmuan lainnya.
Pada tahun 791 M, Harun ar-Rasyid membagikan wilayah kekuasaan kepada 3 anaknya atas permintaan istri yang paling ia sayangi yaitu Zubaidah, yang berasal dari Arab yang dimana memiliki anak yang bernama Al-Amin.
Harun ar-Rasyid membagi wilayah kekuasaan kepada 3 orang anaknya dengan tujuan supaya kelak tidak terjadi perebutan kekuasaan dan supaya pemerintahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan saling beriringan mengembangkan kekuasaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya. Apa yang paling ditakutkan oleh Harun ar-Rasyid akhirnya kejadian.
Adapun wilayah kekuasaan masing-masing anak Harun ar-Rasyid ialah:
1. Al-Amin wilayah bagian barat
2. Al-Ma'mun wilayah bagian timur yakni Khurasan hingga Hamadan
3. Al-Qasim wilayah Mesopotamia
Dari ketiga anak yang menggantikannya, hanya Al-Ma'mun yang memang pantas menjadi seorang pemimpin pengganti ayahnya. Al-Amin, ia adalah sosok yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan pikirannya lemah, ia tidak berbakat dalam masalah memimpin ia mahir dalam hal sastra dan hidupnya banyak dihabiskan dengan berfoya-foya. Ia dengan mudahnya memberikan uang yang begitu banyak untuk suatu tindakan dan sesuatu yang dilihatnya tidak enak dipandang. Al-Amin juga pernah membuat lapangan bola di dalam istana. Beda halnya dengan Al-Ma'mun yang menghabiskan waktunya dengan semakin giat belajar baik mengenai bidang pemerintahannya maupun bidang ilmu pengetahuan dan fokus pelajarannya pada bagaimana mempertahankan dan mengembangkan pemerintahannya. Ia sangat tidak suka akan hal-hal yang dirasakannya kurang memiliki manfaat, Al-Ma'mun lebih banyak juga mempelajari tentang keagamaannya.

KECERDASAN BANGSA BARAT DIPEROLEH DARI BANGSA ARAB (UJUNG PEMERINTAHAN ABBASIYAH)

Abbasiyah, di bidang industri dan seni menampilkan gedung-gedung yang megah, masjid-masjid yang besar, dan lukisan-lukisan yang indah. Semua itu merupakan puncak dari peradaban islam. Sementara, di Eropa pada saat yang bersamaan mengalami masa kegelapan atau masa kemunduran yang berada pada titik yang paling rendah yang dikenal dengan istilah the dark age yang berlangsung pada abad pertengahan.
Pada abad ke-11 M, Eropa tersadar akan adanya peradaban yang begitu besar di wilayah Timur. Peradaban Timur itu sedikit demi sedikit digeser dan dibawa ke wilayah Barat melalui Spanyol, Sisilia, dan perang Salib. Di barat juga mulai dikenal adanya rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum, bahan-bahan makanan Timur, dan bahan-bahan makanan serta peralatan rumah tangga yang berada di Timur. Eropa juga mulai mengenal yang namanya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang Arab-lah yang menyebabkan Barat mempunyai peradaban karena Arab adalah imamnya (tempat orang barat mengambil contoh) selama enam abad.
Rom Landau mengungkapkan bahwa dari orang islam klasik inilah orang Barat mulai belajar berfikir obyektif dan logis serta belajar berlapang dada di saat Eropa diliputi oleh pikiran yang sempit yakni ketika golongan minoritas dikucilkan dan pengembangan pemikiran setiap orang mulai dibatasi. Ilmu pengetahuan islam dan teknik islam sangat dalam berpengaruh pada kebudayaan Barat.
Invasi pada Daulah Abbasiyah
Dinasti Buwaih dan Saljuk tiba-tiba datang ke wilayah Daulah Abbasiyah dan mengambil secara paksa tanah-tanah penduduk dan menempatinya ketika Abbasiyah menemui kelemahannya. Sejak saat itu, kekuasaan politik Daulah Abbasiyah menjadi tidak efektif lagi. Dinasti Buwaih memang mengakui keberadaan khalifah Abbasiyah namun itu hanya sebatas mengakui, tidak ada peranan yang begitu berarti dari pihak Abbasiyah kecuali hanya sebagai pihak pemberi pengesahan atau persetujuan mengenai suatu hal tertentu.
Dinasti Buwaih didirikan oleh tiga orang bersaudara yang berasal dari suku Dailam, suku bangsa pegunungan di sebelah barat dan barat daya Laut Kaspian. Mereka adalah Ali, Hasan, dan Ahmad yang dulunya sebagai tentara biasa dari kelompok Bani Samaniyah kemudian bergabung dengan bala tentara pimpinan Mardawij bin Zayyar. Ketiga bersaudara itu memperlihatkan bakatnya sebagai pemimpin yang handal dan bagus.
Pada tahun 943 M/ 332 H Mardawij terbunuh, namun demikian , Ali sudah berkuasa di Isfahan. Ahmad juga menguasai Khuziztan dan al-Ahwaz yang berbatasan dengan daerah di sebelah timur Basra dan Wasit. Dengan demikian, Ahmad dalam posisi akan memasuki wilayah kekuasaan Abbasiyah yakni Bagdad.
Ahmad bin Buwaih kemudian memasuki Bagdad namun itu disebabkan karena ia memperoleh undangan dari khalifah al-Mustakfi. Khalifah al-Mustakfi sengaja mengundang keturunan Buwaih ini dengan tujuan supaya pemerintahannya bisa dibantu dan diperbaiki supaya tidak hancur karena pemberontakan dan rongrongan telah terjadi di banyak wilayah kekuasaan Abbasiyah. Al-Mustakfi memberikan gelar kepada ketiga bersaudara tersebut dengan masing-masing nama yakni:
1. Ahmad bin Buwaih bergelar Muizz ad-Daulah
2. Ali bin Buwaih bergelar Imad ad-Daulah
3. Hasan bin Buwaih bergelar Rukn ad-Daulah
Dengan pemberian gelar-gelar itu kepada ketiga anak muda tersebut maka akan bisa membangun keefektifan kembali terhadap Dinasti Abbasiyah sebagaimana dulu ketika lima khalifah besar menjabat. Namun, alhasil malah terjadi sebaliknya. Momentum itu digunakan untuk meraih kekuasaan politik yang dari dulu telah dicita-citakan oleh ketiga bersaudara tersebut.
Ambisi menjadi penguasa di Bagdad kian memperoleh momentumnya yang paling tepat setelah terdengar kabar bahwa khalifah merencanakan tindakan untuk menjatuhkan Muizz ad-Daulah. Mendengar kabar tersebut, Muizz ad-Daulah kemudian menurunkan al-Mustakfi lalu mengangkat Abu al-Qasim al-Fadhl, putra al-Muktadir, menjadi khalifah pengganti pada tahun 946 M dengan gelar al-Muti. Selanjutnya, berbagai tindakan kekerasan dilakukan oleh tiga bersaudara tersebut demi melumpuhkan satu persatu khalifah Abbasiyah. Sejak saat itulah, kekuasaan Dinasti Abbasiyah dipegang sepenuhnya oleh Dinasti Buwaih.
Dinasti Buwaih berpaham Syiah Zaidiyah.  Paham yang mereka anut tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai. Kekuasaan Bani Buwaih berlangsung selama 110 tahun, yakni dari tahun 945 sampai 1055 M. Banyak kemajuan yang dicapai selama pemerintahan tersebut yang mencapai hampir satu abad lebih. Kemajuan dan kejayaan Dinasti Buwaih dicapai pada masa pemerintahan Adud ad-Daulah. Ia memerintah kota Bagdad, memperbaiki dan membuat saluran air, mendirikan masjid negara, rumah sakit umum, dan gedung-gedung pemerintahan.
Setelah kekuasaan Bani Buwaih mengalami masa kemunduran dan kelemahan, mulai muncullah bangsa Turki Saljuk. Penguasa baru yang berfaham sunni ini menjadikan khalifah hanya sebatas khalifah saja atau bisa dibilang khalifah sebagai boneka mainan. Khalifah hanya berperan sebagai penentu jalannya pemerintahan sedangkan urusan menjalankan roda pemerintahan dipercayakan kepada wazir. Nama wazir Dinasti Saljuk yang paling terkenal adalah Nizam al-Mulk yang ditandai dengan peninggalan sebuah monumen tinggi bernama Nizamiyah.
Kedatangan Bani Saljuk mengulangi peraktik kekuasaan Bani Buwaih. Namun, dalam penempatannya sebagai penguasa, Bani Saljuk justru melemahkan potensi intelektual yang sejak lama diutamakan untuk memperoleh kemajuan pada masa Dinasti Buwaih. Hal ini bisa dikatakan akibat Bani Saljuk merupakan golongan tidak terlatih dalam hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan. Mereka justru lebih terlatih dalam bidang menentukan strategi militer dan peperangan. Namun sekalipun demikian halnya, terdapat satu pusat keilmuan yang paling menonjol dalam sejarah Bani Saljuk, yakni adanya lembaga pendidikan Islam bernama Madrasah Nizamiya seperti yang pernah disinggung di atas.